Calon Kepala Daerah Tak Dapat Diajukan Terpisah
Berita

Calon Kepala Daerah Tak Dapat Diajukan Terpisah

Dalil permohonan a quo tak berdasar dan tak beralasan hukum.

ASh
Bacaan 2 Menit
Calon kepela daerah tak dapat diajukan <br> terpisah. Foto: Sgp.
Calon kepela daerah tak dapat diajukan <br> terpisah. Foto: Sgp.

Akhirnya, polemik boleh-tidaknya calon Bupati Tolitoli, Sulawesi Tengah Aziz Bestari untuk mengikuti Pemilukada Kabupaten Tolitoli tahun 2010 terjawab. Setelah majelis hakim konstitusi yang dipimpin Mahfud MD menolak permohonan Azis Bestari yang mengajukan judicial review atas UU No 12 Tahun 2008 tentang Perubahan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Senin (19/7). 

 

Seperti diketahui, soal boleh-tidaknya Bestari mengikuti Pemilukada Kabupaten Tolitoli sempat menjadi polemik setelah pasangannya Amiruddin H. Nia meninggal dunia.
KPU Pusat menggugurkan pencalonan Aziz sebagai calon bupati, setelah sebelumnya menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 320/KPU/V/2010, yang menyatakan Azis Bestari tetap sah mengikuti Pemilukada Tolitoli, meski tanpa pasangannya.

 

Tetapi kemudian keputusan tersebut dianulir oleh KPU Pusat sendiri melalui SK Nomor 324/KPU/V/2010 yang terbit tanggal 29 Mei 2010. Dalam surat kedua ini, KPU memutuskan untuk menggugurkan keikutsertaan Azis Bestari sebagai calon Bupati Tolitoli.

 

Lalu, Bestari mengajukan uji materi atas Pasal 63 ayat (2) UU Pemda yang dianggap mengakibatkan pencalonan Bestari sebagai calon Bupati Tolitoli terganjal. Ketentuan itu dinilai bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2), UUD 1945. Pasal 63 ayat (2) itu dinilai diskriminatif dan melanggar kepastian hukum yang adil.                                  

 

Pasal 63 ayat (2) UU No 32 Tahun 2004 menyatakan “dalam hal salah satu atau pasangan calon meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat dua pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil dilanjutkan dan pasangan calon yang meninggal dunia tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur”.

 

Atas permohonan itu, Mahkamah menilai menurut penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU Pemda pasangan calon adalah calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah secara berpasangan sebagai satu kesatuan. Karenanya, yang dapat diajukan sebagai calon kepala daerah dan wakil daerah pasangan secara bersama-sama dalam bentuk paket pasangan calon. Dengan kata lain, calon kepala daerah dan atau wakilnya tak dapat diajukan secara sendiri-sendiri.      

 

Menurut Mahkamah, meninggalnya salah satu pasangan calon yang menyebabkan pasangan lain tak bisa mengikuti Pemilukada adalah takdir Tuhan yang tak dapat diprediksi oleh manusia. Itu berlaku untuk pasangan manapun sesuai dengan kehendak-Nya. Tak ada perlakuan berbeda atas setiap orang atau kelompok dan tak ada perbedaan tafsir yang menimbulkan pelanggaran atas prinsip kepastian hukum yang adil dengan berlakunya Pasal 63 ayat (2) itu.

 

“Pasal 63 ayat (2) UU a quo tak bertentangan Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, sehingga menurut Mahkamah adanya pelanggaran hak konstitusional sesuai Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tak beralasan hukum,” kata hakim konstitusi, Maria Farida Indrati, dalam kesimpulan pertimbangan hukumnya.        

 

Selain itu, hak atas pengakuan, jaminan perlindungan perlakuan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, red) tidak berhubungan langsung dengan kesempatan menduduki jabatan publik atau hak turut serta dalam pemerintahan.

 

Tetapi, lebih pada konteks due process of law dalam negara hukum yang demokratis. Artinya, permohonan baru dapat dipertimbangkan untuk diterima jika dalam rangka due process of law terhadap norma UU yang menyebabkan pemohon tak memperoleh kepastian hukum yang adil dan diperlakukan berbeda dengan warga negara lain yang berstatus sama.

 

Jika frase, …dan pasangan calon yang meninggal dunia tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur, dianggap tak memiliki kekuatan mengikat, menurut Mahkamah justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, Pasal 63 ayat (2) itu sangat berkaitan dengan pasal lain yang mengatur pasangan calon dalam Pemilukada.

 

Selain itu, Pasal 63 ayat (2) tak mengurangi hak konstitusional pemohon untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Sebab, kesempatan itu sudah diberikan, tetapi pasangan calon meninggal dunia, maka pasangan calon sebagai satu kesatuan digugurkan. Pasal 63 ayat (2) masih dalam lingkup kebijakan legislasi yang tak bertentangan dengan norma konstitusi.

 

“Dengan demikian, menurut Mahkamah dalil permohonan a quo tak berdasar dan tak beralasan hukum,” ujar Mahfud membacakan kesimpulan.

Tags: