BPK Telisik Penyimpangan Bansos di Daerah
Berita

BPK Telisik Penyimpangan Bansos di Daerah

Alokasi dana bansos diduga terus meningkat.

FNH
Bacaan 2 Menit
BPK Telisik Penyimpangan Bansos di Daerah
Hukumonline

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sedang menelisik dugaan penyimpangan alokasi dana bantuan sosial (bansos) di daerah. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), begitu nama pemeriksaan itu, dilakukan seiring dengan temuan BPK tentang peningkatan jumlah dana bansos yang dianggarkan daerah dalam APBD.

Anggota V BPK, Agung Firman Sampurna, menegaskan temuan BPK mendorong perlunya pemangku kepentingan mencermati penggunaan dana bansos. BPK, kata Agung, “sudah memandang ini ke dalam tahap yang sangat perlu untuk dicermati”.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, juga sudah meminta agar pemberian dana bansos diperketat pengawasannya. KPK mencium dana bansos banyak yang tak sesuai peruntukan.

PPDT yang dilakukan BPK menyasar banyak daerah, terutama yang dana bansosnya ‘material’ dan daerah-daerah yang sebelumnya menyelenggarakan pilkada. Kuat dugaan, di sejumlah daerah, penyaluran bansos berkaitan dengan penyelenggaraan pilkada. Menjelang pilkada, alokasi dana bansos cenderung besar. Bansos disebut bersifat ‘material’ jika alokasinya 30-40 persen dari total APBD.

Pemberian bansos, kata Agung, belum tentu salah. Melalui PDDT, BPK hanya ingin melihat sejauh mana penyimpangan dilakukan, apakah pemberian bansos sudah sesuai peraturan atau tidak. Sumatera Selatan, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah termasuk daerah yang disasar BPK karena alokasi bansos dalam APBD tinggi. Cuma, Agung tak menjelaskan berapa nilai bansos yang diduga disimpangi.

Di luar daerah tersebut, Kementerian Dalam Negeri meminta agar Pemda Papua menjelaskan penggunaan bansus karena daerah ini termasuk yang dicantumkan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK.

Menurut Agung, beberapa modus penyimpangan dana bansos yang dilakukan pada tingkat Pemda adalah dengan membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan mengalokasikan dana ke LSM bentukan Pemda. Modus semacam ini rawan korupsi.

Batasi jumlah

Meningkatnya alokasi dana bansos dalam APBD disinyalir disebabkan oleh tidak adanya batasan yang jelas terhadap alokasi bansos dalam APBD. Akibatnya, Pemda memiliki wewenang yang luas untuk menganggarkan dana bansos tanpa rujukan yang pasti, bahkan tanpa kriteria pihak-pihak mana saja yang berhak menerima bansos.

BPK tengah membahas dan akan mengeluarkan pendapat terkait pembatasan dana bansos. “Nanti kita lihat hasil pemeriksaannya. Yang jelas yang perlu diatur betul adalah proporsi bansos dan hibah itu terhadap total APBD,” ungkap Agung.

Selain itu, Agung menilai regulasi yang telah dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi terkait dana bansos belumlah diatur secara ketat. Buktinya, meskipun aturan tersebut dikeluarkan agar pengelolaan dana bansos lebih akuntabel, alokasi anggaran dana bansos dalam APBD terus meningkat.

“Memang sudah ada usaha dari pemerintah dalam hal ini Kemendagri untuk membuat peraturan agar bansos lebih akuntabel. Tetapi dalam praktiknya kita bisa lihat jumlah bansos makin besar. Artinya jumlah bansos pun harus diperhatikan,” jelasnya.

Regulasi yang dimaksud Agung adalah Permendagri No. 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Beleid ini merevisi Permendagri No. 32 Tahun 2011. Salah satu inti dari regulasi ini adalah melarang pemda menganggarkan hibah bansos baik sebagian maupun keseluruhan dalam bentuk gelondongan.

Tags:

Berita Terkait