Pemberian hari istirahat mingguan tersebut bersifat wajib dan memaksa (dwingenrechts), sehingga untuk memastikan (dan memaksakan) penerapannya sesuai maksud Artikel 6 poin 1 Konvensi ILO-106/1957, dalam Pasal 187 ayat (1) jo Pasal 79 ayat (2) UU No.13/2003 diancam dengan sanksi pidana dan/atau denda bagi -barang siapa- yang melanggar (tidak menerapkan) ketentuan istirahat mingguan dimaksud.
Pertanyaannya, kapan waktunya hari istirahat mingguan tersebut dilaksanakan? Undang-undang memang tidak menjelaskan rinci, namun Prof. Iman Soepomo, S.H. menyitir Undang-Undang Kerja pada Pasal 10 ayat (3) yang menetapkan bahwa tiap minggu (pekan) harus diadakan satu hari istirahat. Hari istirahat mingguan ini tidak usah jatuh pada hari Minggu (Ahad) [2].
Dengan demikian ketentuan ini memberi keleluasaan kepada pihak majikan (Pengusaha) untuk menetapkan hari manakah yang hendak dijadikan hari istirahat mingguan itu, baik untuk seluruh perusahaannya, untuk bagian-bagian tertentu, maupun untuk golongan buruh tertentu, segala sesuaitunya mengingat kepentingan atau keadaan pekerjaan perusahaan tersebut.
Dengan demikian, dalam undang-undang terdapat dua alternatif ketentuan pola waktu kerja dan waktu istirahat (WKWI) normal yang berlaku, meliputi:
- pola 6:1, yakni 6 hari kerja per minggu (week days), dan 1 hari istirahat mingguan (weekly rest), dengan maksimum 7 jam per hari dan 40 jam per minggu; atau
- pola 5:2, yakni 5 hari kerja per minggu, dan 2 hari istirahat mingguan, dengan maksimum 8 jam per hari dan 40 jam perminggu;
Demikian itu, terdapat 2 alternatif waktu istirahat (normal) yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yakni 1 hari untuk pola 6:1 dan 2 hari untuk pola 5: 2. Barang siapa yang tidak menerapkan hari istirahat mingguan dimaksud, diancam dengan sanksi pidana dan/atau denda.
- Waktu Kerja Lembur (Overtime)
Dalam proses pelaksanaan pekerjaan (order) sesuai ketentuan WKWI normal, berdasarkan Pasal 78 ayat (1) UU No.13/2003 masih dapat dilakukan penyimpangan dengan melaksanakan pekerjaan lembur melebihi ketentuan WKWI normal yang diatur/ditetapkan, sepanjang pelaksanaannya diterapkan sesuai syarat dan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang (antara lain), bahwa: