BPJS Kesehatan Terbitkan 3 Peraturan Terkait Pelayanan
Berita

BPJS Kesehatan Terbitkan 3 Peraturan Terkait Pelayanan

Pelaksanaan 3 Peraturan Direksi (Perdir) Jaminan Pelayanan Kesehatan (Jampelkes) BPJS Kesehatan dalam tahun berjalan diharapkan bisa menghemat biaya klaim sampai Rp360 milyar.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES

Terbatasnya kemampuan finansial BPJS Kesehatan merupakan salah satu masalah yang dihadapi program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus mencari cara agar program JKN-KIS bisa terus berjalan dan memberikan manfaat kepada peserta sebagaimana perintah peraturan perundang-undangan.

 

Sebagai upaya menjawab persoalan itu BPJS Kesehatan telah menerbitkan 3 Perdir Jampelkes yang terdiri dari Perdir Jampelkes BPJS Kesehatan No.2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Perdir Jampelkes BPJS Kesehatan No.3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Perdir Jampelkes BPJS Kesehatan No.5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

 

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief, mengatakan Perdir itu diterbitkan mengacu Pasal 22 dan 24 UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Ketentuan itu pada intinya mengatur untuk memastikan peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang bermutu dan menjamin kesinambungan program JKN-KIS, luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan kebutuhan peserta dan kemampuan keuangan.

 

Oleh karenanya BPJS Kesehatan dapat mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan. Budi mengatakan jumlah peserta JKN-KIS saat ini sekitar 199 juta jiwa. Periode 2014-2017 biaya pelayanan yang dibayar BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan (faskes) mencapai Rp250 triliun.

 

“Perdir yang diterbitkan itu sesuai amanat UU SJSN,” kata Budi dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (30/7).

 

Besarnya biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan itu menurut Budi tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh sehingga kemampuan keuangan BPJS Kesehatan lemah. Penyebabnya, besaran iuran yang dibayar peserta JKN-KIS belum sesuai dengan penghitungan aktuaria.

 

Biaya pelayanan kesehatan yang paling besar dibayar BPJS Kesehatan untuk penyakit berat atau disebut katastropik, misalnya kanker, jantung, dan gagal ginjal. Tahun 2017 BPJS Kesehatan membayar biaya pelayanan penyakit jantung sebesar Rp9,2 triliun, kanker Rp3 triliun, dan gagal ginjal Rp2,2 triliun.

 

Selain itu, Budi menyebut ada beberapa penyakit lain yang tidak tergolong katastropik tapi penjaminannya menyedot dana besar yakni katarak di tahun 2017 penjaminan yang dibayar BPJS Kesehatan mencapai Rp2,65 triliun, bayi baru lahir sehat Rp1,17 triliun, dan rehabilitasi medik serta fisioterapi Rp965 milyar. Mengingat penjaminan untuk tiga penyakit itu berbiaya besar, BPJS Kesehatan mengaturnya melalui Perdir Jampelkes agar pelayanan yang diberikan kepada peserta lebih efektif dan efisien.

 

Baca:

 

Budi menegaskan, BPJS Kesehatan tetap menjamin pelayanan kesehatan untuk tiga jenis penyakit itu. Tapi, untuk mendapat pelayanan tersebut ada syarat yang harus dipenuhi misalnya, peserta yang bisa mendapat pelayanan operasi katarak yakni mereka dengan visus kurang dari 6/18. Sebelum menerbitkan ketentuan tersebut, Budi menyebut BPJS Kesehatan sudah melibatkan pemangku kepentingan termasuk organisasi profesi. “Untuk penjaminan penyakit katarak ini kami sudah berdiskusi dengan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami),” ujarnya.

 

Begitu pula dengan penjaminan bayi lahir sehat sebagaimana diatur dalam Perdir Jampelkes No.3 Tahun 2018, Budi menyebut pihaknya telah berdiskusi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sekarang, penjaminan untuk peserta yang melahirkan dengan anak yang lahir sehat, penjaminannya satu paket dengan klaim ibunya. Sebelumnya, penjaminan bayi dan ibunya dilakukan dengan 2 klaim terpisah. Klaim akan dibayar terpisah jika bayi baru lahir membutuhkan perawatan intensif seperti PICU, NICU, dan inkubator.

 

Untuk rehabilitasi medis, Budi mengatakan, setelah berdiskusi dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia (Perdosri), BPJS Kesehatan mengatur peserta yang membutuhkan rehabilitasi medis bisa mendapat pelayanan 2 kali dalam satu pekan atau 8 kali dalam sebulan.

 

Kemudian, rehabilitasi medis bagi peserta JKN-KIS hanya bisa dilakukan oleh RS yang memiliki dokter spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (SpKFR). Bagi RS di daerah tertentu yang belum memiliki dokter SpKFR, pelayanan bisa diberikan kepada peserta JKN-KIS dengan memenuhi sejumlah syarat.

 

Budi berharap dengan terbitnya 3 Perdir Jampelkes itu pelayanan yang diberikan kepada peserta lebih efektif dan efisien.  “Penghematan yang kami harapkan apabila Perdir itu dijalankan sejak Juli ini yakni Rp360 milyar,” urainya.

 

Deputi Direksi bidang Regulasi dan Hubungan Antar Lembaga (HAL) BPJS Kesehatan, Jenny Wihartini, menjelaskan regulasi ini merupakan hasil dari beberapa kali rapat tingkat Menteri sejak tahun 2017. Intinya, perlu dilakukan efisiensi dan efektifitas pelayanan pada 3 jenis penyakit itu. Menindaklanjuti arahan tersebut BPJS Kesehatan telah menyusun Peraturan Badan, pembahasannya melibatkan pemangku kepentingan seperti kementerian, lembaga, dan organisasi profesi. “Saat ini rancangan Peraturan itu berada di Kementerian Hukum dan HAM, menunggu diundangkan,” paparnya.

 

Seiring perjalanan, BPJS Kesehatan menerbitkan Perdir Jampelkes itu sebagai peraturan internal dan panduan untuk petugas di lapangan guna melakukan proses verifikasi dan penjaminan.  Penerbitan Perdir Jampelkes menurut Jenny tidak bisa ditunda karena sebagai komitmen BPJS Kesehatan menjalankan amanat UU dan menjalankan arahan sebagaimana dihasilkan dalam rapat tingkat Menteri.

Tags:

Berita Terkait