Bolehkah Anggota Polri Ikut Pilkada? Simak Penjelasan Hukumnya
Berita

Bolehkah Anggota Polri Ikut Pilkada? Simak Penjelasan Hukumnya

UU Kepolisian Negara Republik Indonesia dan PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi dua regulasi yang mesti dirujuk sebelum memilih untuk terjun ke dalam politik praktis.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Berpolitik merupakan hak setiap orang. Siapapun sepanjang memenuhi kualifikasi punya peluang untuk maju dalam perhelatan politik mulai dari pemilihan anggota legislatif (Caleg), pemilihan kepala daerah (Pilkada), hingga Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).

 

Kancah politik seakan menjadi magnet bagi para profesional yang merasa patut untuk maju dan dicalonkan oleh Partai Politik pengusung. Beragam latar belakang profesi, mulai dari pengacara, dokter umum, aktivis, pengusaha, militer, sampai anggota atau pensiunan Polri melirik peluang terjun dalam politik praktis. Tak ada yang salah dengan pilihan tersebut, hanya saja sejumlah profesi atau status tertentu melarang seseorang maju dalam pemilu ketika masih berstatus aktif dalam jabatan terakhirnya.

 

Untuk sekedar informasi, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebelumnya mengumumkan enam pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur untuk enam provinsi yang akan diusung PDI Perjuangan. Dalam rapat koordinasi di kantor DPP PDI Perjuangan Minggu (7/1) kemarin, Megawati mengumumkan enam pasangan cagub-cawagub meliputi provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

 

Dari pasangan cagub-cawagub tersebut, Kapolda Kalimantan Timur Irjen Pol Safaruddin, Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, Anton Charliyan, dan Komandan Brimob Murad Ismail, ketiganya maju dalam Pilkada serentak 2018 setelah diusung PDI Perjuangan. Safaruddin diusung menjadi bakal calon gubernur Kalimantan Timur dan wakilnya belum diumumkan. Kemudian, Murad Ismail diusung sebagai bakal calon gubernur Maluku. Sedangkan, Anton Charliyan diusung sebagai bakal calon wakil gubernur Jawa Barat mendampingi TB Hasanuddin.

 

Lantas, bagaimana pengaturan khususnya anggota Kepolisian yang terjun dalam Pilkada?

 

Baca Juga: Tidak “Ikut” Aturan Sikap Pengunduran Diri Pejabat KPK Ini Patut Ditiru  

 

Perlu diingat kembali, Kepolisian mengambil peran sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, merujuk Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dirinci belasan tugas Kepolisian beberapa diantaranya, pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan serta membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

 

Akan tetapi, dalam undang-undang tersebut juga diatur sejumlah larangan bagi anggota Kepolisian selama mengemban jabatannya, salah satunya larangan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 yang menyebutkan bahwa Polri harus bersikap netral dalam politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. Selain itu, masih dalam pasal yang sama disebutkan pula penegasan yang melarang anggota Polri menduduki jabatan di luar Kepolisian selama mengemban jabatan sebagai anggota Polri aktif.

 

Penelusuran Hukumonline, larangan serupa juga dipertegas dalam aturan turunan UU Nomor 2 Tahun 2002 khususnya PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam peraturan tersebut diatur sejumlah larangan bagi anggota Kepolisian sebagai upaya memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dalam Pasal 5 huruf b PP Nomor 2 Tahun 2003, menyebutkan anggota Kepolisian dilarang melakukan kegiatan politik praktis. Dalam Pasal 6 aturan yang sama, diatur pula beberapa larangan bagi anggota Kepolisian selama melaksanakan tugas, salah satunya menyalahgunakan wewenang.

 

Dalam hal anggota Kepolisian ternyata ditetapkan melakukan pelanggaran terhadap peraturan disiplin Anggota Kepolisian, kepada yang bersangkutan dapat dijatuhi hukuman berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disipilin. Untuk diketahui, yang dimaksud dengan tindakan disiplin adalah berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik. Tindakan disiplin berupa teguran dan/atau tindakan fisik tidak menghapus kewenangan atasan yang berhak menghukum (Ankum) untuk menjatuhkan hukuman disiplin. Tindakan ini dapat dijatuhkan secara kumulatif.

 

Sementara itu, yang dimaksud dengan hukuman disiplin merujuk Pasal 9 PP Nomor 2 Tahun 2003 antara lain berupa teguran tertulis, penundaan mengikuti pendidikan paling lama satu tahun, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun, mutasi yang bersifat demosi, pembebasan dari jabatan, dan penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 hari. Khusus hukuman disipilin tersebut, dapat dijatuhkan secara alternatif dan kumulatif.

 

Tetapi, larangan sebagaimana dirinci diatas menjadi tidak berlaku atau dapat dianulir sepanjang anggota Kepolisian memenuhi ketentuan dalam Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002. Dalam pasal tersebut, anggota Kepolisian cukup berhenti dari jabatan yang diemban untuk dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian termasuk terjun ke dalam politik praktis.

 

Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian

“Anggota Kepolisian Negara Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian.”

 

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto saat dikonfirmasi mengatakan ketiga nama yang diusung menjadi bakal calon dalam perhelatan Pilkada Serentak 2018 belum mundur dari jabatannya saat ini. Namun, Setyo menegaskan sewaktu Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan ketetapan, anggota Kepolisian tersebut harus sudah mundur sebagai anggota Kepolisian sebagai kepatuhan kepada aturan yang berlaku.

 

"Nanti pada waktu penetapan harus sudah mundur. Tapi kan sekarang perwira yang ikut itu sudah dimutasi dan tidak menjabat di jabatan-jabatan strategis,” kata Setyo saat diwawancarai di gedung Kementerian Perdagangan, Senin (8/1/2017).

 

Setyo melanjutkan, ketika anggota Kepolisian tersebut belum pensiun atau masih menjadi anggota aktif, maka secara formal tidak diperbolehkan ikut dalam kegiatan politik praktis, termasuk Pilkada. Berbeda halnya ketika anggota Kepolisian tersebut telah mengundurkan diri atau memasuki usia pensiun, maka yang bersangkutan secara tidak langsung berstastus menjadi masyarakat sipil.

 

Dia mengatakan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian hingga saat ini belum memberikan perintah kepada yang bersangkutan untuk mundur sebagai anggota Kepolisian. Ia mengatakan apabila tetap berstatus sebagai anggota, akan ada pengawasan dari divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri kepada anggota yang terlibat politik.

 

“Ada hubungan emosional itu biasa, tapi kan tidak bisa menggerakan anggota. Kita juga diikat dengan kode etik polri tidak boleh berpolitik praktis,” tegas Setyo.

 

Untuk sekedar informasi, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebelumnya telah melakukan mutasi terhadap tiga jenderal yang akan ikut dalam kontestasi Pilkada serentak 2018 mendatang. Berdasarkan Surat Telegram Nomor ST/16/l/2018 tanggal 5 Januari 2018, ada 113 personel Polri yang dimutasi. Dari ratusan nama itu, diketahui ada tiga nama perwira yang akan dinonaktifkan karena ikut dalam kontestasi pilkada.

 

Dalam mutasi itu, Kapolda Kalimantan Timur Safaruddin dipindahkan menjadi Perwira Tinggi Badan Intelkam Polri dalam rangka pensiun. Posisinya sebagai Kapolda Kalimantan Timur digantikan oleh Priyo Widyanto yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Jambi. Komandan Brimob Murad Ismail dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Brigade Polri. Posisinya sebagai Komandan Brimob akan digantikan Rudy Sufahriadi yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Sulteng. Sedangkan Anton Charliyan dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Sekolah Pimpinan Tinggi di Lemdiklat Polri.

 

"Iya benar. Surat telegram ini untuk menindaklanjuti beberapa personel Polri yang ikut dalam kontestasi Pilkada tahun ini sehingga dimutasi dari jabatan sebelumnya menjelang proses pengunduran diri," kata Karopenmas Polri Brigjen Pol M Iqbal di Mabes Polri di Jakarta, Jumat (5/1) kemarin sebagaimana dikutip Antara.

Tags:

Berita Terkait