Buruh Migran Persoalkan Peran PPTKIS
Berita

Buruh Migran Persoalkan Peran PPTKIS

PPTKIS sering mempersulit TKI mengurus perpanjangan kerja.

ASH
Bacaan 2 Menit
Buruh Migran Persoalkan Peran PPTKIS
Hukumonline

Adanya pengalihan tanggung jawab penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) dari pemerintah kepada pihak swasta dinilai sangat merugikan hak konstitusional TKI di luar negeri. Apalagi, nasib TKI di luar negeri banyak yang didera masalah seperti dijadikan objek perdagangan manusia, kerja paksa, korban kekerasan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia yang melanggar HAM.

Atas dasar itu, sejumlah pasal yang mengatur peran/kewenangan pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) dalam UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dipersoalkan tiga buruh migran Indonesia. Mereka, Arni Aryani Suherlan Odo, Siti Masitoh, dan Ai Lasmini. Ketiganya adalah aktivis TKI yang tergabung dalam Yayasan PRO TKI.

Spesifik, mereka memohon pengujian Pasal 10 huruf b, Pasal 58 ayat (2), Pasal 59, dan Pasal 60 UU Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. “Perlakuan-perlakuan yang melanggar HAM itu tak lepas dari absennya negara melindungi TKI di luar negeri dengan menyerahkan tanggung jawab itu kepada  swasta,” tutur salah satu kuasa hukum pemohon, Janses E Sihaloho dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Selasa (28/5).

Misalnya, Pasal 10 huruf b menyebutkan pelaksanaan penempatan TKI di luar negeri dilakukan pemerintah dan PPTKIS. Pasal 58 ayat (2) khususnya frasa “oleh dan menjadi tanggung jawab PPTKIS” diartikan yang boleh mengurus perpanjangan perjanjian kerja hanya PPTKIS. Sementara Pasal 60 disebutkan jika perpanjangan perjanjian kerja itu dilakukan sendiri oleh TKI, PPTKIS tidak bertanggung jawab atas segala risiko yang timbul.

“Pasal itu tidak menjamin para pemohon kembali bekerja pada majikan yang sama. Bahkan, potensial kehilangan kesempatan kerja karena PPTKIS sering mempersulit TKI mengurus perpanjangan kerja dan banyak fakta perusahaan PPTKIS tidak diketahui keberadaannya,” ungkap Janses.

Kuasa hukum lainnya, Sondang Tampubolon mengatakan untuk menghindari kerugian konstitusional pemohon jika perpanjangan dilakukan sendiri oleh TKI, ketentuan itu harus dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Dengan tafsir perpanjangan yang dilakukan sendiri dengan majikan di luar negeri adalah sah dan tetap berlaku dengan segala risiko dan akibat hukumnya. 

Menurutnya, telah terjadi ketidakjelasan norma yang satu dengan yang lain dan perbedaan penafsiran norma oleh para stake holder yang merugikan buruh migran Indonesia. Seperti, Peraturan Kepala BNP2TKI No. Per.04/KA/V/2011 disebutkan kontrak kerja mandiri/perseorangan hanya dapat dilakukan bagi yang bekerja pada badan hukum dan Permenakertrans Per.14/MEN/X/2010 yang menyebutkan kontrak kerja mandiri diperbolehkan tanpa membedakan pekerja bekerja pada badan hukum atau perseorangan.

Namun, para pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal itu karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945, Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Menanggapi permohonan, Ketua Majelis Panel, Achmad Sodiki mempertanyakan apakah pelaksanaan penempatan TKI dari pemerintah atau swasta, tetap dalam pengawasan pemerintah juga? Seperti kasus pemulangan TKI yang bermasalah di luar negeri. “Proses pemulangannya menjadi tanggung jawab pemerintah juga, ini harus diperhatikan untuk dilengkapi,” kata Sodiki. 

Sodiki menyarankan agar petitum (tuntutan) permohonan diperjelas apakah pasal-pasal yang diuji minta dinyatakan bersyarat atau dibatalkan. Dia menilai antara posita (uraian alasan permohonan) dan petitum tidak sinkron. “Ini harus diperjelas dulu. Kalau pasal itu dibatalkan bisa jadi pemerintah juga tak mau bertanggung jawab yang akhirnya merugikan buruh migran karena yang dikehendaki pemerintah tak boleh lepas tangan.”      

Dia mengingatkan Pasal 60 UU Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri tengah dimohonkan pengujian di MK. “Sidangnya sudah selesai, tinggal menunggu putusan saja,” kata Sodiki.

Anggota Panel, Maria Farida Indrati pun mempertanyakan jika pasal-pasal yang dimohonkan pengujian dikabulkan berarti PPTKI hanya dilakukan pemerintah. Padahal, banyak buruh migran lebih senang diurus oleh perusahaan PPTKIS yang jumlahnya banyak. “Sementara kalau diurus pemerintah dianggap berbelit-belit, ini mesti dipikirkan kembali,” saran Maria.

Tags:

Berita Terkait