BPJS Perlu Berkaca Dari Jamkesda
Berita

BPJS Perlu Berkaca Dari Jamkesda

Agar mampu memberi pelayanan kesehatan yang baik tanpa merugikan rumah sakit.

ADY
Bacaan 2 Menit

Mengingat dalam sistem INA CBG's seluruh harga dimasukan oleh operator di bawah kendali Kemenkes, Endang melanjutkan, maka perlu dievaluasi secara berkala. Agar harga yang termaktub sesuai dengan perkembangan yang ada. Selaras dengan itu, dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan, pemerintah akan menetapkan obat apa saja yang akan digunakan berikut harganya dan dimasukan dalam INA CBG's. Sehingga, dihasilkan harga yang setara untuk pelayanan dan kelas yang sama antar RS. Menurutnya hal itu layak dilakukan apalagi sekarang tarif yang ditetapakan tiap RS berbeda-beda.

Pada kesempatan yang sama, koordinator KJS RS Atma Jaya, Nancy Irene, mengatakan praktiknya,sistem KJS belum sepenuhnya berjalan karena masih ada hal yang disiapkan. Misalnya, E-KTP sebagai kartu KJS, di RS Atma Jaya perangkat yang ada belum siap. Tapi, untuk INA CBG's sudah mulai digunakan dan Nancy mencatat terkait harga yang diterapkan sekarang berbeda dengan program kesehatan serupa yang pernah digelar Pemda DKI Jakarta sebelumnya. Misalnya, untuk melakukan tindakan medis terhadap seorang peserta KJS memakan biaya Rp91 juta, namun setelah menggunakan INA CBG's harga yang ditentukan hanya Rp18 juta.

Akibatnya, RS Atma Jaya harus menanggung kekurangan biaya tersebut. Untungnya RS Atma Jaya mendapat bantuan, salah satunya dari Jamkesda DKI Jakarta. Mengingat peserta KJS ditempatkan di kelas III, dengan INA CBG's Nancy mengatakan RS Atma Jaya cukup terbebani dengan adanya selisih biaya itu. Pasalnya, kapasitas tempat tidur kelas III di RS Atma Jaya sangat banyak, mencapai ratusan. Untuk itu ke depan, agar tidak memberatkan RS menanggung kekurangan biaya si peserta KJS, Nancy berharap harga yang termaktub dalam INA CBG's direvisi. “Mungkin waktu Ina CBG's dibuat belum disesuaikan dengan kondisi sekarang dimana harga obat mahal dan lainnya,” ujarnya.

Sementara, KepalaUnit Pelaksana Teknis (UPT) Jamkesda Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Yudhita Endah Primaningtyas, mengatakan peserta KJS itu mencakup seluruh warga Jakarta. Sedangkan program serupa yang pernah digelar sebelumnya hanya khusus untuk warga Jakarta yang miskin dan tak masuk Jamkesmas. Walau KJS cakupan pesertanya lebih luas namun Yudhita menyoroti salah satu kelemahan. Yaitu warga kurang mampu kesulitan mendapat ruang kelas III sebagaimana yang dijamin KJS karena dipakai oleh warga golongan lain.

Menurut Yudhita, kondisi tersebut disebabkan oleh sejumlah hal seperti ada peserta KJS ketika masuk RS mengaku sebagai pasien biasa dan mendapat pelayanan umum. Tapi, di tengah perjalanan pasien tersebut menyebut dirinya peserta KJS. Mengingat tarif pelayanan umum yang dikenakan RS berbeda dengan KJS, maka biaya yang ditanggung Pemda menjadi mahal.

Untuk mencegah berulangnya hal tersebut Yudhita mengatakan Wagub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal Ahok, menerbitkan kebijakan agar warga Jakarta yang ingin mendapat pelayanan KJS pada saat masuk ke RS harus mengaku peserta KJS. Jika itu tak dilakukan maka KJS tak berlaku untuk warga tersebut. Terkait INA CBG's, Yudhita mengatakan pihak RS ada yang mengeluh karena harga yang ditentukan tergolong rendah. Oleh karenanya dalam waktu dekat Ahok akan mengevaluasi pelaksanaan KJS secara menyeluruh termasuk INA CBG's. Setelah itu, diperkirakan bakal diterbitkan kebijakan baru terkait pelaksanaan KJS.

Namun, Yudhita mengingatkan pada dasarnya INA CBG's digunakan untuk perbaikan sistem pelayanan kesehatan menuju BPJS. Pasalnya, mekanisme pembayaran tanpa sistem tersebut terdapat celah yang berdampak pada tingginya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah atas program pelayanan kesehatan. Misalnya, dokter menulis resep tak sesuai dengan kebutuhan pasien atau hanya menggunakan merek tertentu. “Kami juga imbau kepada RS untuk merekrut dokter yang mengerti medis dan tidak melakukan coba-coba atau ngakal-ngakalin obat,” tegasnya.

Menanggapi persoalan itu koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan KJS merupakan kebijakan yang bersifat bantuan dari Pemda. Sehingga tak ada jaminan program tersebut berkelanjutan. Atas dasar itu Timboel mengatakan harus ada sistem pelayanan kesehatan yang dibangun secara baik dan mencakup seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut dapat diwujudkan salah satunya lewat program pelayanan kesehatan seperti BPJS. Sayangnya, Timboel melihat peraturan yang ada dan pernyataan dari petinggi pemerintahan tak menunjukan kalau peserta Jamkesda bakal beralih ke BPJS Kesehatan.

Untuk menjaga hak kesehatan masyarakat, khususnya peserta Jamkesda, Timboel mengusulkan agar program Pemda itu dialihkan ke BPJS Kesehatan. Setelah beralih dan BPJS Kesehatan berjalan maka anggaran yang sebelumnya digunakan Pemda bagi peserta Jamkesda dialihkan untuk menunjang fasilitas kesehatan BPJS. Seperti membangun RS, Puskesmas, meningkatkan alat dan insfrastruktur kesehatan. “Kesalahan pemerintah adalah Jamkesda tidak diikutsertakan dalam BPJS Kesehatan pada 2014 nanti,” tukasnya.

Tags: