Catatan Sektor Perpajakan di 2018 dan Tantangan di 2019
Berita

Catatan Sektor Perpajakan di 2018 dan Tantangan di 2019

Revisi UU Perpajakan yang tersendat dan terkesan mandek menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi pemerintah.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

“Perbaikan-perbaikan di 2018 ini konsisten sebagai misi Reformasi Perpajakan yang dicanangkan kembali Desember 2016, dan di tahun 2017 telah didahului dengan beberapa program besar. Khusus untuk DJBC, beberapa kebijakan besar berdampak cukup bagus pada kinerja institusi, antara lainProgram Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT), Pusat Logistik Beritak (PLB), Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dll,” tambah Yustinus.

 

Selain itu, terdapat beberapa hal besar di sektor perpajakan tahun 2018 yang harus diselesaikan oleh pemerintah di tahun 2019. Pertama, revisi UU Perpajakan yang tersendat dan terkesan mandek karena tidak selaras dengan kalender politik. Ini berpengaruh pada realisasi janji penurunan tarif pajak yang ditunggu kalangan usaha.

 

(Baca Juga: Ditjen Pajak Pangkas Waktu Penerbitan SKD SPDN Menjadi Real-Time)

 

Kedua, perbaikan sistem administrasi berbasis TI yang agak lambat karena harus menempuh beberapa prosedur formal. Hal ini berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi. Ketiga, penerapan aturan dan tafsir yang belum seragam di lapangan menciptakan ketidakpastian terutama saat pemeriksaan pajak, sehingga menghambat upaya membangun trust, di samping menciptakan administrasi berbiaya tinggi. 3C (clarity, certainty, consistency) masih menjadi titik lemah yang perlu diakselerasi perbaikannya. Intervensi teknologi (e-audit/online audit) yang lebih terpusat, terkontrol, dan objektif perlu didukung dan didorong.

 

Senada, pengamat perpajakan Darussalam berpendapat bahwa secara umum catatan kebijakan perpajakan di tahun 2018 cukup positif. Kondisi perpajakan nasional relative tidak gaduh meski ada terobosan besar dalam menggenjot target jangka pendek. Bisa dibandingkan dengan kondisi perpajakan di tahun 2015 yang penuh dengan obral insentif, atau amnesti pajak di tahun 2016-2017, yang memicu pro kontradari berbagai pihak.

 

Menariknya, lanjut Darussalam, kinerja pertumbuhan penerimaan pajak di tahun 2018 bertumbuh hingga 14% dan jauh di atas tahun-tahun sebelumnya. Mengapa? Darussalam menyimpulkan ada dua faktor. Pertama, adanya semangat keberpihakan dari pemerintah melalui sistem pajak yang telah membuat situasi relatif stabil, mendukung ruang ekspansi usaha, predictable, dan membuat bisnis lebih mudah dikelola.

 

“Dan kedua, situasi ekonomi domestik relatif mendukung terutama dari pertumbuhan positif sektor pertambangan dan industri pengolahan. Padahal kedua sektor tersebut merupakan kontributor utama penerimaan pajak di Indonesia,” katanya kepada hukumonline, Kamis (3/1).

 

Tantangan 2019

Tantangan bagi DJP untuk tahun 2019 adalah pertumbuhan ekonomi digital. Pemerintah sendiri bercita-cita menjadi kekuatan digital terbesar di Asia Tenggara dengan potensi USD 130 miliar pada 2020. Perlu mekanisme dan perlakuan pajak yang tepat bagi pelaku ekonomi digital. Perlu diingat, proses bisnis pelaku start-up berbeda dengan pelaku bisnis konvensional. Bahkan, pemerintah harus duduk bersama dengan pelaku ekonomi digital dalam merencanakan kebijakan pajak bagi ekonomi digital ke depan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait