Cerita Esti dan Potret Bantuan Hukum di Tapal Batas Negara
Kongres AAI XVIII

Cerita Esti dan Potret Bantuan Hukum di Tapal Batas Negara

Kisah Esti Suhesti yang menceritakan pengalamannya selama melakukan pendampingan hukum terhadap korban perdagangan manusia, serta TKI/TKW yang menjadi korban kekerasan dan diselundupkan secara ilegal ke Malaysia.

CR-20
Bacaan 2 Menit
Selain kasus perdagangan manusia, kasus yang sering ditangani Esti di daerah perbatasan adalah kasus kekerasan yang dialami oleh TKI dan TKW yang bekerja di Malaysia. TKI/TKW ini diselundupkan secara illegal melalui Entikong, merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Entikong memiliki jalur perbatasan darat dengan Malaysia, dan berjarak sekitar 299 km dari Kota Pontianak.Esti menuturkan kondisi TKI/TKW yang bekerja di Malaysia rentan mengalami kekerasan, ketika terlibat kasus TKI/TKW tersebut tidak memiliki dokumen-dokumen yang dibutuhkan, dan tanpa pendampingan hukum yang memadai. “Disana itu (Malaysia), mereka dianggap sebagai pendatang haram, dikejar-dikejar terus mereka disana. Padahal di satu sisi mereka kan mau mencari uang. Tanpa dilengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan, tiba-tiba mereka dijatuhi vonis. Tidak pernah mereka didampingi,” tutur Esti. (Baca Juga: Anggota AAI Usulkan Hymne AAI Wajib Jadi RBT)Untuk menganani kasus-kasus di daerah perbatasan, menurut Esti, hanya sedikit advokat yang bersedia membantu. “Jumlah advokat disana banyak, tetapi sedikit yang mau membantu. Yang pernah kita tangani, dalam beberapa kasus, ditangani juga oleh notaris,” kata Esti lirih. Ditambah lagi, kemampuan advokat yang menangani kasus-kasus di daerah perbatasan menurutnya juga masih terbatas. Esti meminta bantuan kepada DPP AAI Pusat untuk menghidupkan kembali lembaga bantuan hukum AAI di daerah perbatasan. “Melihat situasi di daerah perbatasan itulah, kita berharap DPP AAI Pusat bisa mendukung. Jadi tidak hanya memikirkan kasus-kasus di kota, tetapi juga di daerah perbatasan. Sebelumnya pernah ada lembaga bantuan hukum dari AAI, tetapi sudah tidak aktif. Kami ingin menghidupkannya kembali, karena sangat riskan sekali kondisinya disana. Jadi untuk daerah perbatasan dibutuhkan bantuan hukum yang sifatnya khusus juga,” tuturnya.Esti menjelaskan maksud kekhususan lembaga bantuan hukum di daerah perbatasan adalah terkait dengan perbedaan yuridiksi hukum kedua Negara. “Khususnya karena terkait juga dengan hukum internasionalnya, karena kan ada perjanjian juga dengan Negara lain. Biasanya kita mentoknya disitu. Disatu sisi kita ingin menyelamatkan klien kita, tetapi karena terbentuk aturan hukum disana, kita tidak bisa,” ujarnya.Esti mengharapkan DPP AAI dapat menjembatani prosedur di pusat. “Peran DPP AII Pusat ini untuk menjembatani prosedur di pusat dengan Kemenkumham dan Kementerian Luar Negeri. DPP AAI Pusat kan memiliki program di bidang hubungan luar negeri. Di DPC AAI Pontianak juga memiliki program di bidang hubungan luar negeri, karena kita kan dekat dengan daerah perbatasan,” ujarnya. (Baca juga: Begini Organisasi Advokat Mandiri versi Asosiasi Advokat Indonesia)

Tags: