Bukan Kali Pertama Polisi Pidanakan Pesepakbola
Berita

Bukan Kali Pertama Polisi Pidanakan Pesepakbola

Jika otoritas tertinggi mampu konsisten dan tegas sesuai aturan yang mereka buat sendiri, polisi pasti menjaga jarak.

MVT
Bacaan 2 Menit
Bukan Kali Pertama Polisi Pidanakan Pesepakbola
Hukumonline

Pemidanaan terhadap pemain sepakbola yang berkelahi di lapangan ternyata bukan hanya terjadi di Indonesia. Kasus seperti ini sudah banyak terjadi di beberapa negara. Pemain sepakbola, dan atlet pada umumnya, memang tidak boleh kebal dari hukum atas tindakan berlebihan mereka saat berlaga.

Pemidanaan terhadap pesepakbola di Indonesia sempat mencuat pada tahun  2009. Sebagaimana diberitakan, dua pesepakbola, Nova Zaenal dan Bernard Momadao ditahan Poltabes Surakarta pada 12 Februari 2009. Nova, pemain Persis Solo dan Momadao, pemain asing Gresik United berkelahi sengit di lapangan. Saat itu, kedua tim tengah berhadapan dalam pertandingan Divisi Utama Liga Indonesia di Stadion R Maladi, Solo.

Pertandingan itu ternyata turut disaksikan Kapolda Jateng, Irjen Alex Bambang Riatmodjo. Menilai perkelahian sudah berlebihan dan berpotensi memancing kerusuhan, Bambang memerintahkan anak buahnya menyeret kedua pemain itu ke Mapolda Jateng. Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka. 

Meski penahanan keduanya sempat ditangguhkan, kasus ini akhirnya diteruskan ke pengadilan. Nova dan Momadau didakwa melanggar Pasal 351 ayat (1) jo 352 KUHP tentang penganiayaan. Setelah menjalani serangkaian sidang melelahkan hampir setahun, keduanya dijatuhi hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. 

Tidak sedikit pro dan kontra atas keputusan Bambang tersebut. Banyak yang mendukung karena dinilai mampu menjaga suasana kondusif dan mencegah potensi kerusuhan pertandingan, namun tidak sedikit pula yang menghujat. Bambang dinilai mengintervensi yurisdiksi otoritas sepakbola Indonesia. Apalagi, belum pernah selama ini terjadi penangkapan seperti itu, meski pertandingan sepakbola Indonesia kerap dibumbui adu jotos antar pemain. 

Pengurus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Badan Liga Indonesia (BLI) dan sejumlah pelatih klub sepakbola menyayangkan pemrosesan hukum terhadap Nova-Mamadou. Menurut mereka, ada aturan di dalam sepakbola yang dikecualikan dari hukum. “Karena olah raga, khususnya sepak bola, sudah global, borderless,” ujar Hinca Panjaitan, Direktur Indoensia Lex Sportiva, beberapa waktu lalu. 

Namun, ternyata tindakan yang dilakukan Bambang tadi bukan pertama kali terjadi di dunia olahraga. “Atlet dipidanakan akibat berkelahi saat pertandingan sudah sering terjadi, bahkan sejak awal dekade 1900-an. Tidak betul kalau kasus Pak Bambang pertama dan satu-satunya di dunia,” ujar Topo Santoso, Direktur Djokosoetono Research Center Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pada hukumonline, Selasa (30/11). 

Ditemui usai menjadi pembicara dalam sebuah seminar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Topo menegaskan bahwa dunia olahraga seharusnya tidak begitu saja bebas hukum. “Kan tidak boleh juga, pemain bola di lapangan menghajar pemain lain sampai luka, atau patah kaki, atau bahkan mati, lalu dibiarkan saja karena alasan olahraga,” sergahnya.

Topo mengatakan dirinya saat ini tengah melakukan penelitian tentang pemidanaan atlet di dunia olahraga. Hasilnya, ia menemukan ternyata sudah banyak putusan hakim di berbagai negara yang menjatuhkan pidana bagi atlet akibat perkelahian di lapangan. “Saya menemukan putusan dari beberapa negara seperti Kanada, Inggris, dan AS,” terangnya.

Meski demikian, Topo mengakui di kalangan ahli hukum sendiri terjadi perdebatan mengenai hal ini. Apalagi, beberapa tahun belakangan asosiasi olahraga, seperti FIFA dan UEFA, semakin membangun system peradilannya sendiri. Bahkan, pengacara pun ikut terlibat menangani kasus seperti ini. 

Karena itu, menurut Topo, perlu standar yang jelas dan terbatas mengenai kebolehan aparat penegak hukum menjerat pidana para atlet. Polisi memang harus berhati-hati menarik suatu kasus ke ranah pidana. “Standar seperti itu salah satunya yang sedang saya teliti,” ungkapnya.

Topo mengingatkan, sebenarnya dalam dunia olahraga sendiri sudah ada aturan asosiasi mengenai kedisiplinan. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah komitmen dan konsistensi asosiasi melaksanakan aturan tersebut. “Semakin cepat proses hukum dan semakin tegas sanksi yang diberikan, yakinlah peradilan pidana akan ‘menjauh’ dari dunia olahraga,” katanya.

Tags: