BPKN Sarankan Refund Tiket Pesawat Sebaiknya Diberi Secara Tunai
Utama

BPKN Sarankan Refund Tiket Pesawat Sebaiknya Diberi Secara Tunai

Adanya ketentuan pengembalian refund dalam bentuk voucher dinilai memberatkan konsumen, khususnya dalam kondisi pandemi seperti saat ini.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Sebagai bentuk pengendalian arus massa saat masa pandemi Covid-19, pada 24 April lalu, Menteri Perhubungan Ad Interim, Luhut Binsar Panjaitan, menerbitkan Permenhub No.25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Selain larangan operasi untuk mudik, Permehub tersebut mengatur ketentuan pengembalian uang atau refund bagi penumpang yang sudah terlanjur membeli tiket.

Perlu mendapat perhatian penting dalam ketentuan refund tersebut yaitu mekanisme pengembalian tiket pesawat. Dalam Pasal 24 aturan tersebut menyatakan refund tiket pesawat dapat dilakukan berupa penjadwalan ulang (re-shcedulue), perubahan rute penerbangan (re-route), kompensasi poin, dan pemberian kupon tiket (voucher ticket) sebesar nilai biaya jasa angkutan udara yang dibeli penumpang dengan masa waktu berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang satu tahun.

Ketentuan refund tiket pesawat ini berbeda dibandingkan moda transportasi lain seperti kereta api dan kapal laut meskipun diatur dalam satu regulasi. Moda transportasi kereta api dan kapal laut menyediakan layanan refund berupa pengembalian secara tunai.

Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim, menyatakan mekanisme refund tiket pesawat tersebut memberatkan konsumen. Dia menjelaskan ketentuan refund tiket pesawat tersebut seharusnya berbentuk tunai. Dia juga meminta agar Kemenhub memperbaiki Permehub 25/2020.

“Ini (refund) yang harusnya diperbaiki di permenhub itu. Refund ya kalau belinya tunai balikin tunai, kalau pakai kartu kredit ya kembalikan dananya ke kartu. Jangan refund pakai voucher, poin dan lain-lain,” jelas Rizal saat dihubungi hukumonline, Selasa (19/5).

Wakil Kepala BPKN Rolas Sitinjak menjelaskan kompensasi refund tersebut harus diberikan dengan uang kecuali bagi konsumen yang mau menerima dalam bentuk lain. Dia menjelaskan BPKN telah meminta kepada Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Udara untuk merevisi ketentuan refund tersebut.

“Sikap kami dari permehub 25 yang pokoknya mengizinkan pergantian bukan uang berupa voucher poin dan lain-lain, kami tidak setuju karena ini bukan kesalahan konsumen. Maskapai wajib mengembalikan dengan uang juga kecuali konsumen mau nerima kalau konsumen tidak terima maka harus dengan uang juga,” jelas Rolas. Dia juga menjelaskan pihaknya telah berdiskusi dengan pihak Kemenhub dan berencana merevisi ketentuan refund tersebut.

Permenhub 25/2020

Pasal 24:

  1. Badan usaha angkutan udara dalam mengembalikan biaya tiket angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  1. melakukan penjadwalan ulang (re-schedule) bagi calon penumpang yang telah memiliki tiket dengan tanpa dikenakan biaya;
  2. melakukan perubahan rute penerbangan (re-route) bagi calon penumpang yang telah memiliki tiket tanpa dikenakan biaya dalam hal rute pada tiket tidak bertujuan keluar dan/atau masuk wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
  3. mengkompensasikan besaran nilai biaya jasa angkutan udara menjadi perolehan poin dalam keanggotaan badan usaha angkutan udara yang dapat digunakan untuk membeli produk yang ditawarkan oleh badan usaha angkutan udara; atau
  4. memberikan kupon tiket (voucher ticket) sebesar nilai biaya jasa angkutan udara (tiket) yang dibeli oleh penumpang dapat digunakan untuk membeli kembali tiket untuk penerbangan lainnya dan berlaku paling singkat 1 (satu) tahun serta dapat diperpanjang paling banyak 1 (satu) kali. 
  1. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu kesepakatan antara badan usaha angkutan udara dengan calon penumpang.

Sementara itu, Praktisi hukum pelindungan konsumen dan Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing menyatakan dalam Permenhub 185 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri menjelaskan standar pelayanan pemesanan tiket (reservation), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, antara lain media reservasi, contact person calon penumpang, prosedur perubahan tiket, pembatalan tiket dan jangka waktu pengembalian uang tiket (refund ticket).

“Dari sini sangat jelas pembatalan penerbangan dikompensasikan dengan pengembalian uang,” jelas David.

Menurutnya, ketentuan pengembalian refund dalam voucher juga memberatkan konsumen khususnya dalam kondisi pandemi saat ini. “Ketentuan itu (Permenhub 25/2020) jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Penerbangan dan beberapa Peraturan Menteri Perhubungan sebelumnya,” jelas David. (Baca: Seluk-beluk Refund dalam Aspek Hukum Jual-Beli)

Tidak hanya pada tiket pesawat, ketentuan refund akibat pembatalan transaksi dalam transaksi elektronik atau e-commerce. Dalam Pasal 71 Peraturan Menteri Nomor 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik menyatakan setiap Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) lokal dan luar negeri yang menerima pembayaran wajib memiliki atau menyediakan mekanisme yang dapat memastikan pengembalian dana konsumen apabila terjadi pembatalan pembelian oleh konsumen.

“Dari beberapa ketentuan diatas dapat ditarik kesimpulan apabila terjadi pembatalan transaksi atau pembatalan pemakaian jasa maka pihak yang dirugikan akibat pembatalan tersebut harus diberikan ganti rugi berupa pengembalian uang atau pengembalian dana atau refund,” jelas David.

Dengan demikian, David menjelaskan refund harus berwujud pengembalian uang karena pihak yang telah memesan suatu barang atau jasa membayar dengan uang, namun saat ini baik pedagang offline maupun online atau perusahaan pengangkutan mengambil inisiatif untuk memberikan refund dalam wujud lain seperti voucher.

“Pada dasarnya hal ini tidak bisa dibenarkan karena melabrak konsep dasar refund dan peraturan perundangan yang ada namun pada praktiknya karena dalam posisi terpaksa salah satu pihak menerimanya,” jelasnya.

Seperti diketahui, pelarangan transportasi mudik mulai berlaku pada 24 April s.d 31 Mei 2020 untuk sektor darat dan penyeberangan, 24 April s.d 15 Juni 2020 untuk kereta api, 24 April s.d 8 Juni untuk kapal laut, dan 24 April s.d 1 Juni 2020 untuk angkutan udara.

Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, terkait kebijakan pengembalian tiket (refund) bagi penumpang yang sudah terlanjur membeli tiket pada tanggal-tanggal tersebut, telah diatur di dalam Permenhub 25/2020.  

“Bahwa badan usaha atau operator transportasi wajib mengembalikan biaya refund tiket secara utuh. Selain refund tiket, juga diberikan pilihan untuk melakukan re-schedule, dan re-route,” kata Adita seperti dilansir situs Kemenhub.

Seperti dikutip dari Antara, Senin (13/4) lalu, Chief Marketing Officer & Co-Founder tiket.com Gaery Undarsa menjelaskan alasan mengapa tidak semua refund dibayarkan dengan uang tunai. Dia mengatakan, semua tergantung pada regulasi tiap maskapai yang bersangkutan. Ada yang tetap mengembalikan dalam bentuk uang, ada juga yang memberikan voucher.

“Maskapai ada yang mengubah ke sistem voucher untuk dipakai di kemudian hari sejumlah nilai tersebut," kata Gaery dalam konferensi pers virtual di Jakarta.

Menurutnya, keputusan seperti itu tak terhindarkan karena maskapai penerbangan membutuhkan biaya operasional sehingga tidak bisa sepenuhnya mengembalikan dalam bentuk uang.

Kendati demikian, mengubah sistem refund tak melulu berujung kekecewaan. Gaery mengatakan ada juga konsumen yang lebih memilih dapat voucher ketimbang dananya dikembalikan namun tak utuh 100 persen. "Ini case by case basis," katanya. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait