BPHN Ingatkan Pentingnya RUU Penilai untuk Jaminan Perlindungan Hukum
Terbaru

BPHN Ingatkan Pentingnya RUU Penilai untuk Jaminan Perlindungan Hukum

Pemerintah berharap RUU Penilai masuk dalam Prolegnas prioritas 2023 perubahan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Kepala BPHN Prof Widodo Ekatjahjana. Foto: Istimewa
Kepala BPHN Prof Widodo Ekatjahjana. Foto: Istimewa

Pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk mendorong investasi masuk ke tanah air. Untuk melengkapi regulasi yang telah ada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Penilai. Sayangnya, RUU Penilai tak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Prof Widodo Ekatjahjana, mengatakan urgensi RUU Penilai semakin tinggi. Masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan ingin terhindar dari praktik yang merugikan akibat tidak adanya akses terhadap informasi nilai suatu aset berwujud dan tidak berwujud.  Oleh karena itu, perlu aturan yang memberi jaminan perlindungan hukum dalam bentuk UU untuk memberikan kepastian kepada semua pihak dan profesi penilai.

“BPHN ikut berkontribusi dalam penyusunan Naskah Akademis, penyusunan draf RUU, Rapat Panitia Antar Kementerian (PAK) hingga penyelarasan Naskah Akademik RUU Penilai,” katanya dalam keterangan, Jumat (17/02/2023) pekan lalu.

Baca juga:

Widodo menerangkan, progres RUU Penilai saat ini telah sampai pada tahap harmonisasi bersama Direktorat Jenderal (Ditjen) Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Diharapkan tahun 2023 RUU Penilai masuk prolegnas prioritas tahunan perubahan. Rencananya semester kedua tahun ini akan digelar pembahasan RUU oleh DPR bersama Presiden dan Menteri sampai ke rapat paripurna.

RUU Penilai memuat sejumlah ketentuan penting terkait profesi Penilai mulai dari standar kompetensi, tata kerja, tata kelola praktik profesi, validitas data dan manfaatnya dalam penyelenggaraan bernegara dan masyarakat. Widodo menjelaskan, RUU Penilai juga mengatur Majelis Penilai, pengaturan mekanisme praktik profesi Penilai, organisasi profesi serta pembinaan dan pengawasannya.

“Akan diatur juga sebuah wadah bernama Pusat Data Transaksi Properti dan Bisnis. Pusat tersebut akan mengumpulkan dan mengolah data transaksi sebagai daftar rujukan nilai properti dan bisnis nasional bagi Penilai,” ujarnya.

Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum (FH) Universitas Jember itu menyebut, output Pusat Data Transaksi Properti dan Bisnis dimaksud akan menciptakan 2 hal yang sangat penting. Pertama, sebagai benchmark nilai nasional. Kedua, menjadi transformasi mendasar dalam mewujudkan transparansi transaksi yang berdampak positif pada efisiensi perekonomian negara.

“Karena kontribusi yang sangat besar kepada dunia perekenomian negara, BPHN Kemenkumham bersama Kemenkeu sebagai pengusul RUU Penilai bekerja keras dan sangat serius,” ujarnya.

Direktur Penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu) Arik Haryono, berpendapat RUU Penilai sangat penting. Di Kementerian Keuangan khususnya di DJKN maupun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) mencoba menggelorakan RUU Penilai.

“Selain itu tentunya sangat jelas peran BPHN yang terus memberikan pendampingan dalam pembentukan hukum besar sekali,” imbuhnya.

Arik menegaskan, profesi Penilai juga memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam Indonesia. Menurutnya, dengan adanya RUU Penilai memberikan peran profesi penilai atas nama kepentingan negara untuk menilai potensi sumber daya alam. Baginya, informasi nilai itu penting dalam menjaga keberlanjutan fiskal dari sektor sumber daya alam.

“Dan program konservasi untuk keberlanjutan sumber daya alam,” pungkasnya.

Sebagai informasi, tugas dari Penilai atau appraiser adalah memberikan opini tertulis atas nilai ekonomi suatu objek penilaian seperti aset bangunan, pabrik, rumah maupun aset lainnya. Kebutuhan profesi Penilai sangat besar dalam berbagai bidang. Mulai dari perbankan, pasar modal, pembangunan infrastruktur, investasi, penegakan hukum dan sebagainya.

Objek yang dinilai juga beragam, tak hanya aset berwujud seperti gedung, rumah, kapal laut dan pesawat. Aset tidak berwujud seperti hak paten, merek dan saham pun bisa ditaksir nilainya. Profesi Penilai diwadahi oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), sebuah organisasi yang berdiri sejak 1981 dan sampai saat ini telah memiliki ribuan anggota di seluruh Indonesia.

Tapi sampai sekarang, belum ada UU yang memberikan perlindungan hukum bagi profesi Penilai. RUU Penilai diharapkan menjamin kepastian, keadilan dan perlindungan hukum bagi seluruh pihak baik terhadap profesi Penilai itu sendiri maupun pihak-pihak yang menggunakan jasa penilaian.

Tags:

Berita Terkait