Catatan Sektor Perpajakan di 2018 dan Tantangan di 2019
Berita

Catatan Sektor Perpajakan di 2018 dan Tantangan di 2019

Revisi UU Perpajakan yang tersendat dan terkesan mandek menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi pemerintah.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Di luar itu, sinergi DJP-DJBC berjalan dengan baik, dan menghasilkan tambahan penerimaan yang cukup signifikan (Rp22 T sampai akhir Desember 2018, melampaui target Rp20 T dan realisasi Rp3 T di 2017).

 

Sinergi dan kerja sama ini perlu diperdalam dan diperluas, terutama untuk DJP-DJBC adalah upaya membangun sistem administrasi yang lebih terintegrasi, dan untuk antarlembaga, momentum keterbukaan informasi harus dimaknai sebagai tantangan untuk membangun sistem administrasi yang terintegrasi dan menghasilkan output/outcome yang lebih baik, meningkatkan efisiensi, menciptakan efektivitas dan kemudahan bagi wajib pajak dan masyarakat.

 

Bagi Darussalam, di tahun 2019 pemerintah harus mengelola tantangan ekonomi (baik global maupun domestik) dan politik (pemilu yang stabil dan aman. Sedangkan hal yang harus diperbaiki oleh pemerintah dari sisi perpajakan adalah melakukan ekstensifikasi basis pajak, mengoptimalkan data dan informasi baik yang diperoleh dari akses informasi perbankan domestik dan AEoI, serta melanjutkan agenda reformasi pajak nasional utamanya melalui revisi UU pajak yang turut mendengarkan suara wajib pajak.

 

Penurunan Tarif PPh Badan

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi B. Sukamdani mengatakan pengusaha berharap pemerintah segera menurunkan tarif PPh Badan. Jika merujuk kepada UU No. 36 Tahun 2008 mengenai PPh, tarif pajak yang dikenakan terhadap WP Badan adalah sebesar 25 persen.

 

Angka tersebut, lanjut Hariyadi, cukup tinggi. Untuk itu, kalangan pengusaha berharap pemerintah segera menurunkan PPh badan menjadi 17 persen. Penurunan tarif PPh ini, lanjutnya, berkaitan dengan daya saing ekonomi di Indonesia.

 

“Dengan pajak yang lebih rendah, kami harapkan dana ini dapat diputar bagi perusahaan karena pajak merupakan redistribusi pendapatan,” katanya.

 

Usulan dari kalangan pengusaha tersebut bukan tak mungkin dilakukan. Menurut Yusntinus, menurunkan tarif pajak tidak menjadi masalah jika diiringi dengan basis pajak yang sudah lebih luas. Namun, kebijakan ini tetap harus dilakukan dengan hati-hati. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan penurunan tarif secara bertahap.

 

“Sekarang kita harus optimis basis pajaknya meluas karena ada AEoI. Saya kira pas AEoI ada, berarti basis pajak meluas dan menurunkan tarif pajak dalam kondisi ini tidak masalah sepanjang dilakukan dengan hati-hati. Kalau usulan saya tidak bisa ekstreme, harus dilakukan dengan dua langkah dari 25 ke 2 persen, kalau positif bisa turun ke 18 persen. Tapi kalau dilakukan secara ekstremen, akan berisiko karena kita juga belum bisa mengukur apakah pasti kalau tarif turun investasi naik dan pajak bertambah. 18 persen angka minimal,” tandasnya.

 

Tags:

Berita Terkait