BPK Sinyalir Dana Otsus Papua Dikorupsi
Berita

BPK Sinyalir Dana Otsus Papua Dikorupsi

DPR mempersilakan aparat hukum untuk mengusut kasus ini.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Anggota BPK Rizal Djalil. Foto: Sgp
Anggota BPK Rizal Djalil. Foto: Sgp

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan adanya kerugian negara sebesar Rp4,12 triliun terkait penggunaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat yang dikeluarkan sejak tahun 2002-2010. Hasil audit ini disampaikan BPK kepada Tim Pemantau Otonomi Khusus Papua dan Aceh, Kamis (21/4), di DPR. BPK menduga terjadi tindak pidana korupsi dalam penggunaan dana tersebut.  

 

Anggota BPK Rizal Djalil mengatakan meski DPR dan Pemerintah telah memberikan dana yang cukup besar, namun indeks pertumbuhan penduduk di Papua masih berada di urutan ke-33 sehingga tidak ada korelasi dengan adanya otonomi khusus. Atas dasar itu, dia menduga ada penyimpangan dalam penggunaan dana.

 

Laporan BPK mengungkapkan penyimpangan yang meliputi kegiatan tidak dilaksanakan alias fiktif senilai Rp28,94 miliar, kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran tidak sesuai ketentuan senilai Rp218,29 miliar, dan penyelesaian pekerjaan yang terlambat dan tidak dikenai denda senilai Rp17,22 miliar. Kemudian, ada dana yang didepositokan di Bank Mandiri dan Bank Papua Rp2,35 triliun.

 

“Ada juga dana untuk aktivitas fiktif seperti aktivitas detail engineering design (DED) PLTA Sungai Unumuka tahap ketiga,” ujar Rizal.

 

Seperti diketahui, DPR mengalokasikan dana otonomi khusus sebesar Rp28,8 triliun untuk periode 2002-2010. Dana ini untuk peningkatan pendidikan dan kesehatan. BPK hanya mengaudit 70 persen dari jumlah tersebut, yakni sebesar Rp19 triliun. “Berdasarkan hasil audit, kami yakin ada kerugian negara dalam penggunaan dana itu,” tuturnya.

 

Menurutnya, sesuai dengan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dana itu seharusnya digunakan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, bukan dialokasikan dalam bentuk deposito. Temuan ini, sambung Rizal, membuktikan pengelolaan dana otonomi khusus belum disertai dengan perangkat yang memadai seperti Perda Khusus Papua dan Papua Barat.

 

Oleh sebab itu, BPK mengusulkan agar alokasi dana otonomi khusus diserahkan langsung pada kabupaten/kota tanpa harus melalui pemerintah provinsi. “Sebenarnya boleh saja dideposito, tapi harus ada laporan di anggaran pendapatan dan belanja daerah,” katanya.

 

Menanggapi laporan auditor negara tersebut, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan DPR akan memanggil Gubernur Papua dan pihak terkait lainnya untuk dimintai keterangan. Menurutnya, dana yang telah digelontorkan pemerintah harusnya dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.  

 

“Saya cukup terkejut mendengarnya. Harusnya ada tanda-tanda kehidupan yang lebih baik di Papua dengan dana sebesar itu,” ujarnya.

 

Priyo berjanji tidak akan mengubah komitmen awal DPR untuk mengawal pelaksanaan otonomi khusus baik di Papua dan Aceh selama 25 tahun. Namun, Priyo yang merupakan Ketua Tim Pemantau Otsus Papua dan Aceh DPR ini mempersilakan aparat hukum untuk mengusut penyimpangan dana tersebut.

 

“Saya persilakan Kejaksaan atau Komisi Pemberantsan Korupsi untuk mengusut tuntas kasus ini,” kata politisi asal Partai Golkar ini.

Tags: