Cari Untung dari Pajak, Penjara Hasilnya
Berita

Cari Untung dari Pajak, Penjara Hasilnya

Inu
Bacaan 2 Menit
Kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Foto: Ilustrasi (Sgp)
Kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Foto: Ilustrasi (Sgp)

Penegakan hukum menjadi pilihan utama Direktorat Jenderal Pajak menangani penyalahgunaan wewenang wajib pajak yang diberikan undang-undang. Seperti diketahui, UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) seperti diperbarui dengan UU No.5 Tahun 2008 menerapkan sistem self assessment pada wajib pajak.

 

Wewenang tersebut memberikan keleluasaan pada wajib pajak untuk mengitung, melaporkan, lalu membayar kewajiban mereka. “Jika kewenangan itu diselewengkan, penegakan hukum pasti dilakukan,” ujar Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara, Edward Hamonangan Sianipar di kantor DJP, Jakarta, Kamis (17/3).

 

Edward menampik jika penegakan hukum UU Perpajakan adalah upaya kriminalisasi wajib pajak. Menurutnya, bila wajib pajak mengisi SPT secara tidak sesuai, maka hal itu akan diselesaikan secara administratif. Namun, jika SPT dibuat sengaja tidak benar, dengan tujuan mencari keuntungan, maka hal itu adalah tindak pidana yang harus dihukum.

 

Edward bersama Kepala Kanwil DJP Jakarta Utara, Agus Wuryantoro memaparkan hasil putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk terdakwa Subandi Budiman alias Aban, Rabu, 16 Maret 2011. Terdakwa dihukum dua tahun penjara dan denda semiliar rupiah karena melanggar UU KUP oleh majelis hakim yang dipimpin Henry Tarigan pada 16 Maret 2011.

 

Sebelumnya, Aban didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, 8 November 2010 melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c UU KUP (dakwaan primer). Serta melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf a UU KUP sebagai dakwaan sekunder. Tim penuntut yang dipimpin Martha Berliana, pada 10 Maret 2011, menuntut Aban pidana penjara selama empat tahun dan denda empat miliar rupiah.

 

Sedangkan, ancaman hukuman dari pasal seperti dakwaan primer adalah paling lama enam tahun dan denda empat kali pajak yang tidak/kurang dibayar. Adapun, kerugian negara akibat perbuatan Abun mencapai Rp2,2 miliar.

 

Kakanwil DJP Jakarta Utara menyambut gembira putusan tersebut karena proses penegakan hukum kali ini melibatkan seluruh penegak hukum. “Dibutuhkan kerja keras antar penegak hukum dan majelis hakim untuk mencapai satu pemahaman akan tindak pidana perpajakan,” imbuh Agus Wuryantoro.

 

Pasalnya, dari perhitungan Kakanwil, potensi uang negara yang hilang mencapai triliunan rupiah setahun. Itu, berasal dari potensi omzet kegiatan ekonomi di Jakarta Utara mencapai Rp40 triliun–Rp50 triliun. “Apabila dihitung PPN 10 persen, potensi hilangnya pendapatan negara akibat perbuatan orang seperti Abun per tahun mencapai angka Rp4 triliun-Rp5 triliun per tahun,” sebutnya.

 

Dia uraikan, penyidikan dilakukan PPNS Kanwil DJP Jakarta Utara yang didukung Direktorat Intelejen dan Penyidikan DJP. Serta ada keterlibatan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri. Sehingga, pada 29 September 2010, berkas penyidikan ditetapkan lengkap (P-21) oleh Kejati DKI Jakarta.

 

Agus menguraikan, penanganan perkara ini diawali dari hasil penyidikan PPNS DJP Kanwil Jakut, diketahui faktur pajak STSJ yang melaporkan pajak masukan dan keluaran ternyata bermasalah. Kemudian dilakukan pengembangan dari hasil pemeriksaan awal dalam proses penyidikan dan ditemukan dua dugaan tindak pidana.

 

Dugaan pertama, Aban melalui STSJ mengeluarkan faktur pajak lebih dari sepuluh perusahaan yang menjual produk-produk mereka pada perusahaan lain. Keberadaan perusahaan penjual maupun pembeli memang benar adanya. Tapi, Aban membuat faktur pajak transaksi jual beli oleh kedua pihak yang tak pernah diakui oleh perusahaan penyuplai dan pembeli.

 

Oleh Aban, sejumlah faktur pajak fiktif digunakan untuk restitusi PPN, sesuai UU No.49 Tahun 2009 tentang PPN. Namun, upaya Aban terendus pemeriksa pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pademangan, Jakarta Utara. Kemudian hal itu dilaporkan pada Kanwil DJP Jakarta Utara yang kemudian melakukan tindakan secara hukum sehingga Aban divonis dua tahun.

 

Sedangkan modus pidana Aban yang kedua adalah menerbitkan faktur pajak bermasalah, atas nama perusahaan fiktif. Kemudian, faktur bodong itu dijual Aban pada pengguna faktur pajak bermasalah lain. “Sudah ada terdakwa yang kini menjalani proses penuntutan di PN Jakarta Utara,” sebut Edward.

 

Kemudian, faktur pajak tersebut pengguna lain untuk meminta restitusi, mengurangi setoran PPN, dan digunakan pada pengguna lain urai Edward lagi.

Tags: