BPKN Soroti Pelanggaran Hak Konsumen Akibat Virus Corona
Berita

BPKN Soroti Pelanggaran Hak Konsumen Akibat Virus Corona

Perlindungan konsumen perlu menjadi titik sentral kebijakan nasional menghadapi wabah virus corona.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Masuknya virus Corona ke Indonesia dengan ditandai dua warga negara Indonesia (WNI) positif terinfeksi menimbulkan kepanikan masyarakat saat ini. Berbagai sektor usaha seperti pariwisata, jasa keuangan hingga ritel turut terkena dampak negatif dari wabah virus tersebut. Atas kondisi tersebut, pemerintah diminta perlu mengambil berbagai langkah kebijakan strategis agar untuk mempertahankan sekaligus melindungi  konsumsi nasional.

 

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Ardiansyah Parman, mengatakan perlindungan konsumen perlu menjadi titik sentral kebijakan nasional menghadapi wabah virus ini. Dia juga mencermati perlunya diselenggarakan komunikasi yang menyeluruh dan intensif atas pengelolaan COVID-19, termasuk upaya-upaya pencegahan dan penyembuhannya.

 

Dengan demikian, pemerintah diharapkan dapat mewujudkan dan mempertahankan daya beli masyarakat yang efektif di dalam situasi perekonomian menghadapi epidemi. “Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah luar biasa untuk mempertahankan konsumsi sebagai instrumen utama pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Ardiansyah.

 

Melihat daruratnya kondisi saat ini, BPKN juga menilai pengaturan perlindungan konsumen nasional saat ini ini tidak lagi memadai dan perlu segera diperkuat secara signifikan dan segera. Selama 20 tahun terakhir, pengaturan dan pelaksanaan perlindungan konsumen di Indonesia yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

 

Undang-undang tersebut disusun semata dengan tujuan untuk menciptakan keseimbangan perlindungan kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha, yang dilaksanakan melalui pemberian kepastian hukum yang menjamin diperolehnya hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Sehingga, dengan kondisi darurat saat ini UU tersebut belum mumpuni.

 

“Menseksamai dinamika global saat ini sangat dirasakan bahwa keseimbangan yang berfokus pada perlindungan antara konsumen (end user) dan pelaku usaha semata, tidak lagi mumpuni. Ke masa depan, upaya membangun manfaat sosial, ekonomi dan ekologi melalui kepercayaan bertransaksi perlu diwujudkan melalui kepercayaan transaksi yang terbangun atas pemangku transaksi, yaitu pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen secara menyeluruh dan berkesinambungan,” jelas Ardiansyah.

 

Kemudian, BPKN juga mencermati bahwa pendekatan sektoral dan kewilayahan semata tidak lagi memadai untuk menjadi dasar pengelolaan perlindungan konsumen karena tidak dapat dikelola secara sendiri-sendiri atau secara sektoral. Karena hal tersebut, BPKN mengusulkan akan fokus pada 7 wilayah 3 yang menjadi perhatian BPKN yaitu pada sektor air, energi, pendidikan dan kesehatan, pangan dan produk halal, data dan informasi, perumahan dan jasa keuangan.

 

(Baca: Cegah Corona, Indonesia Batasi Pemberian Visa dan Izin Tinggal Warga Asing Tertentu)

 

Sebelumnya, BPKN juga memperingatkan pelaku usaha untuk tidak memanfaatkan kekhawatiran atau kepanikan warga atas ancaman penyebaran virus corona. Jangan sampai peritiswa di beberapa negara terjadi di Indonesia, yakni sulitnya mendapatkan masker di pusat-pusat perdagangan.

 

Menggunakan masker, sesuai saran Kementerian Kesehatan, merupakan salah satu cara mencegah penyebaran virus corona antarmanusia, terutama ketika batuk dan pilek. Meskipun Pemerintah Indonesia mengklaim belum ada warga yang terinfeksi positif virus mematikan itu, gejala kelangkaan masker mulai terpantau BPKN. Hasil pantauan BPKN sudah ada kelangkaan masker. Meskipun di beberapa apotik dan toko alat kesehatan tersedia, harganya mengalami kenaikan drastis.

 

Dalam konteks itulah BPKN mengingatkan pelaku usaha untuk memperhatikan Pasal 107 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal ini berisi ancaman sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun, dan/atau pidana denda maksimal 50 miliar rupiah bagi pelaku usaha yang melanggar larangan menyimpan barang kebutuhan pokok atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.

 

Terpisah, Kepolisian akan menindak tegas oknum yang sengaja menimbun masker demi keuntungan pribadi dan menyebabkan kelangkaan masker di pasaran sehingga harganya melonjak ratusan persen.

 

"Mereka menimbun kan untuk cari keuntungan dengan kurangnya masker di pasaran sehingga masker bisa naik hingga lebih dari 100 persen dari harga Rp20 ribu jadi Rp500 ribu. Ini sudah suatu tindak kejahatan untuk menguntungkan diri sendiri, kita akan tindak," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Senin (2/3) seperti dikutip dari Antara.

 

Yusri juga meminta agar tidak ada pihak yang menjadikan isu virus corona sebagai ajang mencari keuntungan pribadi yang merugikan masyarakat luas. Yusri menjelaskan melakukan penimbunan untuk mencari keuntungan termasuk bentuk tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen.

 

"Itu permainan para pelaku yang mencari keuntungan, ini sama seperti sembako. Seperti bawang putih yang mendadak hilang, nanti muncul harga naik," ujarnya.

 

Polda Metro Jaya juga akan bekerjasama dengan pihak terkait untuk mencari oknum penimbun masker yang mendadak hilang dari pasar. "Kita akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam hal ini, toh nanti kalau menemukan masker-masker yang ditimbun itu pidananya akan tetap dijalankan," katanya.

 

Yusri juga menambahkan bahwa timbunan masker yang ditemukan oleh penyidik Kepolisian di gudang sekaligus pabrik masker di Cilincing, Jakarta Utara, pada Jumat (28/2), adalah masker tidak layak untuk digunakan masyarakat.

 

"Kalau kemarin itu adalah masker yang tidak standar yang memang tidak boleh dipakai oleh masyarakat. Karena yang kita ungkap kemarin adalah pabrik pembuatan masker yang memang bukan untuk masker, itu memang ilegal dan tidak punya standar kesehatan, tidak punya SNI," katanya.

 

Yusri menyebut produsen masker ini berusaha mencari keuntungan secara tidak legal di tengah tingginya permintaan masker akibat kekhawatiran dipicu oleh isu virus corona (Covid-19). Kepolisian juga tengah melakukan pengecekan apakah merek masker yang diproduksi di sini adalah merek yang memang mempunyai izin lalu dipalsukan atau memang merek yang tidak terdaftar. Namun hasil pemeriksaan awal petugas memastikan bahwa masker yang diproduksi di tempat ini adalah masker yang sama sekali tidak memenuhi standar.

 

Tags:

Berita Terkait