Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai kartel tarif pesan singkat (Short Message Service -SMS), bisa menjadi pelajaran penting bagi industri telekomunikasi di Indonesia. Setidaknya putusan itu memberi sinyal agar pelaku usaha di Tanah Air tidak seenaknya menetapkan suatu tarif atau harga.
Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, putusan KPPU adalah sebuah pembelajaran untuk spirit pembaruan menuju industri yang lebih sehat dan kompetitif. "Hal ini penting karena terkait dengan sasaran pemerintah yang menyediakan layanan yang makin terjangkau," ujarnya dalam jumpa pers menanggapi putusan KPPU di Gedung Dirjen Pos dan Telekomunikasi (Postel), Jakarta, Jumat (20/6).
Basuki yang juga menjabat Direktur Jenderal Postel menjelaskan, tarif SMS menjadi isu penting lantaran sudah menjadi salah satu sumber pendapatan utama operator telepon. Menurutnya, revenue yang diperoleh dari SMS rata-rata mencapai 25 persen dari total pendapatan. Bila tidak diatur interkoneksinya, posisi tawar operator akan lemah. Pasalnya, pada awalnya SMS merupakan fasilitas tambahan, sehingga selama ini tarif tersebut ditentukan oleh operator telepon masing-masing. "Ini yang disebut prinsip sender keep all (SKA)," katanya.
Meski begitu, kata Basuki, pemerintah tidak akan menentukan range batas bawah maupun batas atas dari tarif SMS pascaputusan KPPU. Alasannya besaran tarif tergantung pada mekanisme pasar. Namun, ia mengakui, besaran Rp52 dan Rp76 untuk biaya interkoneksi tarif SMS perlu dikaji ulang. "Supaya tidak menimbulkan persepsi yang berbeda," ujarnya.
Basuki menilai, putusan KPPU masih berpatokan pada tarif interkoneksi SMS yang lama, yakni Rp76. Sementara per April 2008, patokan tarif itu sudah berubah menjadi Rp52. Jadi, BRTI akan meminta pengusaha telekomunikasi untuk menurunkan tarif SMS? "BRTI menunggu sampai ada putusan yang inkracht mengenai perkara ini," tegasnya.
Dalam putusannya, KPPU merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera menyusun peraturan mengenai interkoneksi SMS. Tujuannya supaya kasus kartel tarif SMS tidak terulang kembali dan masyarakat tidak dirugikan.
Perbandingan Tarif SMS Regional Per 20 Juni 2008 (dalam AS$)
Negara | Jenis Layanan | SMS On-nett | SMS Off-nett |
Indonesia | Telkomsel | ||
Kartu Halo | 0.013 | 0.016 | |
Simpati | 0.011 | 0.016 | |
Kartu AS | 0.009 | 0.016 | |
Indosat | |||
Matrix | 0.011 | 0.016 | |
Mentari | 0.011 | 0.016 | |
IM3 | 0.011 | 0.011 | |
Excelcomindo | |||
Explore | 0.016 | 0.016 | |
Bebas | 0.016 | 0.016 | |
Jempol | 0.016 | 0.016 | |
Malaysia | Celcom | 0.011 | |
Maxis | 0.014 | ||
DiGi Malaysia | 0.008 | ||
Singapura | M1 | 0.070 | |
Singtel | 0.068 | ||
Starhub | 0.064 | ||
Brunei | DST | - | |
Thailand | DTAC | 0.016 | |
Vietnam | Vinaphone | 0.021 | |
Mobiphone | 0.021 | ||
India | BSNL | 0.026 | |
3 India | 0.052 | ||
Reliance India | 0.052 | ||
Australia | Optus | 0.199 | |
3 Australia | 0.021 | ||
Telstra | 0.19 | ||
Vodaphone | 0.19 |
Sumber: Teligen
Mengenai kerugian konsumen sebesar Rp2,8 trilyun yang disampaikan KPPU dalam putusannya, Basuki nampaknya juga belum mau mengambil keputusan. "Kerugian konsumen dikaji dulu. Posisi BRTI tidak untuk menjustifikasi angka itu benar atau salah," imbuhnya.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi dan telekomunikasi dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) M Udin Silalahi menilai putusan KPPU sudah tepat. "Kalau memang mereka (operator telekomunikasi, red) melakukan kartel, itu memang harus dihukum," tegasnya, Senin (23/6).
Menurutnya, kasus ini timbul lantaran pemerintah belum mengeluarkan aturan soal interkoneksi tarif SMS. "Para operator itu tidak paham betul, karena belum ada peraturannya," ujar Udin. Dia menyarankan pemerintah segera mengatur masalah tersebut. "Nggak perlu menunggu sampai putusannya inkracht. Kalau menunggu inkracht harus menunggu beberapa waktu lagi. Di semua negara (interkoneksi) juga diatur," terangnya menanggapi pernyataan Basuki yang baru akan bertindak setelah putusan KPPU ini bekekuatan hukum tetap.
Sekedar mengingatkan, KPPU kembali mengeluarkan putusan yang cukup mengejutkan bagi industri telekomunikasi. Dalam putusan kartel SMS pekan lalu, KPPU menyatakan lima perusahaan telekomunikasi terbukti melanggar Pasal 5 UU No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli). Mereka adalah PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Bakrie Telecom (Btel), PT Mobile-8 Telecom Tbk (Mobile-8) dan PT Smart Telecom (Smart). Kecuali Smart, para pelaku usaha tersebut didenda KPPU dengan kisaran Rp4-25 milyar. Denda dikenakan lantaran kelimanya terbukti melakukan kartel tarif SMS antar sesama operator sehingga konsumen dirugikan Rp2,8 trilyun.