Calon Komentari Putusan Hakim Agung
Calon Hakim Agung

Calon Komentari Putusan Hakim Agung

Putusan PK terpidana korupsi itu cacat formil.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Calon Komentari Putusan Hakim Agung
Hukumonline

Ragam penilaian tidak setuju akan putusan Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan terus mengalir. Bahkan putusan ini dijadikan bahan pertanyaan anggota Komisi III DPR untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan calon hakim agung.

Akan pertanyaan itu, calon hakim agung mulai Sudrajad Dimyati, Hartono Abdul Murad, Manahan Sitompul, dan Fal Arof Windiani berpendapat sama. Putusan PK itu cacat formil.

Sudrajad misalnya. Ia berpendapat berdasarkan prosedur formal terdapat dua pihak yang dapat mengajukan upaya PK. Yaitu terdakwa, dan kedua adalah pihak ahli waris. Ahli waris dapat mengajukan upaya PK sepanjang terpidana telah meninggal dunia.Sebaliknya, dalam kasus Sujiono Timan belum ada keterangan yang menunjukan terpidana telah meninggal dunia.

Artinya, pihak yang dapat mengajukan upaya PK adalah Sudjiono secara pribadi. Menurutnya aturan tersebut merujuk pada Pasal 263 ayat (1) KUHAP.

“Namun, dalam kondisi terdakwa masih hidup, PK tak bisa diajukan oleh ahli warisnya dalam kasus ini istri yang didampingi dengan pengacaranya, karena memang belum jadi haknya. Kecuali kalau Sudjiono dinyatakan hilang di kecelakaan atau dianggap meninggal, maka baru dianggap PK istrinya ini. Formalnya demikian, kalau materinya saya belum tahu,” ujar Sudrajad, Rabu (18/9).

Calon hakim agung lain, Bambang Edi Sutanto Soedewo menambahkan pengajuan PK oleh istri Sujdiono Timan tak dapat dibenarkan. Lantaran Sudjiono buron dan tidak diketahui keberadaanya. Bahkan, belum adanya kepastian apakah Sudjiono masih hidup atau tidak. “Oleh karena itu istri yang mengajukan PK tidak dibenarkan secara hukum,” ujarnya.

Bambang yang menjabat Wakil Ketua Pengadilan Tinggi TUN Surabaya itu menambahkan sepanjang Sudjiono masih hidup, istri bukanlah ahli waris. Hukum formil mengatur jelas dan tak perlu ditafsirkan. Ia berpendapat telah terjadi kesalahan pemeriksaan terhadap PK Sudjiono Timan di MA. “Kenyataan yang terjadi putusan PK adalah kesalahan nyata, adalah ironis karena buron. Dan lebih ironis MA menerima dan membebaskan terpidana,” ujarnya.

Calon lain, Hartono Abdul Murad menilai persyaratan formil dalam pengajuan PK sudah tertera jelas dan gamblang dalam KUHAP. Makanya, kata Hartono, sepanjang terpidana masih hidup, ahli waris tak berhak mengajukan upaya PK.

Kendati begitu, ia enggan menanggapi lebih jauh soal putusan PK. “Kalau tidak sesuai hukum formil,yaputusan itu batal. Apalagi tidak sesuai dengan hukum acara,” ujar hakim Pengadilan Tinggi Denpasar itu.

Manahan MP Sitompul, hakim Pengadilan Tinggi Medan berpendapat semestinya sepanjang PK diajukan tidak memenuhi persyaratan formil maka tidak diperbolehkan secara hukum. Kalaupun terjadi, Manahan berpendapat karena ada kelemahan dari segi administratif dan hukum acara.

MenurutFal Arofah Windiani putusan PK Sujiono Timan dinilai cacat secara hukum formil. Menurutnya sepanjang Sudjiono Timan masih hidup, tidak ada hak ahli waris maupun istri mengajukan PK. Ia menyarankan agar diperlukan sistem hukum yang progresif, sehingga hakim tidak lagi menjadi coorong undang-undang. “Maka dari itu perlu sistem hukum yang progresif,” ujar Kepala Program Studi Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Jakarta itu.

Sebagaimana diketahui, MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Sudjiono Timan. Putusan ini sekaligus menganulir vonis terpidana korupsi sebesar Rp396 miliar itu di tingkat kasasi yang divonis 15 tahun dan denda Rp50 juta.  

Perkara ini diputus oleh majelis PK yang diketuai Hakim Agung Suhadi dengan anggota Sophian Marthabaya, Andi Samsan Nganro, Sri Murwahyuni, Abdul Latief. Putusan perkara ini diketok pada 13 Juli 2013.

Tags:

Berita Terkait