BPKH Bicara Akar Masalah Sistem Antrian Berhaji di Indonesia
Utama

BPKH Bicara Akar Masalah Sistem Antrian Berhaji di Indonesia

Seiring pengembangan yang dilakukan Arab Saudi dan melihat tren penambahan kuota bagi jemaah haji Indonesia setiap tahunnya, BPKH optimis daftar tunggu calon jemaah haji akan terurai dengan sendirinya.

Ferinda K Fachri
Bacaan 5 Menit

Harry pun mengajak masyarakat muslim se-Indonesia untuk berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk ibadah haji sedini mungkin, tidak lagi menunggu hingga berusia sepuh baru mendaftarkan diri. Seperti kalangan milenial, bisa mendaftar sejak masih muda agar ketika berangkat diharapkan bisa masih dalam kondisi bugar. 

Bagi kalangan lansia, tetap pihak Kementerian Agama RI telah mengupayakan adanya program pro-lansia bagi calon Jemaah haji. Untuk pelaksanaannya tentu dapat lebih dioptimalkan dengan berbagai masukan masyarakat termasuk polemik administrasi yang dinilai masyarakat masih terbilang berbelit-belit dan “lempar sana-sini”. Rekomendasi yang diberikan masyarakat amat bermanfaat dan harus dipikirkan secara objektif oleh pemerintah.

“Namanya masukan dan pandangan itu kita hargai dan jadi lesson learnt yang kita pelajari untuk perubahan. BPKH sendiri adalah lembaga negara yang mengelola dana umat terbesar di Indonesia di luar bank ya. Di UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UU Pengelolaan Keuangan Haji), dengan lahirnya BPKH sebagai lembaga independen mengelola dana haji sudah dilakukan transparansi dana haji. Perihal pengelolaan dana haji, dengan lahirnya BPKH itu terobosan untuk melakukan transparansi akuntabilitas pengelolaan dana haji di Indonesia,” terangnya.

Memperkuat posisi BPKH

BPKH dengan aset sebesar Rp 165 triliun, Harry bersama dengan Indra Gunawan mengelola investasi yang dilakukan sampai ia mengklaim badan tersebut berhasil menghasilkan Rp 10,9 triliun setahunnya. “Tapi ini masih belum cukup. Kita masih butuh meng-improve agar ini berkelanjutan. Pertama nilai manfaat investasi harus meningkat. Kedua dana kelola harus meningkat dengan memfasilitasi warga negara Indonesia bisa terus daftar haji. Ketiga rasionalitas biaya haji juga harus dilakukan secara berkeadilan. Keempat kita harus melakukan efisiensi penyelenggaraan haji,” katanya. 

Perihal transparansi BPKH dalam mengelola keuangan haji, senantiasa berada dalam pengawasan yang ketat baik dari DPR maupun dari BPK. Selama lima kali berturut-turut, BPKH meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI. Dalam kaitannya dengan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), ia mengingatkan berada di lingkungan kekuasaan dari Pemerintah dan DPR dimana BPKH hanya dimintakan saja dan bukan bagian wajib terlibat seperti tertuang dalam UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

“Penentuan (biaya) haji itu ditentukan Pemerintah dan DPR. BPKH tidak dilibatkan, hanya dimintakan saja. Secara UU menurut saya memang harus dilakukan reformasi, perubahan, UU harus memperkuat posisi BPKH agar bisa terlibat dalam penentuan biaya penyelenggaraan haji. Tapi saya ingin katakan yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR juga sudah bagus. Walau di UU kita tidak disebut, tapi kita dilibatkan. Jadi pemerintah dan DPR sudah melakukan terobosan, namun secara UU, tapi kita (BPKH, red) masih lemah,” bebernya.

Lebih lanjut, Pasal 46 UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah berbunyi, “(1) Menteri menyampaikan usulan besaran BPIH kepada DPR RI untuk keperluan BPIH. (2) Usulan BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri kepada DPR RI paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah penyampaian laporan hasil evaluasi penyelenggaraan Ibadah Haji tahun sebelumnya”.

Tags:

Berita Terkait