Butuh Aturan Lebih Detil, Parate Eksekusi Bermanfaat dalam Sistem Jaminan
Berita

Butuh Aturan Lebih Detil, Parate Eksekusi Bermanfaat dalam Sistem Jaminan

Perusahaan pembiayaan bertanggung jawab penuh atas dampak yang ditimbulkan kerjasama dengan pihak ketiga.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perjanjian antara debitor dan kreditor. Ilustrator: HGW
Ilustrasi perjanjian antara debitor dan kreditor. Ilustrator: HGW

Merasa dirugikan karena perusahaan pembiayaan menarik kendaraan, dua orang warga negara, yakni Apriliani Dewi dan Suri Agung Prabowo, mempersoalkan UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ke Mahkamah Konstitusi. Keduanya terutama mempermasalahkan rumusan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Jaminan Fidusia lantaran dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Pemerintah berusaha menyangkal argumentasi yang didalilkan pemohon. Dua ahli yang dihadirkan Pemerintah, pengacara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Akhmad Budi Cahyono, dan pengajar Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Aria Suyudi, mengungkapkan pentingnya UU Fidusia dalam sistem jaminan kebendaan nasional.

Akhmad Budi Cahyono mengatakan Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Jaminan Fidusia merupakan pasal yang membuat jaminan kebendaan dalam hal ini jaminan fidusia memiliki kekhususan dibandingkan jaminan lainnya untuk mengikat kreditor dan debitor. Jaminan fidusia merupakan sebuah jaminan khusus kebendaan yang mengikat antara kreditor dan debitor sejak zaman Belanda, dan memberikan kepada penerima jaminan (kreditor) suatu keutamaan (preferen). Hak khusus yang diterima kreditor jaminan fidusia sudah diatur dalam Pasal 1131-1132 BW atau KUH Perdata.

Ia menjelaskan salah satu karakteristik sebuah jaminan khusus kebendaan adalah mudah dalam pelaksanaan eksekusinya. “Debitor telah mengikatkan diri dengan kreditor untuk memberikan jaminan secara khusus kepada kreditor berupa benda yang dimiliki debitor guna menjamin kewajiban debitor sesuai dengan perjanjian pokoknya jika debitor wanprestasi,” kata Akhmad dalam keterangannya sebagai ahli di sidang MK pada Senin (13/5) lalu.

(Baca juga: UU Jaminan Fidusia Perlu Direvisi Sesuai Zamannya).

Akhmad Budi Cahyono dan Aria Suyudi berpendapat kemudahan eksekusi penting diatur dan dijalankan. Tujuannya menarik kreditor untuk memberikan dananya dalam bentuk pinjaman agar memberikan keyakinan dan kepastian hukum bagi kreditor bahwa debitor akan memenuhi kewajiban. Tanpa adanya kemudahan ini, kreditor enggan memberikan dana dalam bentuk pinjaman kepada debitor.

Selain itu, objek jaminan fidusia umumnya adalah benda bergerak yang nilainya tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan benda tetap. Nilai yang tidak terlalu tinggi tersebut jangan sampai kreditor dirugikan disebabkan biaya untuk melakukan eksekusi saat debitor wanprestasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai bendanya.

Menurut Aria, UU Jaminan Fidusia memberikan kemudahan bagi kreditor untuk melakukan eksekusi jika debitor cidera janji. Bila terjadi cidera janji, berdasarkan Pasal 15 ayat (3) uu Jaminan Fidusia, kreditor diperkenankan atas kekuasaannya sendiri untuk melakukan penjualan atas benda jaminan. “Ini dapat pahami karena benda bergerak memiliki sifat yang mudah dipindah tangankan dan mudah dipisah atau ganti,” ujarnya.

Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Jaminan Fidusia menegaskan sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika debitor cidera janji, penerima fidusia mempunya hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Rumusan itulah. Jika dihubungkan dengan Pasal 29 ayat (1) UU Jaminan Fidusia yang mempermudah titel eksekutorial.  Jika debitor tidak mau menyerahkan objek jaminan yang berada di bawah penguasaannya secara sukarela dalam rangka eksekusi, maka kreditor dapat melakukan upaya paksa melalui pelaksanaan titel eksekutorial. “Dengan melakukan permohonan eksekusi ke pengadilan,” ujar Akhmad.

Akhmad mengungkapkan kemudahan eksekusi jaminan fidusia selain terdapat di titel eksekutorial pada Pasal 15 ayat (2) juga terdapat di parate eksekusi sebagaimana diatur Pasal 15 ayat (3) UU Jaminan Fidusia junto Pasal 29 ayat (1) huruf b dan huruf c UU Jaminan Fidusia. Berbeda dengan titel eksekutorial, parate eksekusi dilakukan tanpa bantuan pengadilan dengan cara melalui pelelangan umum dan penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan pemberi serta penerima fidusia.

Meskipun mekanisme parate eksekusi tidak bisa memasukan upaya paksa dalam bentuk permohonan eksekusi melalui pengadilan, namun demikian parate eksekusi tetap memiliki arti yang penting bagi kreditor apabila benda yang dijadikan jaminan adalah benda bergerak tidak berwujud seperti saham dan piutang lainnya yang tidak diperlukan penyerahan secara fisik bendanya dalam rangka melakukan eksekusi. “Mekanisme ini tentunya akan memangkas waktu dan biaya eksekusi,” ujarnya.

Aria Suyudi berpandangan pada prinsipnya jaminan fidusia merupakan jaminan kebendaan yang diberikan kepada kreditor sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Pada jaminan kebendaan benda bergerak yang bersifat non-possessory (tanpa penguasaan) jaminan fidusia pada sistem hukum Indonesia didasarkan kepada konsep bahwa kepemilikan atas benda bergerak tertentu yang dijaminkan debitor telah dialihkan secara kepercayaan kepada kreditor. Debitor tetap diperbolehkan untuk menguasai dan menggunakan benda bergerak tersebut untuk keperluannya.

Terkait dengan eksekusi pada jaminan fidusia, Aria menambahkan eksekusi tanpa melalui pengadilan merupakan praktek terbaik di dunia internasional. Salah satu contohnya di Australia eksekusi jaminan bisa dilakukan serta merta oleh kreditor atau wakilnya, pada Pasal 123  Personal Property Security Act 2009 mengatur bahwa kreditor diperkenankan untuk menyita jaminan, dengan cara yang diperbolehkan oleh undang-undang, jika debitor cidera janji dalam perjanjian penjaminan. Penarikan jaminan dapat dilakukan serta merta oleh kreditor atau wakilnya.

"Mayoritas penarikan benda jaminan dilakukan oleh lembaga jasa penagihan utang (debt collector). Industri penagihan utang sendiri diatur oleh pemerintah. Beberapa negara bagian memiliki regulasi khusus tentang tenaga jasa penagihan utang ini dan memberlakukan sertifikasi terhadap profesi tersebut," ungkapnya.

Di Amerika Serikat, Buku 9 Pasal 609 Universal Commercial Code (UCC) mengatur bahwa pemegang hak jaminan dapat melakukan penarikan jaminan melalui proses peradilan atau tanpa proses peradilan jika dilakukan tanpa mengganggu kedamaian (without breach of peace).

(Baca juga: Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Jika Debitur Wanprestasi).

Lebih lanjut Aria menjelaskan, berdasarkan Survei Easy of Doing Business (EoDB) 2019 diketahui dari 133 negara yang di survei memiliki ketentuan dalam sistem jaminan benda bergerak memungkinkan dapat dilakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan jika debitor wanprestasi. “Jumlah ini meningkat 30 persen dari survei EoDB tahun 2010, yang ketika itu mencatat hanya 100 negara yang diketahui memiliki ketentuan eksekusi tanpa melalui pengadilan," imbuhnya.

Aria menambahkan peningkatan 133 negara ini menunjukkan bahwa seluruh dunia bergerak ke arah penyederhanaan eksekusi jaminan benda bergerak dengan tidak melalui pengadilan, untuk memastikan pelaksanaan hak yang cepat, sederhana dan berbiaya ringan.

Aria menyimpulkan bahwa parate eksekusi merupakan mekanisme hukum yang berlaku pada berbagai hak jaminan atas kebendaan khususnya jaminan atas benda tertentu. Mekanisme ini memberikan keleluasaan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan dari penjualan objek jaminan atas kekuasaan sendiri dalam hal debitor cidera janji. Mekanisme setara parate eksekusi juga merupakan praktik terbaik yang tersedia di berbagai negara sebagai sarana untuk memberikan perlindungan dan kesetaraan hak antara kreditor dan debitor. Di Indonesia, kata dia, parate eksekusi telah berjalan. “Dan terbukti sangat bermanfaat,” paparnya.

 

Menurut Aria, peraturan pelaksanaan parate eksekusi masih belum cukup komprehensif, sehingga masih membuka ruang luas untuk penafsiran dan pelaksanaannya. Ada kebutuhan untuk mengatur lebih detil dan komprehensif bagaimana mekanisme penarikan jaminan, termasuk prosedurnya.

Tags:

Berita Terkait