Capres Harus Bisa Jabarkan Posisi Daerah dalam Pembangunan
Berita

Capres Harus Bisa Jabarkan Posisi Daerah dalam Pembangunan

Debat capres jangan hanya adu ungkapan yang bersifat normatif.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Direktur Riset dan Reformasi Kelembagaan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Muhammad Nur Solikhin, berharap debat calon presiden mendatang bisa lebih konkret. Ia mengkritisi debat perdana kedua pasangan capres-cawapres masih dalam tataran normatif. Oleh karena itu, ia meminta dalam debat selanjutnya para calon bisa memaparkan gagasan dalam tataran program.

“Para capres harus lebih punya karakter dalam berdebat. Berhubung debat berikutnya mengusung tema ekonomi, kita berharap sudah ada program yang konkret yang bisa disampaikan. Jadi, debat tidak hanya adu ungkapan yang sifatnya normatif,” tandasnya dalam dialog perspektif Indonesia di Gedung DPD RI, Jakarta, Jumat (13/6).

Solikhin mengingatkan para capres harus memahami betul konsep desentralisasi. Menurutnya, isu desentralisasi sudah menjadi kewajiban para calon pemimpin. Sehingga, ia menilai, meskipun hal itu tidak diusung sebagai isu prioritas maka secara otomatis tetap harus menjadi perhatian. Sebab, Solikhin menegaskan, desentralisasi memiliki peran yang sangat pokok untuk mendorong pembangunan ekonomi di daerah.

Ia pun mencontohkan salah satu hal krusial terkait desentralisasi yang harus diperhatikan para capres. Solikhin menyebut misalnya, tumpang-tindih peraturan daerah (Perda) dengan Perda lain atau bahkan dengan UU. Hal ini terjadi menurut Solikhin akibat tak ada kontrol pemerintah untuk sungguh-sungguh melaksanakan otonomi daerah sejalan dengan UU No.32 Tahun 2009.

“Relasi pemerintah pusat dan daerah dalam kontrol harmonisasi peraturan harus diperjelas. Selama ini padahal pemerintah provinsi memiliki kewenangan untuk mengontol Perda Kabupaten maupun Kota. Namun sistem ini tidak berjalan karena pemerintah kota dan kabupaten langsung berhubungan dengan Kementerian Dalam Negeri,” jelasnya.

Dirinya juga mengingatkan, Perda selama ini belum mengakomodir kepentingan daerah dalam kerangka desentralisasi daerah. Ia menyayangkan, inti dari semangat desentralisasi untuk mengurus dan mengatur di tingkatan daerah belum terlaksana secara optimal. Ia menyebut, Perda mudah dikeluarkan, tetapi sulit dilaksanakan. Oleh karena itu, yang dilakukan oleh pemerintah daerah hanya terkait pemasukan dan distribusinya, bukan bagaimana mewujudkan desentralisasi sesuai amanat UU tersebut.

“Debat capres mendatang bisa menjadi suatu forum yang sangat menjanjikan. Maka, para capres harus mampu menyampaikan gagasan konkret. Mereka harus bisa menjabarkan bagaimana posisi daerah dalam kerangka besar pembangunan nasional,” kata Sholikin.

Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy, Jajat Nurjaman, mengingatkan bahwa potensi suara mengambang masih cukup besar. Ia mengatakan, ada hampir seperempat dari jumlah pemilih yang masih belum menentukan pilihannya. Menurut Jajat, mereka yang masih menjadi swing voters akan mudah dipengaruhi hasil debat capres mendatang.

“Debat capres itu ikut mempengaruhi arah pilihan para swing voters. Mereka akan melihat seperti apa penampilan para calon pemimpinnya. Selain itu, materi debat yang disampaikan masing-masing kandidat juga akan menjadi pertimbangan,” tutur Jajat.

Jajat juga menegaskan bahwa bentuk kampanye yang digunakan masing-masing tim tak lebih efektif ketimbang performa dalam debat. Sebab, ia menyimpulkan bahwa para pemilih yang masih mengambang justru tak tertarik dengan bentuk kampanye negatif yang belakangan marak. Sebaliknya, debat dianggap masyarakat sebagai sebuah forum yang cukup sportif.

“Kampanye negatif dan kampanye hitam justru membuat masyarakat alergi. Isu-isu negatif tidak lagi menarik untuk menggaet simpati. Justru masyarakat mencari bentuk-bentuk kampanye yang kreatif,” tutupnya.
Tags:

Berita Terkait