Defisit masih membayangi program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Hasil audit BPKP terhadap Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan tahun 2018 menunjukan utang BPJS Kesehatan yang gagal bayar per 31 Desember 2018 mencapai Rp9,1 triliun. Kepala BPKP, Ardan Adiperdana mencatat ada sejumlah hal yang menyebabkan defisit DJS yang dikelola BPJS Kesehatan.
Ardan melihat ada 3 segmen peserta JKN-KIS yang pendapatan iurannya lebih kecil daripada klaim pelayanan kesehatan. Ketiga segmen itu Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), Bukan Pekerja (BP), dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibayar APBD. “Iuran dari 3 segmen ini tidak bisa menutup biaya pelayanan kesehatan mereka,” kata Ardan dalam rapat dengar pendapat di DPR, Senin (27/5/2019). Baca Juga: BPJS Kesehatan Diminta Benahi Hasil Temuan BPKP
Hasil Audit BPKP Tahun 2018 untuk jumlah peserta, iuran, dan klaim layanan.
Segmen Peserta | Jumlah Peserta | Pendapatan Iuran | Klaim Pelayanan di RS |
PBI APBN | 92,107,598 | Rp25,4 triliun | Rp14 triliun |
PPU Pemerintah | 17,236,340 | Rp14,4 triliun | Rp11,4 triliun |
PPU Badan Usaha | 32,596,755 | Rp24,5 triliun | Rp11,1 triliun |
PBPU | 31,100,248 | Rp8,9 triliun | Rp22 triliun |
BP | 5,139,875 | Rp1,7 triliun | Rp6,6 triliun |
PBI APBD | 29,873,383 | Rp6,8 triliun | Rp6,8 triliun |
Total | 208,054,199 | Rp81,9 triliun | Rp72,2 triliun |
Dari 208 juta peserta JKN-KIS di tahun 2018 itu, Ardan menghitung sekitar 27,4 juta data kepesertaan bermasalah. Misalnya, 17,17 juta data bermasalah karena NIK tidak lengkap 16 digit dan 10 juta NIK ganda. Kemudian, 50.475 badan usaha belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, 52.810 karyawan belum didaftarkan oleh pemberi kerja sebagai peserta JKN-KIS, dan 2.348 badan usaha melaporkan upah karyawannya lebih rendah dari sebenarnya. Tingkat kolektabilitas iuran peserta PBPU 53,72 persen, lebih rendah dari target yang ditetapkan 60 persen.
BPKP merekomendasikan BPJS Kesehatan untuk mengefektifkan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi kepesertaan dan kolektibilitas iuran pada segmen peserta BU dan PBPU. Kemudian mempercepat proses pembersihan data kepesertaan yang bermasalah dan pemutakhiran data kepesertaan.
Ardan menyebut hasil audit ini menemukan ada Silpa dana kapitasi di tingkat pemerintah daerah (pemda) sebesar Rp2,5 triliun. Kemudian terjadi inefisiensi pembayaran klaim layanan di RS sebesar Rp819 milyar karena kontrak antara RS dan BPJS Kesehatan menggunakan tarif untuk kelas RS yang lebih tinggi. “Klaim layanan RS ini kami catat ada di 94 RS yang tersebar lebih dari 14 provinsi,” paparnya.
Siap melaksanakan
Menanggapi hasil audit BPKP itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, mengatakan siap melaksanakan rekomendasi BPKP, kecuali beberapa hal yang perlu dibahas bersama. Menurut Fachmi, bertambahnya jumlah peserta JKN-KIS ikut menambah beban pengeluaran. Sekalipun tingkat kolektabilitas seluruh segmen peserta sangat baik yakni 100 persen, tetap saja dengan iuran yang ada saat ini pasti akan defisit.