Catatan YLKI Terkait Bongkar Pasang Kebijakan Pengendalian Minyak Goreng
Terbaru

Catatan YLKI Terkait Bongkar Pasang Kebijakan Pengendalian Minyak Goreng

Ujungnya masyarakat menjadi korbannya. Pemerintah harus membangun sistem pengawasan yang andal agar minyak goreng curah rumah tangga tidak diselewengkan menjadi minyak goreng industri atau kemasan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Warga antusias membeli minyak goreng murah dari pemerintah. Foto: RES
Warga antusias membeli minyak goreng murah dari pemerintah. Foto: RES

Antrian warga untuk mendapatkan minyak goreng sering kita di masyarakat. Ketidakberdayaan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukan mafia pangan seolah memenangkan “pertempuran” atas kelangkaan minyak goreng. Berbagai kebijakan Kemendag mengatasi kelangkaan minyak goreng tak mampu menandingi kelihaian para kartel minyak goreng.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kebijakan terbaru pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.11 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Curah diatas kertas cenderung market friendly. Harapannya dapat memperbaiki distribusi dan pasokan minyak goreng di tengah masyarakat dengan harga terjangkau.

Dia melihat intervensi pemerintah selama ini terhadap pasar minyak goreng dengan cara melawan pasar terbukti gagal total. Malahan menimbulkan chaos di masyarakat. Dari aspek kebijakan publik, pemerintah malah bongkar pasang kebijakan soal pengendalian minyak goreng. “Kebijakan coba-coba, sehingga konsumen bahkan operator menjadi korbannya,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Jumat (18/3/2022).

Kebijakan terkait minyak goreng dituangkan dalam beberapa aturan. Pertama,Permendag No.1 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Namun tak berselang lama, Permendag 1/2022 dicabut.

Kedua, Permendag No.3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Namun beleid itu pun dicabut. Ketiga,Permendag No.6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit pun dicabut. Keempat, beleid teranyar Permendag No.11 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Curah.

Baca:

Namun sayangnya, Permendag 11/2022 malah menyerahkan harga minyak goreng kemasan premium kepada mekanisme pasar. Artinya, pemerintah melepas kendali harga minyak goreng terhadap mekanisme. Pemerintah hanya memegang kendali pada harga minyak goreng curah (non premium). Meski demikian, pemerintah harus memperketat pengawasan HET minyak goreng non premium dengan harga Rp14.000.

“Jangan sampai kelompok konsumen minyak goreng premium mengambil hak konsumen menengah bawah dengan membeli atau memborong minyak goreng non premium yang harganya jauh lebih murah,” kata dia.

Sebab, minyak murah non premium gampang diborong kelompok masyarakat mampu. Akibatnya, masyarakat menengah ke bawah kesulitan mendapatkan minyak goreng murah. Dia mengusulkan subsidi minyak goreng dilakukan secara tertutup yakni by name by address, sehingga subsidinya tepat sasaran. Sedangkan subsidi terbuka seperti sekarang berpotensi salah sasaran.

Terpisah, anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan pilihan melepas harga minyak goreng dalam kemasan pada mekanisme pasar menjadi kebijakan amatiran. Menurutnya, kebijakan yang dibuat pemerintah terkait minyak goreng terkesan trial and error.

Harusnya, kata Mulyanto, sebuah kebijakan dibuat berdasarkan riset (research based policy) atau berdasarkan contoh praktik terbaik di negara lain. Bukan kebijakan bongkar pasang dan gonta-ganti dan coba-coba agar ada kepastian hukum dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat.

“Masyarakat sudah capek sekian bulan diombang-ambing oleh kebijakan minyak goreng pemerintah yang tidak jelas, yang banyak berteori, berwacana, dan obral janji, namun tetap berujung kelangkaan minyak goreng,” ujarnya.

Dia mengatakan Presiden Jokowi, sebelumnya berjanji kebijakan minyak goreng terbaru akan dievaluasi bulan Mei 2022. Menteri Perdagangan juga berjanji untuk tidak mencabut HET. Tapi nyatanya, baru pertengahan Maret, kebijakan minyak goreng sudah dicabut. Menurutnya, pemerintah tak konsisten dengan komitmennya

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mendesak pemerintah merancang kebijakan terbaru minyak goreng curah bersubsidi dengan HET Rp.14.000 secara benar. Agar kebijakan itu benar-benar dapat dilaksanakan dengan seksama dengan skema subsidi dan sistem pengawasannya. Melalui sistem penjualan terbuka (mekanisme pasar), peluang bagi penyimpangan minyak goreng curah bersubsidi bakal tetap ada.

Setidaknya, ada tiga peluang penyimpangan yakni larinya minyak goreng curah bersubsidi rumah tangga ke industri baik makanan, minuman, ataupun perhotelan. Disinyalir minyak goreng curah bersubsidi disimpangkan untuk disaring ulang dan dikemas menjadi kemasan. Kemungkinan lain, beralihnya konsumen minyak goreng premium kepada curah bersubsidi.

“Kalau penyimpangan ini terjadi maka minyak goreng curah bersubsidi akan kembali langka,” katanya.

Seperti diketahui berdasarkan data Kemenperin, kebutuhan minyak goreng sawit nasional pada 2021 sebesar 5,07 juta ton. Jumlah tersebut terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 32 persen; minyak goreng curah rumah tangga sebesar 42 persen; dan minya goreng kemasan sebanyak 26 persen. Artinya, kebutuhan minyak goreng curah rumah tangga menjadi yang terbesar dibanding curah industri atau kemasan

“Pemerintah harus membangun sistem pengawasan yang andal agar minyak goreng curah rumah tangga ini tidak lari menjadi minyak goreng industri atau kemasan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait