Calon Hakim Agung Akui Terima Pemberian Sesudah Memutus Perkara
Utama

Calon Hakim Agung Akui Terima Pemberian Sesudah Memutus Perkara

Salah seorang calon hakim agung mengaku sering menerima hadiah setelah memutus perkara. Sementara, calon lain dilaporkan sebagai hakim bertarif tinggi oleh koleganya sesama hakim.

Nay
Bacaan 2 Menit

 

Ditanya lagi oleh Yusuf, apakah akan tetap berada di wilayah abu-abu, ia menjawab: "Kalau memang bisa, ya, betul. Kami tidak akan minta, tapi kalau diberi bersyukur".

 

Selain menjadi hakim selama lebih dari 40 tahun, Risardi adalah mantan wasit nasional  sepakbola. Status Risardi sebagai hakim di meja hijau sekaligus wasit di lapangan hijau, tak pelak mengundang banyak pertanyaan dari anggota dewan. Menurut Risardi, menjadi hakim maupun wasit sama-sama banyak tidak enaknya, karena banyak yang tidak puas dengan keputusan yang dibuat. Sebagai wasit, ia pernah mengalami ditendang oleh pemain.

 

Risardi kemudian bercerita panjang lebar dengan penuh semangat soal pengalamannya memimpin pertandingan Niac Mitra lawan Bintang Timur di Galatama yang pertama. Pimpinan Sidang, Teras Narang, terpaksa menyetop cerita Risardi. "Pak Risardi, jangan bernostalgia, pertanyaan masih banyak, waktu anda hanya 15 menit," Teras mengingatkan. 

 

Calon hakim lain, R. Imam Harjadi, Ketua PT Tanjung Karang mendapat pertanyaan akibat adanya pengaduan dari rekannya sesama hakim. Ketika bertanya, Tahir Saimima menyatakan bahwa Komisi II menerima surat pengaduan dari Denianus, mantan hakim anggota Imam. "Surat dari Denianus, maupun info dari teman-teman pengacara di Semarang, bapak termasuk hakim yang bertarif tinggi," kata Saimima.

 

Sayangnya, meski Saimima mengajukan pertanyaannya dalam forum terbuka, Teras Narang meminta Imam menjawab pertanyaan itu dalam klarifikasi tertutup dengan beberapa anggota Komisi II. Menurutnya, mekanisme Komisi II menetapkan untuk klarifikasi yang menyangkut seseorang dilakukan secara tertutup.

 

Dalam kesempatan itu, juga  ada pertanyaan mengenai gelar doktoral Imam dari Universitas Airlangga (Unair) yang ia peroleh lima tahun setelah lulus SMA. Imam menjawab bahwa saat ia kuliah di Unair, ada 4 tahapan, dan doktoral lengkap adalah setara dengan sarjana lengkap.

 

Tapi, keterangan Imam ini dibantah oleh JE Sahetapy. Guru Besar FH Unair menyatakan apa yang dikatakan oleh Imam itu tidak betul dan menyesatkan. Ia kemudian  menanyakan apakah Imam pernah mendapat mata kuliah filsafat hukum. Imam menjawab bahwa ia tidak pernah mendapat mata kuliah tersebut karena hanya merupakan mata kuliah pilihan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: