Budi Mulya Dituntut 17 Tahun Penjara
Berita

Budi Mulya Dituntut 17 Tahun Penjara

Mengaku telah bekerja secara profesional di Bank Indonesia.

ANT
Bacaan 2 Menit
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya (meengenakan batik) saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus skandal Bank Century di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/6). Foto: RES.
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya (meengenakan batik) saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus skandal Bank Century di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/6). Foto: RES.
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya dituntut 17 tahun penjara dalam kasus korupsi Bank Century pada sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (16/6).

Tuntutan 17 tahun ditambah denda Rp800 juta subsider delapan bulan kurungan dan diharuskan membayar uang pengganti Rp1 miliar subsider tiga tahun kurungan. Budi dituntut dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Menuntut supaya majelis tindak pidana korupsi menyatakan terdakwa Budi Mulya melakukan tindak pidana koruspi secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 17 tahun dan pidana denda sebesar Rp800 juta subsider 8 bulan kurungan," kata Ketua Jaksa Penuntut Umum KPK KMS Roni.

Tuntutan itu berasal dari dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penyelenggara negara yang melakukan penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.

Budi Mulya juga diperintahkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1 miliar. "Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1 miliar dan apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan apabila tidak cukup maka terdakwa dipidana penjara selama 3 tahun," tambah Roni.

Penuntut Umum juga menyebutkan sejumlah hal yang memberatkan Budi Mulya.

"Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa dilakukan saat negara sedang giat melakukan upaya pemberantasan korupsi; perbuatan terdakwa telah merusak citra BI sebagai bank sentral; terdakwa sebagai pejabat BI seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat, bukan malah melakukan korupsi; terdakwa berbelit-belit dalam persidangan dan tidak mengakui terus terang perbuatannya; terdakwa tidak merasa menyesal; terdakwa ikut memberikan arahan agar perbuatannya bukan melawan hukum dengan alasan krisis dengan mendasarkan pada perpu; nilai kerugian negara sangat besar hingga mencapai lebih dari Rp7 triliun," sebut Roni.

Sedangkan hal-hal yang meringankan hanyalah Budi Mulya bersikap sopan dalam persidangan dan terdakwa belum pernah dihukum.

Atas tuntutan tersebut, Budi Mulya dan tim kuasa hukumnya akan menyiapkan nota pembelaan (pledoi) pada 30 Juni 2014.

Usai sidang, Budi Mulya mengatakan bahwa ia bekerja secara profesional di BI yang diatur berdasarkan Undang-undang dan berupaya mencegah terjadinya krisis.

"Di sana ada tugas dan kewenangan yang harus dilakukan oleh BI untuk mencegah terjadinya krisis. Bukan berdiri begitu saja, di sana ada Perppu. Perppu bukan barang main-main, dibuat oleh UU, dibuat bukan hanya satu, ada tiga perpu, No 2, No 3, No 4. Di dalam menyikapi tekanan krisis, saya (sebagai) Deputi Gubernur Bidang Moneter hari-hari pada Oktober tahu persis sudah ada krisis likuiditas," kata Budi Mulya.

Ia mengaku hanya bekerja secara profesional untuk melakukan relaksasi likuiditas supaya perbankan tidak kesulitan likuiditas baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing.

"Saya bangga melakukan tugas, karena saya tahu ini kami mencegah krisis. Di Sisi lain, saya tidak mau mengadu, saya tidak mau mendebat, bahwa Bank Century, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan, sejak 2005, 2006, 2007, Juni 2008, itu bermasalah. Itu fakta dan (pencegahan krisis) yang tadi saya sebutkan fakta. Dua fakta terjadinya berbarengan, pada tanggal 13," ungkap Budi.

Budi menilai bahwa BI lah yang berwenang dan punya kompetensi untuk mencegah terjadinya krisis di Indonesia.

"Yang punya tanggung jawab, yang punya kompetensi, di negeri ini dalam konteks permasalahan likuiditas sistem perbankan di Indonesia yaitu Bank Indonesia. Untuk mencegah tidak terjadinya krisis, Bank Indonesia yang lebih tahu mengenai hal ini. Ini sudah ada peraturannya. BI dan pemerintah, berdua bersepakat, ada payungnya, perpu dan itu kami lakukan secara profesional," tambahnya.

Sedangkan mengenai pinjaman yang ia terima sebesar Rp1 miliar dari pemilik Bank Century Robert Tantular, Budi Mulya mengaku bersalah.

"Tadi Rp1 miliar disebutkan, berulang kali. Sedih hati saya, menyesal hati saya, ternyata seperti itu ditarik-tarik. Itu adalah hal yang terpisah, transaksi saya dengan seorang Robert Tantular. Kalaupun juga salah, saya mengaku salah dari sisi etika, dari sisi ketidakpatutan. Dari sisi hal yang sangat tidak memberikan contoh dan ini juga menjadi contoh bagi seluruh pejabat, bukan hanya di BI. Jangan berinteraksi dengan swasta kalau seperti ini, saya sebagai contohnya," pungkas Budi.

Sekadar mengingatkan, KPK mendakwa Budi Mulya melanggar Pasal 2 ayat (1), subsidair Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atas dua tindak pidana korupsi. Pertama, dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Century. Kedua, terkait penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Budi bersama-sama Boediono dan sejumlah Deputi Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom, Fadjriah, Budi Rochadi, serta pemegang saham Century, Robert Tantular, dan Direksi Century Hermanus Hasan Muslim dianggap melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Century.

Dalam penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistem, Budi didakwa melakukan korupsi bersama-sama Muliaman Harmansyah Hadad selaku Deputi Gubernur BI Bidang V dan Dewan Komisioner LPS, serta Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitroatmodjo, dan Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Raden Pardede.
Tags:

Berita Terkait