Catat! 3 Rekomendasi Isu Hukum Energi untuk Tugas Akhir Mahasiswa Hukum
Terbaru

Catat! 3 Rekomendasi Isu Hukum Energi untuk Tugas Akhir Mahasiswa Hukum

Yakni isu-isu hukum yang melingkupi pemberlakuan pajak karbon, urgensi perubahan UU Energi, dan ekspor listrik.

Ferinda K Fachri
Bacaan 2 Menit
Dr. Irine Handika dari Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada di Forum Hukum Hulu Migas 2023 (FHHM) di Hotel Tentrem Yogyakarta, Senin (9/10/2023) lalu. Foto: FKF
Dr. Irine Handika dari Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada di Forum Hukum Hulu Migas 2023 (FHHM) di Hotel Tentrem Yogyakarta, Senin (9/10/2023) lalu. Foto: FKF

Melalui Pasal 18 Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, skripsi tidak lagi diwajibkan menjadi satu-satunya syarat kelulusan. Akan tetapi, mahasiswa tetap diharuskan menyelesaikan tugas akhir yang dapat berupa skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis.

Hal demikian berlaku pula bagi mahasiswa hukum untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum. Dalam mencari topik yang menarik untuk diteliti pada tugas akhir, mahasiswa hukum mempunyai ruang lingkup lingkup yang dapat dikaji. Salah satunya adalah bidang Hukum Energi yang beberapa waktu terakhir ini hangat dibincangkan kalangan profesional hukum dan perguruan tinggi hukum.  

“Hukum energi di Indonesia berkembang sangat dinamis karena banyak variabel yang mempengaruhi baik dari dalam maupun luar negeri. Isu-isu seputar politik, sosial, dan keamanaan sangat mempengaruhi kebijakan-kebijakan energi yang dibuat oleh Pemerintah,” ujar Akademisi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Dr. Irine Handika kepada Hukumonline, Kamis (12/10/2023).

Baca Juga:

Ia menuturkan kondisi saat ini dapat dilihat dengan dominasi pemanfaatan energi fosil, utamanya batubara, masih dominan di Indonesia. “Sulit bagi low carbon energy dan RE (renewable energy) untuk bersaing dengan harga batubara yang banyak mendapat insentif dari pemerintah baik di sisi hulu maupun hilir,” kata dia.

Bahkan status quo dari batubara seringkali digeser dan dikaitkan dengan isu keandalan energi. Menurutnya, dalam hal ini, sebetulnya yang diperlukan ialah equal treatment dan kehadiran pemerintah dalam mengembangkan ekosistem yang adil bagi industri energi.

“Sulit bagi Indonesia untuk melakukan transisi energi atau kalaupun bisa akan membutuhkan waktu lama, jika tidak ada guidelines yang saling selaras substansinya. Posisi sekarang, UU energi sektoral (migas, panas bumi, minerba) berdiri sendiri-sendiri tanpa ada satu UU yang menjadi guidelines.”

Irine berpendapat seharusnya UU Energi yang diterbitkan dapat menjadi pedoman utama dari UU energi sektoral lainnya. Mengingat dari segi substansi sepatutnya dapat mengatur mengenai energi fosil, low carbon energy dan RE dengan harmonis dan bersamaan.

Adapun terdapat 3 isu hukum energi yang dinilainya relevan dan dapat dikaji mahasiswa hukum dalam bentuk tugas akhir. Pertama, isu mengenai pemberlakuan pajak karbon yang saat ini masih banyak diperdebatkan berbagai kalangan.

“Seperti kendala dan political will pemerintah dalam memberlakukan pajak karbon; potensi tumpang tindih dengan jenis pajak lainnya; earmarking pajak karbon untun NDC; dan pro-kons ekstensifikasi pajak karbon ke sektor di luar PLTU,” ungkapnya.

Kedua, isu-isu yang meliputi urgensitas perubahan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi (UU Energi). Ketiga, isu hukum mengenai ekspor listrik RE. Ketiga isu atau topik yang direkomendasikan oleh Irine itu menurutnya bisa digali secara lebih mendalam melalui tugas akhir mahasiswa hukum.

“Bila hendak meneliti isu hukum energi, maka harus berpikir makro, tidak hanya positifis an sich. Perspektif atau pertimbangan ekonomi dan politik regional perlu diperhatikan. Pakai penafsiran sistematis dan gramatikal dalam analisa, sehingga tidak bisa hanya membaca satu/dua undang-undang saja. Norma-norma yang tersebar di berbagai regulasi energi perlu dianalisa keselarasan dan konsekuensinya,” sarannya.  

Tags:

Berita Terkait