Calon Perseorangan Bisa Kehilangan Hak Politik Seumur Hidup
Utama

Calon Perseorangan Bisa Kehilangan Hak Politik Seumur Hidup

Sanksi berat itu dibuat untuk mencegah munculnya calon perseorangan fiktif atau pura-pura.

Rzk/Ali
Bacaan 2 Menit

 

Lebih ekstrem, Andi mengilustrasikan. Coba bayangkan hanya ada dua pasang calon. Satu parpol, satu lagi perorangan. Kalau satu mundur, kan tiba-tiba sisa hanya satu, tambahnya. Andi membayangkan apabila hal itu terjadi maka akan muncul calon tunggal sehingga mekanisme demokrasi pun tidak jalan. Efeknya, jadwal yang telah ditetapkan KPU bisa berantakan. Itu akan berakibat pada terganggunya tahapan pemilu, ujarnya.

 

Sanksi berat itu, jelas Andi Yuliani, memang hanya diberlakukan kepada calon perseorangan, tidak untuk calon dari parpol. Dia beralasan mekanisme penggantian calon parpol tidak sulit jika mengundurkan diri, berbeda dengan calon perseorangan. Parpol kan mudah mengganti, imbuhnya yakin.

 

UU Pemda terbaru memang menetapkan jalur yang cukup berliku bagi calon perseorangan bila ingin maju dalam pilkada. Pertama, dia harus dapat memastikan syarat minimal dukungan sesuai jumlah penduduk di daerah setempat. Selanjutnya, dukungan itu harus dibuktikan dengan surat dukungan disertai KTP atau surat keterangan tanda penduduk. Ketika sampai pada proses penetapan, KPU/KPUD harus memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.

 

Pelanggaran HAM

Sanksi menghilangkan hak politik calon perseorangan itu sontak menuai kecaman dari Komnas HAM. Nurkholis, Komisioner bidang Pemantauan, berpendapat ketentuan ini berpotensi melanggar HAM warga negara. Dia menegaskan turut berpartisipasi dalam kancah politik adalah bagian dari hak-hak pribadi orang. UU semestinya mengakomodir hak-hak pribadi orang bukannya justru menghalangi, itu jelas pelanggaran hak, tandasnya.

 

Kekhawatiran pembentuk UU, menurut Nurkholis, sangat tidak beralasan. Mau mundur atau tidak itu hak orang tidak akan membawa konsekuensi ke depan, imbuhnya. Ketentuan ini bisa dikatakan sebagai langkah mundur bagi kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Padahal, wacana yang berkembang belakangan ini justru ingin memberikan kesempatan kepada mantan narapidana untuk berpolitik.

 

Ini jelas ngawur, janganlah demi kepentingan politik melahirkan sebuah proses politik yang menghilangkan hak-hak politik seseorang, ujar Nurkholis seraya menyebutkan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 tentang hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

 

Sementara itu, pengamat Politik Fajroel Rachman mengatakan adanya ketentuan sanksi itu sebenarnya hanyalah satu dari sekian kejanggalan yang menunjukkan bahwa UU Pemda ini dibentuk secara asal-asalan. Dia bahkan menuding DPR tidak sepenuh hati memberikan peluang bagi calon perseorangan. Ini tidak fair, biasa aja kalau orang memang tidak siap ya mundur aja, tukas penggagas Gerakan Jakarta Merdeka ini.    

Tags: