BPPN Mohonkan Pailit Pengembang Apartemen Eksklusif
Berita

BPPN Mohonkan Pailit Pengembang Apartemen Eksklusif

PT Megacity Development Corporation, perusahaan pengembang apartemen eksklusif di Kemayoran, kini tengah menghadapi gugatan pailit yang diajukan oleh BPPN. BPPN mungkin sudah habis kesabarannya menunggu Megacity melunasi utang-utangnya. Namun, Megacity tidak mengakui kedudukan BPPN sebagai kreditur.

Leo/APr
Bacaan 2 Menit
BPPN Mohonkan Pailit Pengembang Apartemen Eksklusif
Hukumonline

Permohonan pailit yang diajukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terhadap PT Megacity Development (termohon) didasarkan pada perjanjian kredit sindikasi (master agreement) yang ditandatangani pada 17 September 1996.

Pada perjanjian  antara Bank BNI cabang Singapura selaku agen fasilitas dan termohon tersebut, termohon diberikan pinjaman sejumlah AS$71.750.000 dan Rp117 miliar.

Rinciannya, termohon diberikan fasilitas sejumlah AS$11 juta dari partisipan AS$, Rp117 miliar dari partisipan rupiah, dan AS$60.750.000 dari partisipan Islam. Untuk partisipan AS$ dan partisipan rupiah, yang bertindak sebagai arranger adalah BNI cabang Singapura. Sementara untuk partisipan Islam, yang bertindak sebagai arranger adalah Shamil Bank of Bahrain E.C. (dulu Faysal Islamic Bank of Bahrain).

Cara novasi

Berdasarkan perjanjian kredit sindikasi, Bank BNI telah memberikan kredit kepada termohon sesuai porsi dalam sindikasi dengan plafon sejumlah Rp62 miliar. Timbulnya hutang termohon kepada BPPN karena hak-hak dan kewajiban Bank BNI telah dialihkan ke BPPN dengan cara novasi yang telah dituangkan dalam sertifikat substitusi pada 12 September 2001.

Novasi yang telah dituangkan dalam sertifikat substitusi juga telah diberitahukan kepada agen fasilitas dan selanjutnya agen fasilitas memberitahukan kepada pihak lan yang menjadi partisipan pada Master Agreement dan diberitahukan pula kepada debitur.

Berdasarkan sertifikat substitusi tersebut, BPPN telah menggantikan kedudukan Bank BNI sebagai partisipan dan berhak serta berwenang untuk melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban selaku partisipan.

Sesuai isi perjanjian, pinjaman kepada termohon jatuh tempo pada 36 bulan setelah tanggal perjanjian (17 September 1996). Artinya, pada 17 September 1999 termohon harus melunasi utangnya kepada kreditur-krediturnya.

Jumlah pembayaran yang menjadi utang termohon kepada BPPN, berdasarkan sertifikat substitusi adalah sebesar Rp43.438.000.Meskipun telah jatuh tempo, sampai saat ini belum dibayar lunas.

Untuk memenuhi ketentuan pasal 1 ayat(1) Undang-Undang Kepailitan (UUK), BPPN menunjuk Shamil Bank of Bahrain E.C, Bank Maspion, dan Bank Artha Graha selaku kreditur lain.

Proses persidangan yang dipimpin oleh Ch Kristi Purnamiwulan dan juga disertai oleh Elyana selaku hakim ad hoc, menurut jadwal akan dilanjutkan pada Selasa (20/11) untuk memberi kesempatan pada Termohon mengajukan bukti-bukti. Sebelumnya (14/11), pihak BPPN telah diberi kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti yang mereka miliki.

Cacat hukum

Menanggapi permohonan pailit tersebut, termohon yang diwakili oleh kantor pengacara Hotman Paris & Partner menjelaskan bahwa pada pokoknya mereka tidak mengakui adanya utang ke BPPN.  "Novasi dari kreditur ke BPPN cacat hukum karena novasi harus diberitahukan dan disetujui oleh debitur," ungkap Jamaslin Purba dari kantor pengacara Hotman Paris and Partner.

Ia juga menengarai fasilitas-fasilitas yang harusnya diberikan oleh kreditur juga tidak direalisasikan yang mengakibatkan proyek apartemen tersebut menjadi terbengkalai.

Pihak termohon berencana pada persidangan selanjutnya akan menghadirkan saksi ahli. Namun, Jamaslin menolak untuk menjelaskan siapa dan dalam kapasitas apa saksi ahli tersebut akan dihadirkan. "Tunggu saja sidang berikutnya," komentarnya singkat.

Sumber hukumonline di BPPN mengungkapkan bahwa BPPN memang telah memprediksi kalau termohon lewat kuasa hukumnya pasti akan mempermasalahkan keabsahan novasi.

Sebagai antisipasinya, BPPN telah menyiapkan setumpuk surat untuk membuktikan adanya korespondensi antara BPPN dengan termohon. "Jadi kalau sekarang mereka tidak mengakui novasi dan tidak mengakui BPPN, bagaimana dengan korespondensi yang berjalan sebelum ini," paparnya.

Tags: