British International Dirundung Masalah Ketenagakerjaan
Berita

British International Dirundung Masalah Ketenagakerjaan

Serikat Pekerja menuding manajemen BIS berniat memberangus serikat pekerja.

ady
Bacaan 2 Menit
British International Dirundung Masalah Ketenagakerjaan
Hukumonline

Satu lagi, sekolah bertaraf internasional di Jakarta tengah dirudung masalah ketenagakerjaan. Setelah New Zealand International School (NZIS), kini masalah itu muncul di British International School (BIS). Manajemen sekolah yang memiliki sekitar 1300 murid ini, mayoritas berasal dari negeri Inggris serta negara persemakmuran Inggris, dituding menerapkan sistem ketenagakerjaan yang buruk.

Sebagai contoh, manajemen BIS, berdasarkan hasil pemantauan Serikat Pekerja BIS, selama bertahun-tahun mempekerjakan tenaga kerja dengan kontrak per tiga bulan. Menurut Serikat Pekerja, tindakan manajemen ini melanggar UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Wiwik Handayani dan Esa Nurlaila adalah dua contoh tenaga kerja yang dikontrak BIS. Apesnya, Wiwik dan esa dipecat tanpa pesangon. Status keduanya bahkan tidak diakui sebagai pekerja oleh manajemen BIS.

“Sebagai lembaga pendidikan internasional ternama, ini yang paling mahal dan terbesar. Memiliki 1300 murid dari seluruh indonesia. Itu hanya orang kaya di Indonesia yang bisa sekolah di situ, (dengan uang pangkal, red) sekitar 200 juta rupiah pertahun. Belum bayar-bayar yang lainnya,” ujar Ketua SP BIS Sari Putri ditemui di Komnas HAM Jakarta, Selasa (17/1).

Menurut Sari, penerapan tenaga kerja kontrak di BIS tidak tepat karena beberapa dari tenaga kerja yang dikontrak memiliki tugas penting. Wiwik dan Esa misalnya, bertugas menjaga keamanan murid dalam perjalanan dari sekolah menuju rumah dan sebaliknya.

Tapi tugas yang penting itu tetap tidak dijadikan pertimbangan oleh manajemen BIS untuk mengakui Wiwik dan Esa sebagai pekerja. Jangankan sekadar pengakuan, selama keduanya bekerja, Wiwik dan Esa juga tidak mendapat fasilitas sebagaimana disepakati dalam perjanjian kerja bersama, termasuk Jamsostek.

Kasus pemecatan Wiwik dan Esa sendiri sudah bergulir menjadi sengketa ketenagakerjaan. Setelah melalui proses tripartit di Disnakertrans Tangerang Selatan, mediator sudah menerbitkan anjuran pada 12 Desember 2011. Dalam anjurannya, mediator menyatakan hubungan kerja Wiwik dan Esa masih berlangsung. Makanya, mediator menganjurkan agar manajemen BIS memanggil Wiwik dan Esa untuk bekerja kembali. Mediator juga menganjurkan agar manajemen BIS membayar upah selama tidak dipekerjakan.

“Pihak HRD menyatakan dalam beberapa kali pertemuan bahwa mereka (Wiwik dan Asih, red) adalah karyawan Blue Bird. Tanggal 12 Desember anjuran Disnakertrans Tangerang Selatan, bahwa mereka adalah pekerja BIS,” ungkapnya.

Dijelaskan Sari, apa yang menimpa Wiwik dan Esa sebenarnya bukan satu-satunya masalah ketenagakerjaan yang terjadi di BIS. Masalah lainnya seperti perlakuan diskriminatif antara pekerja lokal dengan pekerja asing, atau upaya pemberangusan hak berserikat. Sari mencontohkan kasus yang dialaminya sendiri atau Asih Lavivaty, sekretaris Serikat Pekerja yang tengah berproses di Pengadilan Hubungan Industrial Serang.

“Hak untuk berserikat dijamin oleh undang-undang, tapi dalam praktiknya banyak sekali dilanggar dan itu terjadi di yayasan The British International School,” tuding Sari.

Sebelum dipecat dengan alasan akan di-outsourcing, Sari bekerja di BIS sebagai manajer makanan dan gizi. Kasus pemecatan ini sempat bergulir ke Pengadilan Hubungan Industrial, tetapi Sari kalah. Kini, dia tengah menanti putusan Mahkamah Agung yang belum juga terbit.

Menurut Sari, Serikat Pekerja telah berupaya ‘melawan’ tindakan manajemen BIS dengan melapor ke bagian pengawasan di Disnakertrans Tangerang Selatan. Namun, laporan yang disampaikan tahun 2009 itu tidak direspon. Upaya lainnya adalah menggelar aksi unjuk rasa di lokasi kerja maupun instansi pemerintah, dan melapor ke Polda Metro Jaya. Serikat Pekerja bahkan juga sudah mengadu ke Komnas HAM.

Komisioner Komnas HAM Johny Nelson Simanjuntak mengatakan ada dugaan manajemen BIS telah melakukan pelanggaran HAM. Pelanggaran tersebut setidaknya terkait hak mendapat pekerjaan atau hak berserikat. Johny menegaskan Komnas HAM akan menindaklanjuti pengaduan Serikat Pekerja BIS.

“Mereka (pekerja, red) mengalami dugaan pelanggaran hak-hak atas pekerjaan. Komnas HAM sudah menyampaikan surat ke kepala dinas tenaga kerja juga kepada kepala sekolah British International School tapi hingga kini belum ada respon,” tutur Johny.

Ditambahkan Johny, Komnas HAM juga akan memantau kebebasan berserikat yang diterapkan di BIS. “Kita kawal dulu gerakan-gerakan mereka ini supaya kebebasan berserikatnya tidak diganggu. Lalu proses persidangan di pengadilan akan kita kawal,” pungkasnya.

Upaya hukumonline mengkonfirmasi persoalan ketenagakerjaan ini kepada pihak BIS, sayangnya tidak membuahkan hasil. Elvira Sari, dari bagian sumber daya manusia, menolak berkomentar. “Saya sedang meeting, mungkin lain kali kita atur waktunya,” kata dia kepada hukumonline, Rabu (18/1).

Tags: