Capim KPK Kritik Kualitas Dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan
Berita

Capim KPK Kritik Kualitas Dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan

Ada disparitas kualitas antara surat dakwaan penuntut umum KPK dengan penuntut umum Kejaksaan.

CR-19
Bacaan 2 Menit
Suasana tes wawancara yang digelar Pansel Capim KPK. Foto: RES
Suasana tes wawancara yang digelar Pansel Capim KPK. Foto: RES
Senin (24/8), Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK (Pansel) memulai tahap tes wawancara terhadap 19 calon yang dinyatakan lolos tahap-tahap sebelumnya. Di hari pertama, terdapat tujuh calon yang mendapat giliran diwawancara oleh sembilan ‘srikandi’ Pansel. Salah satunya adalah Alexander Marwata.

Di hadapan Pansel yang dipimpin oleh Destry Damayanti, Alexander yang berlatar belakang hakim ad hoc Pengadilan Tipikor mengkritik kualitas surat dakwaan yang disusun penuntut umum dari Kejaksaan dalam perkara tipikor. Alexander mengaku sering menemukan penuntut umum dari Kejaksaan yang tidak cakap dalam membuat surat dakwaan.

“Berdasarkan pengalaman saya, saya melihat ada disparitas terkait dengan kualitas surat dakwaan antara Jaksa pada KPK dan Jaksa pada Kejaksaan, ada jelas sekali berbeda,” katanya.

Berangkat dari keprihatinannya itu, jika terpilih menjadi Pimpinan KPK, Alexander berjanji akan berupaya agar surat dakwaan yang diajukan ke Pengadilan Tipikor memiliki standar kualitas yang setara antara KPK dan Kejaksaan.

“Kalau saya terpilih sebagai pimpinan KPK, hal yang (saya) akan tekankan adalah menjadi quallity assurance pada surat dakwaan,” ujar Alexander.

Menurut Alexander, kualitas dakwaan antara penuntut umum KPK dan Kejaksaan seharusnya memiliki standar kualitas yang sama. Jika tidak, lanjut dia, akan berpengaruh pada proses penegakan hukum khususnya berkaitan dengan hak-hak terdakwa.

Berdasarkan pengalamannya, Alexander menyebut misalnya dalam suatu kasus dugaan korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa, KPK dalam Penyelidikannya telah menyatakan bahwa kasus tersebut bukan merupakan tindak pidana korupsi. Akan tetapi, ketika si pelapor/pengadu mengajukan kembali melalui Bareskrim, perkara itu dinilai memiliki unsur korupsi.

“Karena saya melihat ada ketidakadilan bagi terdakwa pada perkara yang mereka (KPK,- red) pegang dianggap tidak ada tindak pidana korupsi, kemudian oleh pengadu diadukan ke Bareskrim sehingga diproses,” sebutnya.

Alexander mengingatkan bahwa surat dakwaan merupakan pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan putusan. Karenanya, penuntut umum dituntut untuk membuat surat dakwaan secara baik dan jelas. Selain itu, penuntut umum juga dituntut agar di persidangan bisa membuktikan isi dakwaanya.

“Tetap pedoman hakim adalah surat dakwaan jadi koridornya ke sana batasannya kan itu. Jaksa itu kalo dipersidangan kan membuktikan surat dakwaan,” katanya.

Ditegaskan Alexander, jaksa harus profesional dalam melakukan pembuktian di persidangan. Sebab, arah pembuktian tersebut nantinya berkaitan dengan bagaimana jaksa memeriksa saksi-saksi. Begitu pun Hakim, sebagai pemutus suatu perkara dia tentu hanya akan mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan.  

Selain kualitas surat dakwaan, Alexander juga menyoroti pentingnya koordinasi antara lembaga penegak hukum yang terkait pemberantasan korupsi. Menurut dia, koordinasi antara KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan perlu dijalin tidak hanya dalam hal penindakan, tetapi juga pencegahan.

"Di negara kita ada tiga lembaga yang melakukan pemberantasan korupsi, kalau dibiarkan tanpa koordinasi ini sama saja kita membiarkan kuda pacu berpacu pada lintasannya masing-masing, cepat atau lambat akan terjadi gesekan," papar Alexander.
Tags:

Berita Terkait