Butuh Aturan Kuat Sebelum Divestasi Bank Mutiara
Berita

Butuh Aturan Kuat Sebelum Divestasi Bank Mutiara

Agar ke depan tak terjadi peselisihan.

FAT
Bacaan 2 Menit
Butuh Aturan Kuat Sebelum Divestasi Bank Mutiara
Hukumonline

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) disarankan mencari jalan lain jika divestasi PT Bank Mutiara Tbk pada tahun kelima yang jatuh tempo pada November 2013 nanti tak berjalan lancar. Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan, harus ada peraturan yang kuat sebelum divestasi dilakukan.

Menurut Darmin, peraturan tersebut berguna jika divestasi tak berjalan dengan lancar. Peraturan tersebut diharapkan bisa menjadi jalan keluar apabila terjadi dispute atau perselisihan. “Harus ada dan mengetahui aturan mainnya. Harus ada apa saja yang harus dipenuhi untuk penjualan Mutiara,” kata Darmin di Jakarta, Selasa (24/9).

Salah satu caranya, kata darmin, perlu adanya inisiatif dari LPS untuk membangun kesepakatan dengan sejumlah instansi penegak hukum dan pengawasan. Kesepakatan ini dilakukan apabila divestasi Bank Mutiara tak sesuai dengan harga banderolnya, yaitu Rp6,7 triliun.

“Sebelum dijual, dibuat terlebih dahulu aturannya. Saat membuat aturan, berbicaralah dengan Kejaksaaan, Kepolisian, KPK, BPK supaya terdapat kesepakatan dan kesepahaman,” ujar Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) itu.

Lebih jauh, Darmin menyarankan agar LPS tak terlalu berambisi untuk menjual Bank Mutiara seharga Penyertaan Modal Sementara (PMS) pada tahun keenam nanti. Menurutnya, penjualan bank yang dibanderol dengan harga Rp6,7 triliun itu bisa dilakukan apabila terdapat investor yang menawar dengan harga tertinggi dibandingkan investor lain.

“Jarang barang busuk kita jual mahal, pastinya tidak ada yang mau membeli. Di bawah 100 persen (PMS) juga tidak apa-apa,” kata Darmin.

Ketidakjelasan peraturan, kata Darmin, tercermin dari belum rampungnya proses likuidasi 16 bank yang ditutup saat krisis 1997 silam. Menurutnya, pengalaman ini harus menjadi antisipasi LPS yang berencana menjual Bank Mutiara. Ia mengatakan, dalam menjual Bank Mutiara, LPS memiliki waktu sampai tahun keenam.

“Seharusnya, LPS selamatkan saja perekonomian, karena keputusan gagal sistemik itu ada di sana (KSSK/sekarang FKSSK),” kata Darmin.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif LPS Mirza Adityaswara (yang baru saja menjabat Deputi Gubernur Senior BI) mengatakan, pada November 2013 merupakan jatuh tempo tahun kelima bagi LPS dalam menjual Bank Mutiara adalah waktu untuk menjual dengan harga sesuai PMS. Namun, jika pada waktu tersebut belum juga ada investor yang berani membeli seharga PMS, maka LPS bisa menjualnya dengan harga tertinggi.

“Di tahun keenam atau tahun terakhir LPS berupaya menjual bank ini dengan harga terbaik. Dan tentunya dengan governance yang baik dengan cara yang transparan,” ujar Mirza saat mengikuti fit and proper test sebagai calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) di Komisi XI beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, PMS Bank Mutiara atau Bank Century sebesar Rp6,7 triliun itu merupakan keputusan dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Setelah diambil alih oleh LPS, maka keputusan tersebut bukanlah untuk mencari untung. Mirza menegaskan, konsep yang digunakan LPS hanya semata-mata untuk menyelamatkan ekonomi.

Atas dasar itu pula, Mirza menyerahkan seluruh persoalan hukum terkait Bank Century kepada aparat penengak hukum. Termasuk jika ada dugaan kerugian negara di dalamnya.

“Kalau ada pelanggaran hukum wilayah penegak hukum kita tunggu bersama. Nanti (divestasi, red) bisa di atas Rp6,7 triliun atau di bawah Rp6,7 triliun, bagi LPS itu adalah penyelamatan ekonomi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait