Calon Hakim Agung Ini Bicara Koruptor dan Narkoba
Berita

Calon Hakim Agung Ini Bicara Koruptor dan Narkoba

Dalam dua hari ini, delapan CHA telah menjalani seleksi wawancara terbuka.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Salah satu calon saat menjalani wawancara terbuka seleksi CHA 2017/2018 di Gedung KY, Senin (14/5). Foto: AID
Salah satu calon saat menjalani wawancara terbuka seleksi CHA 2017/2018 di Gedung KY, Senin (14/5). Foto: AID

Hari kedua seleksi wawancara calon hakim agung (CHA) kembali digelar di Gedung Komisi Yudisial (KY). Kini giliran empat calon lain yakni Bambang Krisnawan dan Syamsul Bahri dari Kamar Pidana; dan Pri Pambudi Teguh dan Yulman dari Kamar Perdata. Saat salah satu panelis Prof Bagir Manan menanyakan ke Syamsul Bahri mengenai gagasan memiskinkan koruptor dan dikaitkan dengan wawasan kebangsaan.

 

Syamsul Bahri langsung setuju dan mengusulkan agar koruptor dipailitkan atau dimiskinkan. Sebab, saat ini koruptor yang masuk penjara, keluarganya masih bisa hidup mewah.

 

“Ini membuat koruptor tidak jera, dan ketika keluar dari jeruji tahanan ia tetap melakukan tindak pidana korupsi dan tidak berubah sama sekali. Saya setuju koruptor dimiskinkan,” kata Syamsul saat menjalani wawancara terbuka dalam seleksi CHA periode II 2017/2018 di Gedung KY, Jakarta, Selasa (15/5/2018).

 

Bagir menjelaskan maksud memiskinkan disini bukan berarti mengambil semua harta atau tidak mengambil semua jeri payah koruptor yang dilakukan secara halal. Tapi, jika si koruptor terbukti melakukan tindak pidana korpsi, maka aset hasil korupsi itu yang harus diambil oleh negara. “Bukan serta merta mematikan semua hak keperdataanya,” ujar Bagir meluruskan.

 

Hal lain, Syamsul juga mengusulkan agar koruptor memiliki penjara tersendiri di pulau terluar agar merasa takut dan menimbulkan efek jera. Menurutnya, para koruptor yang dipenjara di Lapas Sukamiskin Bandung terlampau nyaman. “Pemidanaan perkara korupsi seharusnya diperberat. Sebab, berdasarkan penelitian ICW masih banyak yang divonis ringan hanya 2,5 tahun penjara,” kata Syamsul.

 

Sejak kemarin, proses seleksi wawancara CHA yang berlangsung, Senin-Selasa (14-15/5) ini dilakukan oleh Anggota KY dan Panel Ahli yang terdiri dari mantan hakim agung, pakar dan/atau negarawan. Tim Panel Ahli yang terlibat dalam wawancara kali ini yaitu, Bagir Manan dari unsur pakar/negarawan dan mantan hakim agung yakni Ahmad Kamil (Agama), Iskandar Kamil (Militer), Soeharto (Pidana) dan Mohammad Saleh (Perdata).

 

Saat ditanya Komisioner KY Farid Wajdi bagaimana pandangan mengenai kasus narkoba terkait pengedar narkoba, Syamsul berpandangan bahwa narkoba merupakan kejahatan terorganisir dan merusak bangsa. Dia berpendapat hukuman mati boleh dijatuhkan dalam perkara narkoba khususnya bagi pengedar narkoba dalam jumlah besar. “Agar hukuman mati menimbulkan efek jera bagi pelakunya,” lanjut Syamsul.  

 

Sementara bagi pengguna narkoba atau penyalahgunaan narkoba cukup dilakukan rehabilitasi saja selain hukuman penjara. “UU Narkotika dan aturan turunnya sudah mengatur hukuman/tindakan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkoba karena ia termasuk korban.”

 

Syamsul mengaku pernah mengadili perkara penyalahgunaan narkoba dengan menjatuhkan putusan rehabilitasi. “Saya tidak menggunakan Pasal 111 atau Pasal 112 UU Narkotika yang biasa digunakan oleh penyidik. Tapi menggunakan Pasal 127 UU Narkotika untuk menjatuhi hukuman rehabilitasi,” katanya. (Baca Juga: Pandangan Calon Hakim Agung atas Keterlibatan KY dalam Promosi Hakim)

 

Makna kredibilitas

Sementara calon lainnya, Yulman mendapati pertanyaan soal makna kredibilitas lembaga peradilan. Menurutnya, kredibilitas itu adalah dapat dipercaya. "Kredibilitas itu maknanya bagaimana bisa dipercaya dan melalui sebuah proses," ujar Yulman saat dimintai pandangannya tentang misi Mahkamah Agung (MA) dalam meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.


Yulman berpendapat MA sudah berupaya untuk meningkatkan kualitas peradilan, sehingga memberi kesan kredibel di hadapan pencari keadilan. Menurutnya, upaya meningkatkan kualitas peradilan untuk memberi kesan kredibel tidak cukup. Sebab, kredibilitas juga terlihat dari bagaimana (pribadi) aparat peradilan itu sendiri bersikap dan bertindak.


"Kredibilitas juga dilihat bagaimana kita bersikap, sangat memperhatikan perilaku dan pelayanan yang harus diberikan kepada pencari keadilan itu sangat menentukan kredibelnya sebuah lembaga peradilan," jelas Yulman.

 

Sebelumnya, pada Senin (14/5) kemarin, Komisioner KY dan Tim Panelis telah mewawancarai Abdul Manaf, Cholidul Azhar dan Imron Rosyadi dari Kamar Agama dan Tama Ulinta Br. Tarigan dari Kamar Militer.

Tags:

Berita Terkait