BPKN Desak Akuntabilitas Pengukuran Penggunaan Kuota Data Internet
Berita

BPKN Desak Akuntabilitas Pengukuran Penggunaan Kuota Data Internet

Terkait maraknya pengiriman SMS marketing atau SMS spam, BPKN menyampaikan lima rekomendasi.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ketua BPKN Rizal E. Halim. Foto: RES
Ketua BPKN Rizal E. Halim. Foto: RES

Pemakaian sarana internet atau digital menjadi pilihan utama masyarakat sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia. Hampir semua aktivitas baik itu sekolah, pekerjaan, jual beli dan sebagainya menggunakan sarana digital.

Melihat meningkatnya aktivitas digital di masa pandemi, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendesak agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) segera menyiapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian standardisasi pengujian keakuratan dan transparansi penghitungan volume data yang digunakan konsumen. Hal ini mengingat penggunaan layanan data internet meningkat tajam di masa pandemi sekarang ini.

“BPKN mendesak adanya keakuratan kecepatan layanan data internet yang diberikan operator telekomunikasi hingga sampai ke konsumen,” kata Ketua Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN, Arief Safari. (Baca Juga: Advokat Usul Ada Regulasi Soal SMS Iklan yang Mengganggu Konsumen)

Arief mengaku jika rekomendasi BPKN sendiri sudah dikirimkan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika serta BRTI. Menurutnya, transparansi dan keakuratan perhitungan volume data yang digunakan pengguna telekomunikasi, termasuk juga kecepatan internet yang dijanjikan, merupakan kewajiban pelaku usaha dan hak konsumen yang diatur dalam UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Selain soal transparansi perhitungan layanan data atau internet di industri telekomunikasi, Arief juga menyoroti mengenai perkembangan teknologi berbasis Internet Protocol (IP). Berdasarkan kajian yang dilakukan, menurut Arief, BPKN berpendapat konsumen sudah tidak perlu lagi dibebankan biaya tambahan atau tarif terpisah untuk layanan suara (voice) dan SMS karena sudah menjadi bagian dari layanan berbasis IP yang dibayar konsumen saat berlangganan layanan data internet.

“Tarif yang lebih murah bagi konsumen diharapkan dapat meningkatkan inklusi pemanfaatan layanan telekomunikasi guna mendorong ekonomi digital nasional,” katanya.

Sementara itu, Ketua BPKN Rizal E. Halim menyampaikan apresiasi atas upaya yang dilaksanakan dari beberapa rekomendasi yang disampaikan pada tahun 2011 dan 2013 kepada pemerintah. “Apresiasi kepada pemerintah atas upaya yang dilaksanakan dari beberapa rekomendasi yang disampaikan pada 2011 dan 2013. Namun dalam perjalanannya, BPKN masih melihat ada beberapa rekomendasi yang belum dijalankan, termasuk yang belum dituntaskan adalah mengenai SMS marketing atau SMS spam yang hingga saat ini belum terlihat pengaturan yang jelas meski dinilai meresahkan konsumen telekomunikasi,” kata Rizal.

Terkait maraknya pengiriman SMS marketing atau SMS spam hingga dini hari kepada masyarakat pengguna layanan jasa telekomunikasi, BPKN memandang perlunya pengaturan yang jelas dan tegas mengenai pengiriman SMS marketing/spam agar tidak mengganggu kenyamanan konsumen telekomunikasi. Terkait hal ini, BKPN menyampaikan 5 rekomendasi.

Pertama, untuk SMS berlangganan dengan mendapatkan SMS secara regular, baik berbayar maupun tidak berbayar, harus mendapatkan persetujuan dari konsumen terlebih dahulu. Kedua, konsumen dapat sewaktu-waktu berhenti berlangganan, semudah konsumen berlangganan layanan. Ketiga, pengiriman SMS bersifat penawaran produk dan atau jasa hanya dapat dilakukan pada hari kerja dari Senin-Jumat dan jam kerja dari pukul 08.00-17.00 (sesuai pembagian waktu yang ada di Indonesia).

Keempat, ada mekanisme menghentikan pengiriman SMS spam yang dikirim dari individu dengan sanksi pemblokiran nomor jika dirasa mengganggu konsumen yang menerima SMS tersebut, dan kelima perlunya edukasi dan sosialisasi secara masif agar pengguna layanan jasa telekomunikasi juga tidak menjadi korban penipuan melalui SMS.

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing, mendesak pemerintah sebagai regulator menerbitkan regulasi yang lebih jelas mengenai layanan penawaran melalui SMS. Dia menjelaskan desakan tersebut muncul akibat maraknya SMS penawaran yang diberikan tanpa persetujuan konsumen, berulang serta dikirim pada waktu yang tidak wajar.

"Kami minta agar ada aturan yang mengikat para pelaku usaha jasa telekomunikasi agar menghentikan sms penawaran yang tidak sesuai dengan prinsip perlindungan konsumen, bila perlu dikenakan sanksi tegas kepada pelaku usaha yang melanggar" ungkap David yang merupakan advokat yang berkecimpung dalam perlindungan konsumen, Jumat (18/9).

Dia mengatakan hampir seluruh pelanggan seluler mendapat SMS penawaran baik dari pelaku usaha telekomunikasi, misalnya pengisian pulsa, promo dan NSP, maupun dari pihak ketiga yang berisi penawaran produk makanan, minuman, perbankan, barang elektronik, hingga properti, bahkan apabila pelanggan masuk ke area tertentu misalnya pusat perbelanjaan langsung banyak masuk SMS Penawaran.

Dia menyarankan seharusnya ada persetujuan lebih dulu dari konsumen mengenai ketersediaan menerima SMS iklan tersebut. “Hal ini yang dikenal dengan istilah do not call register, artinya pelaku usaha jasa telekomunikasi tidak boleh mengirim sms penawaran kepada pelanggan yang sudah menyatakan tidak setuju dikirimi sms penawaran,” jelasnya.

Dia menilai SMS iklan yang dikirim tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pemilik nomor maka pengirim telah melanggar Pasal 26 UU ITE yang secara jelas menyebutkan bahwa penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

Seperti diketahui, Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing, mendesak pemerintah sebagai regulator menerbitkan regulasi yang lebih jelas mengenai layanan penawaran melalui SMS. Dia menjelaskan desakan tersebut muncul akibat maraknya SMS penawaran yang diberikan tanpa persetujuan konsumen, berulang serta dikirim pada waktu yang tidak wajar.

"Kami minta agar ada aturan yang mengikat para pelaku usaha jasa telekomunikasi agar menghentikan sms penawaran yang tidak sesuai dengan prinsip perlindungan konsumen, bila perlu dikenakan sanksi tegas kepada pelaku usaha yang melanggar" ungkap advokat yang berkecimpung dalam perlindungan konsumen, Jumat (18/9) lalu.

 

Tags:

Berita Terkait