Catatan KSP Tentang Rancangan Perpres Pelibatan TNI Menangani Terorisme
Berita

Catatan KSP Tentang Rancangan Perpres Pelibatan TNI Menangani Terorisme

Terpenting yang perlu diatur untuk menangani terorisme harus berbasis skala/skema tingkat ancaman dan lembaga yang tepat menetapkan skala ancaman itu adalah BNPT.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Beberapa hal yang perlu dibenahi dalam rancangan Perpres antara lain Pasal 4 yang menyebut operasi intelijen dilaksanakan antara lain melalui penyelidikan. Sebab, kata Dani, penyelidikan merupakan kewenangan polisi sebagaimana diatur KUHP, sehingga ketentuan ini perlu diperjelas definisinya. Kemudian Pasal 7 rancangan Perpres yang mengatur tentang pencegahan, kegiatan ini harus dikoordinasikan dengan BNPT. Kemudian Pasal 14 soal pendanaan, sumbernya harus APBN.

Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mengatakan hal paling penting yang perlu diatur yakni dalam skema dan konteks seperti apa pelibatan TNI dilakukan untuk menangani terorisme. Menurutnya, pelibatan TNI dalam menangani terorisme harus berbasis skala ancaman dan lembaga yang tepat untuk menetapkan skala ancaman itu BNPT. Penangkalan yang dilakukan TNI juga harus berada di bawah koordinasi BNPT

Dalam rancangan Perpres yang diserahkan ke DPR, Arsul menilai isinya menyimpang dari politik hukum yang ada dalam UU No.5 Tahun 2018 tentang Penetapan Perppu tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sulit membedakan peran TNI dengan BNPT. Padahal UU No.5 Tahun 2018 memperkuat posisi BNPT. “Dalam UU No.5 Tahun 2018, BNPT sebagai leading sector dalam melakukan pencegahan, tapi membaca rancangan Perpres malah tidak jelas siapa leading sector-nya,” papar politisi PPP itu.

Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf, mengatakan PBB telah mengingatkan penanganan terorisme harus dilakukan dengan menghormati HAM. Sebagian besar negara di dunia menggunakan pendekatan penegakan hukum (criminal justice system) dalam mengatasi terorisme. Begitu pula di Indonesia melalui UU No.5 Tahun 2018 sudah jelas penanganan terorisme menggunakan mekanisme peradilan pidana.

Menurutnya, pelibatan TNI dalam menangani terorisme bisa dilakukan jika aparat penegak hukum tidak mampu lagi menghadapi ancaman yang ada. Pelibatan TNI sifatnya sementara atau perbantuan dan tidak permanen. “Pelibatan TNI dalam menangani terorisme merupakan pilihan terakhir (last resort). TNI hanya dilibatkan untuk penindakan saja, bukan penangkalan dan pemulihan,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait