Butuh Regulasi Agar Penyandang Tunanetra Mudah Akses ke Perbankan
Berita

Butuh Regulasi Agar Penyandang Tunanetra Mudah Akses ke Perbankan

Internal OJK segera berkoordinasi membicarakan format yang pas untuk mengakomodir hak para penyandang disabalitas, terutama tunanetra.

NNP
Bacaan 2 Menit
Logo PERTUNI. Foto: http://pertuni.idp-europe.org
Logo PERTUNI. Foto: http://pertuni.idp-europe.org
Setidaknya terdapat 3,75 juta penyandang tunanetra se-Indonesia. Ironisnya, mayoritas dari mereka kabarnya masih sulit dalam mengakses layanan perbankan. Berbagai penolakan maupun diskriminasi pelayanan bahkan masih kerap dirasakan penyandang tunanetra hingga saat ini.

“Sampai saat ini akses ke bank, di bank yang sama di cabang ini boleh, di cabang lain menolak. Itu kami rasakan,” ujar Ketua Umum DPP Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), Aria Indrawati di Jakarta, Kamis (1/12).

Kata Aria, mayoritas perbankan sekalipun bank buku empat ternyata tidak memberikan pelayanan prima buat penyandang tunanetra. Padahal Pasal 18 dan Pasal 19 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas tegas menyatakan penyandang disabilitas, termasuk tunanetra punya hak aksesibilitas dan hak pelayanan publik dalam pemanfaatan pelayanan publik secara optimal, wajar, bermartabat dan tanpa diskriminasi. (Baca Juga: Sulitnya Akses Perbankan Bagi Penyandang Tunanetra)

Sejauh ini, alasannya penolakan yang dikatakan pihak perbankan beragam. Ada yang melihat alasan keamanan bagi tunanetra yang membuka rekening. Dimana menurut bank, tandatangan penyandang tunanetra sering tidak identik padahal tandatangan menjadi kunci untuk menyamakan identitas. Cukup disayangkan, pihak bank sering tidak memberikan jalan keluar. Selain itu, Aria bahkan sempat mendapati kalau bank menolak penyandang tunanetra untuk membuka rekening karena para tunanetra dianggap tidak cakap hukum.

“Padahal menurut KUH Perdata, yang termasuk kategori tidak cakap hukum itu adalah anak di bawah umur dan orang yang sedang di bawah pengampuan. Mereka pakai KUH Perdata mana? Di seluruh dunia tidak ada. Itu sudah kita sampaikan pada OJK (Otoritas Jasa Keuangan), mudah-mudahan segera ada perbaikan,” kritiknya.

Dikatakan Aria, DPP Pertuni secara resmi sudah menyampaikan masalah tersebut kepada OJK. Usulan tersebut juga telah diterima oleh pihak OJK. Poin yang coba disampaikan DPP Pertuni intinya ingin menunjukkan bahwa penyandang tunanetra masih sulit mengakses perbankan. Dalam suratnya itu, DPP Pertuni juga menyampaikan berbagai pandangan dari perbankan mengenai alasan kenapa bank seringkali tidak melayani para tunanetra. (Baca Juga: Lindungi Penyandang Cacat dalam Layanan Perbankan)

Aria mengakui bahwa pendekatan kepada regulator tidaklah mudah. Jauh sebelum saat ini, tepatnya sejak tahun 2015 DPP Pertuni sudah coba menyurati OJK. Sayangnya, saat itu belum ada respon siginifikan dari OJK. Bahkan, kata Aria, jauh sebelum OJK terbentuk, persoalan ini sudah disuarakan ke Bank Indonesia (BI) namun tidak membuahkan hasil.

“Kami bertemu OJK, bicara sama mereka. Minta guideline. Lalu bicara dengan bank, kami petakan ketakutan mereka apa, kesulitan mereka apa lalu kami sampaikan kepada OJK. Saat pertama kali mengatakan itu kepada OJK juga tidak mudah, tapi kini prosesnya lebih smooth,” kata Aria.

Di tempat yang sama, Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas VM Tarihoran mengakui bahwa masih ada bank yang belum mempunyai persamaan persepsi dalam memberikan pelayanan kepada penyandang tunanetra. Ada sebagian bank yang menerima permohonan pembukaan rekening, ada pula sebagian yang meminta persyaratan tambahan khusus untuk permohonan bagi penyandang tunanetra.

“Kita mendorong bank-bank supaya akses mereka (penyandang disabilitas atau tunanetra) terutama channel pelayanannya, ATM dan sebagainya untuk tunanetra juga diperhatikan. Saya pernah lihat di luar negeri ada mesin yang dia sudah pakai voice. Begitu mencet tombol, itu ada suaranya. Tinggal sekarang bisa merata di semua tempat,” kata Horas.

Sejauh ini, OJK memang belum mempunyai instrumen pemaksa buat para bank dalam memberikan pelayanan buat penyandang disabilitas terutama tunanetra. Kata Horas, OJK saat ini menyerahkan kebijakan buat penyandang disabilitas kepada masing-masing bank (Pelaku Usaha Jasa Keuangan/PUJK) itu sendiri untuk berimprovisasi.

Namun, ke depan OJK sepakat perlu ada regulasi yang bisa menjadi payung hukum buat penyandang disablitas termasuk tunanetra agar mendapat jaminan pelayanan dan akses kepada perbankan dari regulasi yang diterbitkan. Kata Horas, pihaknya, bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen (EPK) OJK juga sudah meminta bidang terkait yakni pengaturan dan pengawasan perbankan untuk mulai membahas kendala ini dengan industri perbankan.

“Ada bank yang boleh tapi mereka minta pakai surat kuasa, mereka ngga mau, mereka mau mandiri. Yang namanya rekening itukan rahasia, itu dianggap merendahkan diri mereka. Silahkan bank berimprovisasi, ada yang pakai sidik jari, pakai foto sebagai bukti pelengkap walaupun tanda tangan berbeda tetapi ada tiga bukti lainnya ya ngga masalah,” paparnya.

Hadir juga di acara yang sama, VP Customer Insight Divisi Management Product Consumer (PDM) BNI, Egos Mahar memastikan bahwa perbankan terutama bank BNI memberikan pelayanan yang sama termasuk dengan penyandang tunanetra. Saat nasabah datang ke bank, ia memastikan pelayan bank akan membantu segala hal yang dibutuhkan nasabah.

“Pasti dibantu petugas kita, apalagi ketika melihat ada keterbatasan,” katanya.

Meski begitu, BNI mengakui bahwa belum memiliki pelayanan yang ramah buat tunanetra. Saat ini, bank BNI baru memiki mesin ATM yang ramah buat penyandang disablitas selain tunanetra. Mesin ATM tersebut memiliki jalan akses menuju galeri ATM disiapkan agar dapat dilalui kursi roda. Pintu masuk ke lokasi ATM adalah pintu otomatis. Lantai di bawah mesin ATM menggunakan lantai besi agar tidak licin saat dilalui kursi rodadan mesin ATM didesain lebih rendah dibandingkan ATM pada umumnya.

Catatan hukumonline, ATM yang ramah buat penyandang tunanetra sudah dimiliki sejumlah perbankan, sebutlah mesin ATM milik bank BCA yang memiliki layanan wicara dilengkapi headset yang berisi instruksi melakukan transaksi perbankan. Pada saat kartu ATM dimasukkan, layar ATM tidak menampilkan apapun, itu untuk mengantisipasi tindakan orang yang tidak bertanggungjawab di belakang penyandang tunatera yang sedang melakukan transaksi keuangan. “Kita siap bantu tanpa lihat kondisi nasabah,” katanya.
Tags:

Berita Terkait