Cerita Kesaksian Bekas Bos Jessica asal Australia
Utama

Cerita Kesaksian Bekas Bos Jessica asal Australia

"Di satu sisi dia baik dan murah senyum. Namun bisa tiba-tiba marah jika ada orang yang tidak menuruti kemauannya. Jessica juga licik dan kerap mengada-ada untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya," ujar Kristie, sang atasan.

ANT| Sandy Indra Pratama
Bacaan 2 Menit
Jessica Kumala Wongso, terdakwa pembunuhan berencana, di PN Jakarta Pusat. Foto: RES
Jessica Kumala Wongso, terdakwa pembunuhan berencana, di PN Jakarta Pusat. Foto: RES
Jaksa Penuntut Umum perkara meninggalnya Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso membacakan kesaksian Kristie Louis Carter, seorang mantan atasan terdakwa ketika bekerja di New South Wales Ambulance, Australia.
Menurut Kristie, dirinya mengenal Jessica sejak 2014 ketika terdakwa mulai bekerja sebagai desainer grafis perusahaan tersebut. Dia mengatakan Jessica memiliki dua kepribadian yang berbeda.
"Di satu sisi dia baik dan murah senyum. Namun bisa tiba-tiba marah jika ada orang yang tidak menuruti kemauannya. Jessica juga licik dan kerap mengada-ada untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya," ujar Kristie seperti yang tertuang dalam BAP yang dibacakan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa dini hari. (Baca juga: 'Kala Siaran Langsung Sidang Jessica Digugat’)
Karena itulah, Direktur pemasaran di New South Wales Ambulance tersebut mengaku dirinya tidak merasa terkejut ketika mengetahui kabar terdakwa terlibat dalam kasus tewasnya Mirna diduga akibat kopi bersianida.
Apalagi sejak delapan bulan terakhir (delapan bulan sebelum pemeriksaan Kristie yang dilakukan beberapa saat setelah kasus terjadi) Jessica menampakkan gelagat aneh dan kebencian terhadap dirinya.
"Sangat banyak perbuatan Jessica yang tidak wajar. Salah satunya pada Agustus 2015 Jessica terlibat dalam kecelakaan mobil, tetapi dia ketika itu mengaku karena pingsan dan tidak sadarkan diri. Padahal dari berita di media daring mengabarkan bahwa dirinya mengemudi dalam pengaruh alkohol. Dari sini saya tahu Jessica pembohong," kata Kristie yang diperiksa penyidik di Australia.
Selain itu, saat Jessica dirawat di sebuah rumah sakit di Australia, terdakwa pernah mengatakan kepada Kristie bahwa dia dapat "membunuh dengan dosis yang tepat" dan bisa "mendapatkan pistol". Hal ini, kata Kristie, disampaikan Jessica pada dirinya karena Jessica kesal pihak RS tidak memperbolehkannya pulang dan Jessica merasa diperlakukan seperti pembunuh di RS tersebut.  (Baca juga: Ketika Para Ahli 'Terusik' Drama Sidang Jessica)
Kemudian, Kristie juga menceritakan tentang pengakuan Jessica yang sempat menikah, kemudian bercerai dan menjalin hubungan dengan Patrick O'Connor. Jessica disebutnya sangat terobsesi dengan Patrick dan tidak membiarkan lelaki tersebut dekat dengan perempuan lain. Hubungan mereka diketahui mulai renggang pada Januari 2015.
Keterangan tersebut juga menggambarkan Jessica adalah seorang yang gemar mengonsumsi minuman keras dan tidak jarang mabuk-mabukan. Kristie menambahkan, dia mencurigai Jessica memakai obat-obatan terlarang karena sering menampakkan ciri-ciri seperti mata berkaca-kaca, susah berjalan, berkeringat dan tidak fokus ketika berbicara.
Jessica pun diketahui pernah bercerita kepada Kristie mengenai Mirna walau tidak spesifik. "Dia bercerita ada seorang temannya yang akan menikah dengan mantan pacarnya di Jakarta," tutur Kristie.
Ditolak Pengacara Pengacara terdakwa, Otto Hasibuan menolak keterangan saksi Kristie yang dibacakan JPU. Otto mengatakan apa yang disampaikan tidak sah karena tidak ada BAP penyumpahan penerjemah. (Baca juga: Pro Kontra ‘Motif’ dalam Kasus Pembunuhan Berencana)
Menurut dia, keterangan saksi tidak berbahasa Indonesia dalam persidangan, meskipun dibacakan, harus melalui proses penerjemahan oleh penerjemah yang disumpah dan oleh karena itu BAP harus ada.
"Tanpa itu pernyataan saksi tidak sah," ujar Otto.
JPU sendiri tidak bisa memberikan BAP tersebut. Namun, JPU Sandhy Handika mengatakan sesuai pasal 162 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tidak perlu ada penerjemah dalam penyidikan.
Pasal tersebut berbunyi, Ayat (1) - "Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan".
Ayat (2) - Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang. (Baca juga: Fisiognomi Lombrosso di Sidang Kopi Bersianida)
Adapun dalam persidangan penerjemah memang wajib diambil sumpahnya sesuai pasal 177 ayat (1) KUHAP yang menyebut, "Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan".
Ketua Majelis Hakim Kisworo menengahi perdebatan antara JPU dan pengacara dengan mengatakan bahwa keputusan ada di tangan hakim dan semua tercatat dalam berita acara persidangan.
Sementara itu, terdakwa Jessica Kumala Wongso menolak kesaksian Kristie yang dibacakan JPU. Jessica mengatakan 90 persen kesaksian tersebut tidak benar.
"Keterangan dalam BAP itu sangat subjektif dan sangat memberatkan saya," ujar Jessica.
Adapun persidangan yang berlangsung dari Senin (26/9) pagi hingga Selasa (27/9) dini hari merupakan pemeriksaan saksi dan ahli terakhir. Berikutnya, pada Rabu (28/9), agenda persidangan adalah pemeriksaan terhadap terdakwa Jessica.
Wayan Mirna Salihin tewas pada Rabu, 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Korban diduga meregang nyawa akibat menenggak kopi es vietnam yang dipesan oleh temannya, terdakwa Jessica Kumala Wongso.  (Baca Juga: Kejanggalan Bukti CCTV Versi Ahli Digital Forensik Kubu Jessica)




Tags:

Berita Terkait