Butuh Komitmen Terapkan Pasal 19 UU Bantuan Hukum
Utama

Butuh Komitmen Terapkan Pasal 19 UU Bantuan Hukum

Sebelum UU Bantuan Hukum lahir, sudah ada beberapa daerah yang menerapkan.

Mys
Bacaan 2 Menit
Wicipto Setiadi (kiri) Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Foto: Sgp
Wicipto Setiadi (kiri) Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Foto: Sgp

Alokasi anggaran bantuan hukum dalam APBD tidak bersifat wajib. Pemerintah memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengatur alokasi dana bantuan hukum seraya tetap berusaha menjamin dana bantuan hukum dalam APBN menyentuh pencari keadilan di daerah terpencil.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Wicipto Setiadi mengatakan, sesuai amanat  UU No. 16 Tahun 2011tentang Bantuan Hukum (UU Bankum), pemerintah daerah tidak dibebani kewajiban menyediakan anggaran bantuan hukum. “Pasal 19 menggunakan kata ‘dapat’, sehingga bisa ya bisa tidak” ujarnya.

Jika hendak mengalokasikan dana bantuan hukum dalam APBD, maka pemerintah daerah dan DPRD harus mengaturnya dalam Peraturan Daerah (Perda). Namun Wicipto mengingatkan bahwa prinsipnya UU Bantuan Hukum diarahkan untuk membuka akses bantuan hukum seluas-luasnya kepada masyarakat miskin pencari keadilan.

Untuk itu, komitmen daerah sangat penting untuk mengimplementasikan alokasi dana bantuan hukum dalam APBD sebagaimana amanat pasal 19 UU Bankum.

Beberapa daerah tercatat pernah mengalokasikan anggaran bantuan hukum. Misalnya di Sumatera Selatan sejak 2009. Tahun 2012 ini Sumsel menganggarkan 7,4 miliar rupiah dana bantuan hukum. Kota Palembang juga punya PeraturanWalikota tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum Kepada Penduduk Tidak Mampu dalam Kota Palembang. Peraturan Walikota Makassar No. 63 Tahun 2009 juga memberikan bantuan hukum gratis kepada warga miskin.

Reydonnizar Moenek, Kepala Pusat Informasi Kementerian Dalam Negeri, sepakat jika bantuan hukum untuk orang miskin dianggarkan oleh negara. Itu sejalan dengan amanat konstitusi, bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. “Prinsipnya, Kementerian Dalam Negeri mendukung memberian bantuan hukum kepada masyarakat miskin,” ujarnya. Namun penganggaran di level negara tak selalu sama dengan daerah.

Kalau dana bantuan hukum wajib dianggarkan dalam APBD maka sesuai aturan wajib ada SKPD (Satuan Kerja Pemerintahan Daerah) yang menjalankan, misalnya Dinas Bantuan Hukum. Konsekuensi lainnya adalah bantuan hukum harus dibuat dalam bentuk program.

Pertanyaan yang harus dijawab, kata Donny, apakah bantuan hukum itu urusan wajib atau urusan pilihan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007, ada 31 urusan yang dibagi bersama Pusat dan Daerah, dan hukum tidak termasuk di dalamnya. Urusan yustisi tetap menjadi kewenangan Pusat.

Kalaupun daerah memberikan bantuan hukum, bentuknya adalah hibah dan bantuan sosial. Tetapi, Donny mengingatkan, sesuai aturan Permendagri No. 32 Tahun 2011, hibah dan bantuan sosial baru bisa diberikan setelah memprioritaskan urusan wajib daerah. Selain itu, tidak boleh terus menerus setiap tahun dianggarkan.

Hambatan-hambatan itulah yang secara administratif bisa menghalangi alokasi dana bantuan hukum di daerah. Komitmen kepala daerah sangat menentukan penganggaran dana bantuan hukum di daerah.

Tags: