BPK Ingatkan Predikat WTP Kemenkumham Tak Berarti Lepas dari Kesalahan
Berita

BPK Ingatkan Predikat WTP Kemenkumham Tak Berarti Lepas dari Kesalahan

Masih ditemukan permasalahan dalam sistem internal maupun soal kepatuhan terkait peraturan perundang-undangan, sehingga perlu diperbaiki.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Gedung Kemenkumham. Foto: Dok HOL/SGP
Gedung Kemenkumham. Foto: Dok HOL/SGP

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kembali memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan tahun anggaran 2018. Predikat WTP kali ini, sekaligus menjadi predikat WTP Keenam yang diraih Kemenkumham sekaligus untuk yang keempat kalinya secara berturut-turut sejak 2015 lalu.

 

Untuk diketahui, WTP merupakan opini audit yang akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Setidaknya ada empat (4) parameter yang harus dipenuhi untuk mendapatkan opini WTP, yaitu kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern (SPI).

 

Dalam masa kepemimpinannya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menyebut konsistensi Kemenkumham untuk mempertahankan peringkat WTP tersebut tidaklah mudah. Terlebih tanggungjawab untuk melakukan pengelolaan terhadap keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) harus mampu direalisasikan dengan memperhatikan dan mematuhi banyak hal.

 

“Kami akan terus dan selalu bekerja keras menjaga kepercayaan yang diberikan oleh BPK RI dengan berupaya meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Kementerian Hukum dan HAM secara berkelanjutan,” ujarnya, Selasa (18/6).

 

Dalam lima tahun terakhir, diketahui Kemenkumham telah melaksanakan restrukturisasi program dan kegiatan, serta mengikuti perubahan basis akuntansi dari basis kas ke basis aktual. Di samping itu, Ia juga menyebut pihaknya telah menjalin komunikasi serta melakukan banyak kerjasama dengan berbagai instansi.

 

Di antaranya, komunikasi dan konsultasi dengan Kementerian Keuangan selaku Pembina dalam pengelolaan keuangan dan BMN juga terus dilakukan, baik secara langsung maupun dengan pemantauan dan pengendalian data pada aplikasi e-rekon & LK.

 

(Baca: Awas, Sesat Pikir tentang Wajar Tanpa Pengecualian)

 

Di samping itu, Kemenkumham juga menjalin kerjasama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam hal pengendalian penyusunan laporan keuangan demi penguatan efektifitas SPI.

 

Untuk instansi non-pemerintahan, Kemenkumham juga telah menandatangin MoU dengan Ikatan Akuntan Indonesia (AAI) pada tahun 2016 untuk melakukan workshop dan ujian Sertifikasi Ahli Akuntansi Pemerintahan (AAP). Dalam rentang tahun 2016 hingga 2019, Kemenkumham bahkan telah mengirimkan 570 pegawai dari seluruh Indonesia untuk mengikuti workshop dan ujian sertifikasi AAP level A dan B.

 

Dengan begitu, kompetensi pegawai Kemenkumham dalam menyusun Laporan Keuangan Pemerintah, kebijakan akuntansi pemerintah dan laporan keuangan prospektif (anggaran) pemerintahan dapat dilakukan dengan baik.

 

“Dalam pemeriksaan laporan keuangan Kemenkumhan tahun 2018, kami tidak menemukan permasalahan signifikan yang berdampak pada penyajian laporan keuangan. Menurut kami laporan keuangannya tersajikan secara wajar sesuai standar akuntansi pemerintah,” ujar Anggota I BPK RI, Agung Firman Sampurna.

 

Ia juga mengakui kinerja Kemenkumham di bawah pimpinan Yasonna dapat dikatakan sangat membanggakan dan patut diapresiasi. Kemenkumham juga disebutnya begitu aktif untuk mengembangkan inovasi pelayanan, akhirnya BPK juga terdorong untuk ikut aktif juga membantu. Contohnya di tahun 2017, katanya, BPK telah membantu Kemenkumham menagih utang pembayaran paten hingga ke Eropa.

 

“Hasil tagihan tersebut dapat membantu pemasukan tambahan PNBP hingga lebih dari Rp 300 milyar,” tukasnya.

 

Namun, Ia mengingatkan dengan diperolehnya opini WTP tidak berarti laporan keuangan Kemenkumham bebas dari kesalahan. BPK masih menemukan permasalahan dalam sistem internal maupun soal kepatuhan terkait peraturan perundang-undangan, sehingga perlu diperbaiki. Di antara kelemahan tersebut yaitu: Pertama, penatusahaan maupun pengelolaan atas pemanfaatan BMN tidak optimal.

 

Kedua, pekerjaan restrukturisasi Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (Simkim) pada dirjen imigrasi yang belum direncanakan dengan baik dan berdampak belum dimanfaatkan. Ketiga, perampasan asset bank century di luar negeri dengan taksiran sebesar 11,44 juta USD belum optimal, sementara biaya perampasan yang dikeluarkan sudah keluar cukup besar.

 

Keempat, aset tetap tanah Dirjen Imigrasi di Kabupaten Sumba seluas 3000 hektar atau 60% dari 5000 hektar dikuasai dan digunakan oleh pihak lain. Kelima, asset tetap tanah sekjendi wilayah Tangerang dikuasai dan digunakan oleh pihak lain.

 

Adapun potensi kerugian negara berupa sewa asset tanah minimal Rp18,63 miliar, kemudian pembayaran pekerjaan pembangunan gedung di Kemenkumham belum sesuai dengan ketentuan dan denda keterlambatan yang belum dikenakan. Lalu, pengadaan jasa internet pada Pusdatin dan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham tidak sesuai dengan prestasi pekerja.

 

Tags:

Berita Terkait