BPJS Perlu Perhatikan Keterbukaan Informasi Publik
Berita

BPJS Perlu Perhatikan Keterbukaan Informasi Publik

Selama ini sosialisasi yang dilakukan pemerintah minim, sehingga masyarakat belum banyak tahu perihal BPJS.

ADY
Bacaan 2 Menit
BPJS Perlu Perhatikan Keterbukaan Informasi Publik
Hukumonline

Menjelang beroperasinya BPJS Kesehatan tahun depan, pemerintah masih melakukan pemantapan dan persiapan. Namun, dari persiapan yang dilakukan, khususnya terkait sosialisasi kepada publik, dirasa kurang. Bahkan, Direktur MediaLink, Ahmad Faisol, menilai BPJS perlu memperhatikan keterbukaan informasi publik. Dengan begitu, masyarakat dapat mudah mengetahui segala informasi yang dibutuhkan terkait pelaksanaan BPJS, khususnya kesehatan karena mulai beroperasi tahun depan.

Menurut Faisol, sejumlah isu yang perlu diketahui masyarakat secara rinci diantaranya bagaimana peralihan peserta Jamksesmas dan Jamkesda ke dalam BPJS Kesehatan. Apakah para peserta secara otomatis beralih atau ada mekanisme yang harus dipenuhi oleh peserta. Jika hal itu tidak dijelaskan, Faisol khawatir peserta Jamskesmas dan Jamkesda tidak dapat memperoleh pelayanan kesehatan memadai sebagaimana yang mereka peroleh selama ini.

Apalagi Faisol melihat pemerintah kerap meleset dalam mendata masyarakat yang layak dibantu. Seperti peserta Jamkesmas, Jamkesda dan BLSM, Faisol kerap mendengar pemerintah mengeluh salah sasaran. Ketika keterbukaan informasi itu dipraktikkan dengan benar sebagaimana peraturan, ia yakin hal itu dapat diminimalisir. Langkah itu baginya layak dilakukan karena dalam pelaksanaan BPJS, pesertanya dibagi menjadi dua yaitu penerima bantuan iuran (PBI) dan non PBI. Untuk masing-masing peserta, tentu saja BPJS Kesehatan harus memiliki data yang valid.

Oleh karenanya, Faisol mendesak pemerintah untuk segera membuka informasi, siapa saja masyarakat yang masuk ke dalam kategori PBI dan non PBI. Sehingga, ketika BPJS Kesehatan berjalan, tidak ada lagi salah sasaran sebagaimana yang terjadi dalam praktik Jamkesda atau Kartu Jakarta Sehat (KJS). “Bagamana masyarakat mengetahui kalau mereka menjadi peserta PBI atau bukan,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Kamis (25/7).

Untuk mencegah agar tidak terjadi kekisruhan di masyarakat dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, Faisol berharap pemerintah segera melakukan tindakan. Misalnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membentuk informasi pusat tentang BPJS. Sehingga, masyarakat tahu kemana mencari informasi terkait BPJS. Untuk melaksanakan tugasnya memberi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang seluk beluk BPJS, Faisol berpendapat Kominfo dapat melakukan inisiatif itu.

Bagi Faisol, hal itu selaras dengan semangat UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Walau begitu, ia mengakui Kominfo menghadapi tantangan dalam menunaikan tugasnya sebagai lembaga pemerintahan yang bertugas menggaungkan BPJS ke masyarakat. Namun, ia menilai hambatan yang ada dapat diatasi jika Kominfo bertindak sebagai koordinator bidang sosialisasi dalam Pokja BPJS. “Kominfo dapat menentukan isu-isu mana saja yang harus disosialisasikan kepada masyarakat,” tukasnya.

Sementara direktur eksekutif Indonesia Budget Center, Arif Nur Alam, mengatakan ketidaktahuan masyarakat atas informasi membuat mereka tidak berdaya. Untuk itu, pemerintah perlu mendorong agar masyarakat mengetahui perihal penyelenggaraan BPJS. Sayangnya, dalam UU SJSN dan BPJS, Arif tidak melihat ada ketentuan yang mengatur pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Padahal, divisi PPID perlu dibentuk di setiap lembaga pemerintahan, tidak terkecuali BPJS.

Sebagai lembaga yang menyangkut hajat hidup orang banyak, Arif menilai BPJS harus memiliki PPID sehingga masyarakat dapat mengetahui pihak yang bakal disasar untuk mencari informasi tentang BPJS. Misalnya, bagaimana soalkepesertaan,iuran,paketmanfaatdan lainnya. “Itu mengkhawatirkan. Makanya harus ada PPID sehingga semua informasi terkait bisa diakses publik,” ujarnya.

Selain itu Arif menekankan agar BPJS memegang prinsip keterbukaan dan transparan. Sehingga semua informasi yang dibutuhkan peserta, harus diberikan dan tidak boleh dikecualikan atau dibatasi. Dengan adanya keterbukaan informasi, Arif merasa masyarakat mampu mengawal pengawasan yang dilakukan lembaga negara seperti BPK dan DPR terhadap BPJS.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Komunikasi Publik, Kominfo, Tulus Subardjono, mengatakan Kominfo tergolong siap untuk melakukan sosialisasi BPJS. Namun, sampai saat ini Kominfo masih menunggu materi apa yang harus disosialisasikan kepada masyarakat. Pasalnya, Tulus menganggap Kominfo tidak memahami secara rinci substansi BPJS. Oleh karenanya, Kominfo saat ini hanya menunggu materi yang disampaikan kementerian yang lebih menguasai perihal BPJS. Misalnya, Kementerian Kesehatan. “Untuk Sosialisasi BPJS, kami menunggu, apa yang perlu disampaikan,” ungkapnya.

Terpisah, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, menilai Kominfo bertanggungjawab untuk menyosialisasikan semua kebijakan negara kepada masyarakat, tak terkecuali BPJS. Menurutnya, Kominfo mestinya tidak perlu bertanya lagi apa yang harus dilakukan untuk menjalankan tugasnya terkait BPJS. Jika tidak mengetahui perihal BPJS, Timboel menilai Kominfo tidak tahu apa yang menjadi tugasnya. Untuk itu, Timboel mendesak Kominfo untuk aktif membahas BPJS bersama lembaga pemerintahan lainnya. “Kominfo harus terus melibatkan diri dalam pembahasan BPJS,” pungkasnya lewat pesan singkat kepada hukumonline, Kamis (25/7).

Tags:

Berita Terkait