Cegah Pencucian Uang, OJK dan PPATK Berkolaborasi
Berita

Cegah Pencucian Uang, OJK dan PPATK Berkolaborasi

Mulai dari bertukar informasi hingga penugasan pegawai di kedua lembaga.

FAT
Bacaan 2 Menit
Kepala PPATK M Yusuf. Foto: FAT
Kepala PPATK M Yusuf. Foto: FAT

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bekerjasama untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam tiap kegiatan lembaga jasa keuangan. Kerjasama ini dituangkan dalam penandatangan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang dilakukan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Mulaman D Hadad dan Kepala PPATK M Yusuf.

Menurut Muliaman, MoU ini bertujuan untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam tiap kegiatan yang dilakukan lembaga jasa keuangan yang diawasi oleh OJK. “Kejahatan sektor keuangan semakin kompleks. Oleh karena itu saya ingin dorong nantinya kita kembangkan bersama, sehingga membantu efektifitas pelaksanaan,” katanya di Jakarta, Selasa (18/6).

Sejumlah kerjasama akan dituangkan dalam bentuk pertukaran informasi, penyusunan ketentuan hukum dan atau pedoman, koordinasi pemeriksaan (audit), edukasi dan sosialisasi seperti pendidikan dan pelatihan. Serta melakukan penelitian dan pengembangan sistem teknologi informasi hingga penugasan pegawai.

Untuk pertukaran informasi, lanjut Muliaman, OJK atas dasar inisiatif sendiri atau permintaan tertulis dari PPATK dapat memberikan informasi ke PPATK mengenai baik di bidang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan hingga penyidikan terhadap lembaga jasa keuangan. Sebaliknya, PPATK juga bisa memberikan informasi kepada OJK terkait tugas dan kewenangan yang ada di OJK.

Mengenai kerjasama di bidang penyusunan ketentuan hukum, akan diaplikasikan dalam bentuk permintaan masukan dan saran dari masing-masing pihak. Saran atau masukan tersebut masih dalam koridor tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing lembaga.

“Keberadaan UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU dan UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK, memiliki dampak yang nyata dalam mendorong kedua instansi untuk lakukan kerjasama,” katanya.

Dalam bidang pemeriksaan (audit), baik OJK dan PPATK dapat berkoordinasi terkait dengan audit kepatuhan atas kewajiban pelaporan penyedia jasa keuangan oleh OJK dan audit khusus yang dilakukan PPATK. Bukan hanya itu, OJK dan PPATK juga bisa melakukan audit bersama (joint audit) dalam rangka pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat dan atau kasus tertentu.

Di nota kesepahaman ini juga diatur mengenai kerjasama OJK dan PPATK di bidang edukasi dan sosialisasi baik kepada penyedia jasa keuangan atau lembaga jasa keuangan dan masyarakat secara luas. Menurut Muliaman, edukasi kepada penyedia jasa keuangan atau lembaga jasa keuangan diperlukan lantaran masih rendahnya laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dan non tunai di sektor non perbankan.

Jika perlu, lanjut Muliaman, dilakukan pendidikan bagi industri jasa keuangan mengenai kewajiban pelaporannya. Bukan hanya itu, untuk menumbuhkan pencegahan TPPU di masyarakat sejak dini, OJK dan PPATK bisa membangun pusat pengkajian anti pencucian uang di universitas-universitas.

Pembangunan pusat pengkajian anti pencucian uang ini pernah dilontarkan saat Muliaman masih bertugas di Bank Indonesia (BI) dan Kepala PPATK masih dijabat Yunus Husein. Menurut Muliaman, pembentukan pusat pengkajian anti pencucian uang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat untuk mencegah terjadinya TPPU sejak dini.

“Pusat-pusat kajian terkait TPPU ini perlu didorong agar pusat kajian ini bisa membantu untuk kembangkan awareness,” katanya.

Pendidikan dan pelatihan juga bisa dilakukan terhadap pegawai OJK dan PPATK. Dengan pendidikan dan pelatihan ini, pegawai kedua lembaga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya mengenai tugas, fungsi dan kewenangan kedua lembaga tersebut. Sehingga nantinya, pegawai OJK bisa ditugaskan di PPATK ataupun sebaliknya. Penugasan pegawai ini harus didasarkan atas permintaan tertulis baik dari PPATK maupun OJK.

Kepala PPATK menyambut baik kerjasama ini. Menurutnya, PPATK tidak bisa bekerja sendiri tanpa bekerjasama dengan lembaga lain sepeti OJK. “Kami sadari PPATK cuma ada satu di Indonesia, yakni di Jakarta, tidak mungkin sendiri melakukan audit. Ini momen tepat bagi PPATK,” kata Yusuf.

Menurut Yusuf, pentingnya kerjasama juga bisa memaksimalkan penggunaan UU TPPU dalam rangka mengembalikan kerugian negara terkait kasus-kasus yang terjadi. Sejumlah kasus yang sudah diterapkannya UU ini adalah kasus korupsi baik yang ditangani KPK ataupun aparat penegak hukum lain.

Ia percaya jika kerjasama antara PPATK, OJK dan aparat penegak hukum lainnya ini memicu hasil positif bagi penegakan hukum. Meski begitu, kerjasama ini tak hanya sampai penandatangan nota kesepahaman saja. Menurut Yusuf, kerjasama ini perlu ditindaklanjuti dengan pematangan lainnya seperti halnya penyidik yang akan bertugas di OJK.

“Bila perlu minta fatwa ke MA (Mahkamah Agung) terkait keberadaan penyidik OJK,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait