Catatan ILUNI FH UI untuk Penguatan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Terbaru

Catatan ILUNI FH UI untuk Penguatan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

ILUNI FH UI mendorong agar pembahasan RUU TPKS dilakukan secara komprehensif dan mengupayakan agar kualitas substansi RUU TPKS mampu memberikan akses keadilan terhadap korban, serta menjamin perlindungan dan rehabilitasi terhadap korban.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

RUU TPKS juga perlu memberikan rumusan pasal yang menjelaskan apa saja tindak pidana dalam UU lain yang dapat diklasifikasikan sebagai kekerasan seksual. “Hal ini sangat penting untuk menjamin korban yang kasusnya diproses dengan UU lain agar dapat memperoleh hak yang komprehensif sebagaimana diatur dalam RUU TPKS ini,” ujarnya mengingatkan.

Menurutnya, penting juga bagi korban kekerasan seksual mendapan jaminan hukum acara yang berperspektif korban, termasuk keberadaan aparat penegak hukum yang sensitif terhadap kebutuhan korban. Hal ini untuk mencegah berulang menjadi korban tindak kejahatan (re-viktimisasi) terhadap korban kekerasan seksual.

“Rumusan draf Baleg DPR RI 8 Desember 2021 perlu juga diatur pemulihan dan layanan perlindungan korban yang lebih komprehensif dengan memperkuat peran negara di dalamnya, dan memastikan kesiapan dan kemampuan sumber daya Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA),” sarannya.  

Untuk itu, ILUNI FH UI mendorong agar pembahasan RUU TPKS antara DPR dan Pemerintah dilakukan secara komprehensif dan mengupayakan agar kualitas substansi RUU TPKS mampu memberikan akses keadilan terhadap korban, serta menjamin perlindungan dan rehabilitasi terhadap korban.

Selanjutnya, ILUNI FH UI merekomendasikan beberapa hal. Pertama, mendorong pengesahan segera RUU TPKS yang mengedepankan perlindungan dan kepentingan korban. Kedua, perlu adanya pengaturan dalam RUU TPKS mengenai mekanisme hukum acara serta perlindungan bagi korban yang dapat menjangkau UU lain yang memiliki materi kekerasan seksual demi menjamin hak korban yang komprehensif, sekalipun penanganan kasusnya menggunakan UU lain.

Ketiga, RUU TPKS sebaiknya fokus pada upaya yang dapat memberikan jaminan perlindungan terhadap korban, misalnya mekanisme pemberian rumah aman, konseling psikologi, fasilitas kesehatan, dan akses bantuan hukum. Keempat, RUU TPKS perlu jaminan perlindungan korban yang seringkali mendapat pelaporan balik oleh pelaku dan/atau keluarga pelaku kekerasan seksual agar para korban kekerasan seksual ketika memperjuangkan hak hukumnya tidak dapat dituntut secara pidana ataupun perdata.

Kelima, RUU TPKS perlu mengatur mekanisme ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga (restitusi) yang dapat membantu proses rehabilitasi korban dengan melakukan sita eksekusi dalam perkara perdata terhadap aset pelaku kekerasan seksual. Keenam, RUU TPKS perlu mengatur mekanisme proses pelaksanaan hukum acara yang mengedepankan perlindungan korban agar tidak kembali menjadi korban tindak kejahatan (re-viktimisasi).  

Ketujuh, RUU TPKS perlu mengatur mekanisme proses yang melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pencegahan kekerasan seksual dan pendampingan berbasis masyarakat (bantuan hukum gratis, red) agar dapat diperkuat dan diberikan peningkatan kapasitas untuk mendampingi korban. Kedelapan, pembahasan RUU TPKS perlu melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam penyusunannya untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi pembahasan RUU TPKS oleh DPR dan pemerintah.

“RUU TPKS juga perlu mengatur mekanisme pelaporan, monitoring, dan evaluasi terhadap pelaksanaan RUU TPKS di berbagai tingkatan pemerintah,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait