BPK: Perubahan PMK Legalkan Penyimpangan Hambalang
Berita

BPK: Perubahan PMK Legalkan Penyimpangan Hambalang

Kerugian negara mencapai Rp463,67 miliar.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ketua BPK Hadi Purnomo saat menyerahkan Laporan Hasil Investigatif Tahap II Proyek Hambalang ke Pimpinan DPR. Foto: SGP
Ketua BPK Hadi Purnomo saat menyerahkan Laporan Hasil Investigatif Tahap II Proyek Hambalang ke Pimpinan DPR. Foto: SGP

Badan Pemeriksa Keuangan menyerahkan Laporan Hasil Investigatif Tahap II atas pembangunan  Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga  Nasional (P3SON) Hambalang kepada DPR, Jumat (23/8).Ada sejumlah temuan BPK dari hasil audit investigatif kedua.

Dari hasil temuan itu, BPK menilai ada kerugian keuangan negara senilai Rp463,67 miliar. Atau meningkat dari audit investigatif I, senilai Rp243,6 miliar. Kerugian negara disebabkan antara lain perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/PMK.02/2010 menjadi PMK No.194/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Menurut Ketua BPK Hadi Purnomo, PMK baru mengubah makna substansi dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak. Akibatnya, anggaran dana  proyek Hambalang yang awalnya ratusan miliar menjadi triliunan rupiah. “Proses pemberian persetujuan dilakukan pada tingkat direktorat jenderal anggaran sampai menkeu dipercepat,” urainya.

Pada PMK 56/2010 ada persyaratan wajib mendapatkan rekomendasi dari instansi teknis terkait dengan kelayakan atas kontrak tahun jamak. Namun persyaratan itu tak ada lagi dalam PMK 194/2011. Selain itu, persyaratan untuk mendapatkan kontrak tahun jamak semestinya setelah mendapat persetujuan dari DPR.

Hadi Purnomo menyampaikan BPK dalam laporan hasil audit berpandangan PMK 194/2011 bertentangan dengan Pasal 14 UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. “Dan berpotensi melegalisasi penyimpangan untuk kasus Hambalang dalam tahun-tahun berikutnya,” ujarnya

Temuan lain adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tidak pernah melakukan studi analisis dampak lingkungan (amdal), izin lokasi, site plan, dan izin mendirikan bangunan kepada pemerintah Kabupaten Bogor. Kemenpora juga dinilai tidak menyusun dokumen evaluasi lingkungan hidup (DELH) Hambalang seperti dimanatkan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Terkait tender, Hadi mengatakan proses pelelangan diduga telah direkayasa untuk memenangkan rekanan KSO dan AW. Bahkan, berdasarkan laporan yang diterima Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) per Desember 2011, kemajuan fisik pembangunan P3SON mencapai 37,58 persen. Sedangkan capaian kemajuan fisik menurut konsultan manajemen kontruksi namun belum diakui PPK pada Maret 2012 menjadi 42,67 persen.

Terkait lokasi P3SON berada pada zona kerentaranan gerakan tanah menengah tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. “Berdasarkan beberapa alasan itu BPK berpendapat seluruh pembayaran yang telah dilakukan negara tidak memberikan manfaat kecuali dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya BPK akan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut pada aparat penegak hukum untuk ditindak lanjuti dan penanganan hukumnya,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dan Komisi X akan membahas hasil audit BPK hingga ke akar-akarnya. Ia pun mempersilakan BPK melaporkan pula hasil audit tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anggota BAKN Yahya Sacawirya mengatakan akan menganalisa audit investigatif II BPK. Kemudian akan diserahkan pada pimpinan DPR. “Kami terbuka, sehingga nanti (hasil analisa, red) disampaikan juga karena sifatnya terbuka,” ujarnya.

Ketua Komisi X Agus Hermanto menegaskan pihaknya memang yang mendesak agar BPK segera menyerahkan hasil audit tersebut. “Kami harapkan tim investigasi kooperatif dalam waktu yang tidak terlalu lama,” imbuhnya.

Terkait temuan aliran dana dari anggaran Hambalang, Hadi menyatakan hal itu termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dikategorikan dalam Pasal 17 UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). “Hasil investigasi harus dirahasiakandan tidak bisa dibuka apalagi kasus ini Hambalang sedang disidik KPK,” ujarnya.

Tags: