Calon Panglima TNI dari AD, DPR Minta Penjelasan Presiden
Berita

Calon Panglima TNI dari AD, DPR Minta Penjelasan Presiden

Kata ‘dapat’ dalam Pasal 13 ayat (4) UU TNI tidak besifat mutlak, namun dapat dilakukan bergilir dari ketiga angkatan atau sebaliknya.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR Setya Novanto. Foto: RES
Ketua DPR Setya Novanto. Foto: RES
Presiden Joko Widodo resmi melayangkan surat penunjukan Panglima TNI terhadap Letnan Jenderal (Letjen) Gatot Nurmantyo kepada pimpinan DPR. Surat tersebut nantinya bakal ditindaklanjuti dengan melakukan rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk kemudian menugaskan Komisi I melakukan uji kelayakan dan kepatutan.

Demikian disampaikan Ketua DPR, Setya Novanto di Gedung DPR, Rabu (10/6). “Tadi malam sudah komunikasi langsung dengan presiden yaitu pergantian Panglima TNI ke Gatot Nurmantyo,” ujarnya.

Menurutnya, penunjukan nama calon Panglima TNI sudah melalui evaluasi yang dilakukan oleh presiden melalui timnya, termasuk pendalaman UU TNI yang menyatakan dapat dilakukan bergiliran dari angkatan darat, laut dan udara. Kendati demikian, hak prerogratif berada di tangan presiden. Padahal, jika dilakukan bergiliran maka Panglima TNI berikutnya adalah jatah dari angkatan udara. Namun, ia tidak mempermasalahkan pejabat Panglima TNI berasal dari kesatuan angkatan darat kembali.

Pria biasa disapa Setnov itu berharap Gatot mampu memenuhi harapan masyarakat  serta mampu berkoordinasi dengan seluruh angkatan di TNI. Lebih jauh, ia mengatakan DDR dalam waktu dekat akan menggelar rapat paripurna untuk kemudian menugaskan Komisi I melakukan uji kelayakan dan kepatutan.

Ketua MPR Zulkifli Hasan berpandangan, sosok Gatot Nurmantyo merupakan tentara yang profesional serta memiliki sejumlah prestasi. Dengan begitu, kata Zulkifli, sosok Gatot layak menempati kursi Panglima TNI.

Senada dengan Setnov, Zulkifli tidak mempersoalkan Panglima TNI berasal dari kesatuan angkatan darat. “Siapa yang diusulkan presiden, apakah dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, atau Angkatan Udara atau apakah digilir atau tidak adalah hak prerogatif presiden," ujarnya.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkompolhukam),  Tedjo Edhy Purdijatno, mengatakan keputusan Presiden Jokowi menunjuk Gatot mesti diterima. Ia memastikan tak akan terjadi gesekan antar kesatuan angkatan. Menurutnya, apapun keputusan presiden sebagai panglima tertinggi, ketiga angkatan akan loyal dan patuh terhadap presiden.

“Tidak ada istilah bergiliran, ini kan kata ‘dapat’, bisa dilakukan atau tidak. Jadi terjemahan ini, ini kewenangan presiden siapa yang dipilih. Tidak ada undang-undang yang dilanggar, dan saya yakin tidak ada polemik apapun di internal TNI,” katanya.

Dikatakan Tedjo, alasan Presiden Jokowi menunjuk Gatot lantaran ia paling senior diangkatan darat yakni lulusan tahun 1982. Selain itu, kata Tedjo, presiden memiliki pertimbangan lain yang enggan dibocorkan. “Yang pasti presiden memiliki pertimbangan  dong,” ujarnya.

Ketua Komisi I Maffudz Siddiq mengaku memahami Pasal 13 ayat (4) UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI tidak mesti kaku. Menurutnya, kata ‘dapat’ dalam ayat (4) tidak bersifat mutlak. Namun, presiden tentunya memiliki pertimbangan khusus, apakah akan melakukan rotasi antar angkatan atau tidak.

Kendati demikian, Presiden Jokowi nantinya mesti menjelaskan alasan dan pertimbangan menunjuk calon Panglima TNI dari kesatuan angkatan darat. Menurutnya, meski menjadi hak prerogratif presiden, DPR memiliki kewenangan menolak jika tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I.

“Kalau presiden sekarang mengirim nama KASAD dan berarti tidak bergilir, biar presiden yang menjelaskan. Kami DPR ya tidak mengerti apa alasannya sehingga kita juga tidak ingin memberi penilaian,” kata politisi PKS itu.

Anggota Komisi I TB Hasanuddin mengatakan, penunjukan Gatot sebagai pengganti Jenderal Moeldoko dari jabatan Panglima TNI setelah dilakukan proses yang cukup panjang. Presiden, kata TB Hasanudin, tentunya tidak asal sembarang menujuk calon menempati jabatan strategis di TNI. Malahan, Presiden Jokowi dipastikan sudah memperhitungkan berbagai aspek politik dan berbagai resikonya.

“Apapun keputusan presiden kami menghormatinya, karena presidenlah pemilik hak prerogratif,” pungkas politisi PDIP itu.
Tags:

Berita Terkait