Cegah Penyebaran Covid-19, PERADI Usulkan Sidang Perkara Pidana Secara Online
Berita

Cegah Penyebaran Covid-19, PERADI Usulkan Sidang Perkara Pidana Secara Online

Situasi ancaman pandemi Covid-19 seperti saat ini menjadi momentum bagi MA untuk memperluas sistem e-court hingga ke persidangan perkara pidana.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Wakil Sekretaris Jenderal PERADI, Rivai Kusumanegara. Foto: RES
Wakil Sekretaris Jenderal PERADI, Rivai Kusumanegara. Foto: RES

Penyebaran wabah Coronavirus Disease-19 (Covid - 19) di Tanah Air masih terus berlangsung. Di tengah upaya pemerintah menekan kemungkinan penyebaran dengan cara pembatasan interaksi antar orang (social distancing), jumlah orang dengan status positif terus bertambah. 

 

Update pemerintah per tanggal 23 Maret 2020 menyebutkan total orang dengan status positif terjangkit Covid-19 sebanyak 579. Sementara jumlah pengidap yang dinyatakan sembuh sebanyak 30 orang. Korban meninggal dari wabah ini bahkan tidak lebih kecil dari angka penderita yang sembuh. 49 orang yang terjangkit Covid - 19 dinyatakan meninggal dunia.

 

Hal ini ikut menjadi perhatian sejumlah organisasi profesi, salah satunya adalah Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Setelah sebelumnya PERADI membatalkan rencana gelaran Musyawarah Nasional ke III demi mengantisipasi kemungkinan penyebaran Covid-19, kali ini PERADI mengusulkan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk menerapkan persidangan secara online (e-court) untuk perkara pidana. 

 

Wakil Sekretaris Jenderal PERADI, Rivai Kusumanegara, mengusulkan kepada MA agar persidangan pidana dapat dilakukan secara online. Hal ini tentu saja sebagai salah satu cara untuk menghadapi pandemi dan penyebaran Covid-19 di lingkungan Pengadilan. 

 

“Hal tersebut agar kesehatan tahanan terlindungi dan persidangan dapat berjalan dengan memperhatikan masa penahanan dan hak Terdakwa,” ujar Rivai kepada hukumonline, Selasa (24/3).

 

Menurut Rivai, situasi ancaman pandemi Covid - 19 seperti saat ini menjadi momentum bagi MA untuk memperluas sistem e-court hingga ke persidangan perkara pidana. Jika sebelumnya sistem e-court telah diterapkan pada persidangan perdata, tata usaha negara, dan agama, maka Mahkamah Agung diharapkan memberi kewenangan pada Hakim untuk menggunakan sarana teleconference.

 

(Baca: Jerat Pidana Bagi Warga ‘Bandel’ yang Nekat Berkerumun)

 

Rivai menilai situasi saat ini bersifat mendesak sehingga MA memiliki cukup alasan untuk menggunakan sarana yang saat ini jamak tersedia di publik seperti aplikasi zoom, microsoft team dan sebagainya. Dalam seminggu terakhir aplikasi teleconference banyak digunakan bagi kegiatan instansi, dunia usaha maupun pendidikan. 

 

“Aplikasi tersebut kiranya bisa digunakan untuk mengkoneksi persidangan dengan keberadaan Terdakwa di Lapas ataupun Rutan," ujar Rivai.

 

Rivai mengatakan usulan persidangan online ini sejalan dengan kebijakan Direktur Jenderal Pemasyarakatan yang memberi fasilitas bagi tahanan untuk berkomunikasi secara online dengan pihak keluarga ataupun penasihat hukum seiring pembatasan kunjungan dalam menghadapi Covid-19.

 

Selanjutnya untuk memastikan agar persidangan tetap bersifat terbuka, maka link teleconference dapat dipublish pada website pengadilan. Sehingga pihak yang berkepentingan tetap dapat mengikuti jalannya persidangan perkara pidana secara online.

 

"Kami berharap sistem peradilan pidana bertindak progresif dalam menghadapi situasi saat ini. Kita perlu belajar dari insiden penjara di Italia, Iran, Amerika dan beberapa negara lain akibat pandemi Covid 19," Rivai mengingatkan.

 

Ia menilai jika para tahanan harus pulang pergi ke pengadilan, sangat rentan menjadi virus carrier dan itu berisiko bagi penghuni Lapas yang secara kuantitas saat ini over capacity. Berdasarkan sistem database pemasyarakatan, saat ini penghuni Lapas dan Rutan di DKI Jakarta berjumlah 7.412 tahanan dan 11.267 narapidana.

 

Sebelumnya, Ditjen PAS Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah menyiapkan langkah preventif guna mencegah pandemi Covid -19. Pelaksana Tugas Dirjen PAS, Nugroho dalam keterangannya menjelaskan, jajarannya memulai inisiatif pencegahan Covid - 19 dengan menggantikan waktu kunjungan keluarga Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dengan fasilitas via video call.

 

Hal ini telah mulai dilakukan jajaran Ditjen PAS daerah, misalnya di Lapas Kuningan. Lapas Kuningan mengambil kebijakan menutup sementara waktu kunjungan keluarga WBP. “Pembatasan kunjungan ini juga telah diawali dengan pemberian informasi dan disosialisasikan terlebih dahulu kepada petugas, pengunjung, WBP, serta keluarga WBP. Tujuannya agar tidak terjadi resistensi," terang Nugroho.

 

Menurut Nugroho, video call ini akan difasilitasi oleh petugas Lapas, Rutan, dan LPKA. Sehingga video call bisa dilakukan dari rumah keluarga WBP. Sistemnya akan ada absensi giliran untuk WBP melakukan video call kepada keluarganya. Atau keluarga WBP bisa menyampaikan kepada petugas untuk video call. “Ditjen PAS tetap berupaya, seluruh jajaran tetap melaksanakan tugas dan menjamin terpenuhinya hak-hak WBP,” ujar Nugroho. 

 

Selain itu, saat ini Ditjen PAS telah menyiapkan blok khusus bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) untuk Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dengan Pengawasan (PDP), dan suspek atau orang diduga terjangkit Covid - 19. Bila nanti terdapat WBP di Lapas dan Rutan, yang masuk dalam kategori ini maka blok khusus yang dimaksud telah siap.

 

“Beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan disiapkan menjadi tempat rujukan isolasi mandiri bagi WBP. Antara lain di Rumah Sakit Umum Pengayoman Cipinang, Lapas Kelas IIA Cikarang, Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang, Lapas Kelas IIA Serang dan Lapas Perempuan Kelas IIB Manado,” ujar  Nugroho, Jumat (20/3) lalu.

 

Nugroho memastikan bahwa tiap UPT Pemasyarakatan di Kantor Wilayah Kemenkumham dipastikan memilki satuan petugas khusus, yang siaga mencegah COVID-19 di Lapas dan Rutan. Jajaran Ditjen PAS di wilayah juga diperintahkan menyediakan alat pelindung diri. Bagi petugas kesehatan di Lapas dan Rutan. UPT Pemasyarakatan juga diminta segera menyusun kebutuhan sarana prasarana penanganan COVID-19. Bagi WBP di Lapas dan Rutan.

 

Selain itu, tahanan dan WBP atau narapidana yang telah kontak dengan orang luar, seperti setelah sidang atau bertemu pengacara harus diperiksa lagi kesehatannya. Oleh satuan petugas khusus mencegah COVID-19 di Lapas dan Rutan.

 

Kabiro Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung, Abdullah saat dimintai tangggapan terkait usulan ini menjelaskan, mekanisme sidang secara elektronik sebelumnya telah ada regulasinya. Untuk itu menurut Abdullah, hingga saat ini belum ada regulasinya.

 

“Sidang secara electronik (e-court/e-litigation) sudah ada regulasinya untuk perkara perdata. Jika digunakan untuk perkara pidana, regulasinya belum ada,” ujar Abdullah kepada hukumonline

 

Selain itu, Abdullah menyebutkan tentang banyaknya stakeholder dalam sidang perkara pidana. Selain Majelis Hakim, Abdullah juga menyebutkan adanya Penuntut Umum, Terdakwa bersama Penasihat Hukum, Rutan/Lapas, serta Kepolisian jika dibutuhkan pengamanan. Karena itu, keputusannya tidak bisa ditentukan sendiri oleh MA.

 

“Sidang perkara pidana tidak bisa ditentukan pengadilan sendiri atau yang lain sendiri-sendiri,” kata Abdullah.

 

Tags:

Berita Terkait