BPK Temukan Ribuan Kasus Berdampak Finansial
Berita

BPK Temukan Ribuan Kasus Berdampak Finansial

BAKN akan menindaklanjuti laporan BPK dalam rangka memperkuat fungsi pengawasan DPR.

RFQ
Bacaan 2 Menit
BPK Temukan Ribuan Kasus Berdampak Finansial
Hukumonline
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semeter II tahun 2013 melakukan pemeriksaan terhadap 662 objek pemeriksaan. Hasilnya, BPK menemukan setidaknya 10.996 kasus kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangan-undangan senilai Rp13,96 triliun.

Hal itu disampaikan Ketua BPK Rizal Djalil pada sambutan penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2013 di sidang paripurna DPR, Selasa (20/5).  “Dari jumlah kasus tersebut, sebanyak 3.452 kasus senilai Rp9,24 triliun merupakan temuan yang berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangan-undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan,” ujarnya.

Menurut Rizal, rekomendasi BPK terhadap sejumlah kasus tersebut antara lain berupa penyerahan aset dan atau penyetoran ke kas negara, daerah, perusahaan negara maupun daerah. Dijelaskan Rizal, BPK juga melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) di 108 Pemda.

BPK memberikan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap 7 LKPD, opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap 52 LKPD, opini tidak wajar terhadap 2 LKPD, dan opini tidak memberikan pendapat (disclamer) terhadap 47 LKDP. Di semester yang sama, BPK juga melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap 387 objek pemeriksaan pemerintah pusat, Pemda, BUMN, BUMD, BLU dan BLUD.

Misalnya, pemeriksaan terhadap pelaksanaan kontrak kerjasama minyak dan gas bumi pada delapan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS). Menurut Rizal, pihaknya menemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan cost recovery dan perpajakan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara dari sektor migas sebesar Rp994,8 miliar.

“Ketidakpatuhan KKKS terhadap ketentuan cost recovery yaitu dengan membebankan biaya-biaya yang semestinya tidak dibebankan dalam cost recovery,” ujarnya.

Selain itu, pemeriksaan terhadap pelaksaan Program Bina Lingkungan (PBL) BUMN Peduli, BPK menemukan Peraturan Menteri BUMN yang tidak konsisten. Sehingga, perencanaan dan pelaksanaan (PBL) BUMN Peduli senilai Rp828,97 miliar tidak optimal.

“Beberapa permasalahan pada PBL BUMN Peduli antara lain pada program kegiatan cetak sawah senilai Rp380,73 miliar dan program pembangunan rumah susun senilai Rp151 miliar,” ujarnya.

Rizal berharap informasi dan laporan yang dilayangkan lembaganya dapat segera ditindaklanjuti oleh DPR. Pasalnya dengan begitu, laporan BPK menjadi pintu masuk dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah. “Sesungguhnya efektifitas dari hasil pemeriksaan BPK adalah jika LHP ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa. Salah satu pihak yang dapat mendorong efektifitas tindaklanjut tersebut adalah pengawasan yang intensif dari pimpinan dan para anggota DPR,” ujarnya.

Anggota Komisi III Harry Witjaksono mengatakan, laporan BPK sejatinya menjadi data awal DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Menurutnya, dengan laporan BPK itulah DPR dapat memanggil pemerintah untuk mengkonfirmasi temuan BPK seputar kemungkinan adanya dugaan korupsi, gratifikasi maupun pengelolaan pemerintahan yang baik.

“Tanpa laporan BPK kita mengawang-ngawang melakukan pengawasan di bidang kinerja keuangan pemerintah. Laporan BPK menjadi data awal untuk melakukan pengawasan,” katanya.

Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), Teguh Juarno, mengapresiasi laporan BPK. Menurutnya laporan BPK akan menjadi acuan penelaahan untuk kemudian diberikan ke komisi-komisi di DPR. Menurutnya, tugas BAKN adalah melakukan pemeriksaan terhadap laporan hasil pemeriksaan oleh BPK.

Pimpinan sidang paripurna Sohibul Iman menambahkan, sesuai mekanisme yang ada, maka laporan BPK menjadi tugas dan kewajiban BAKN melakukan penelaahan. Sohibul mengatakan hasil dari analisi dan penelitian BAKN menjadi bahan komisi melakukan pengawasan terhadap mitra kerjanya di pemerintahan.

“Harapan BPK sagar DPR menindaklanjuti laporan BPK sebagai fungsi kedewanan dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu harapan BPK harus dilaksanakan dalam rangka memperkuat fungsi pengawasan DPR,” pungkas Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS itu.
Tags:

Berita Terkait