Anggota Komisi III Ahmad Syafii mengatakan, kasus yang menimpa Siyono oleh Densus menunjukan betapa pemberantasan terorisme dilakukan dengan mengabaikan hak asasi manusia. BNPT sebagai lembaga penanggulangan terorisme memang cenderung ke ranah pencegahan. Namun, BNPT pun mesti dievaluasi. Pasalnya, program deradikalisasi yang acapkali didengungkan tiap tahunnya tak juga mampu meredam aksi terorisme di tanah air.
“Maka harus ada audit, banyaknya terduga teroris tewas tanpa proses peradilan,” ujarnya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan BNPT di Gedung DPR, Rabu (13/4).
Anggota Komisi III Daeng Muhammad menambahkan program deradikalisasi yang dijalankan BNPT belum menunjukan hasil yang signifikan. BNPT sebagai institusi yang mengedepankan mekanisme pencegahan tak boleh melakukan tindakan yang melanggar hak asasi manusia.
Menurut Daeng, kasus Siyono hanyalah satu dari sekian korban diduga salah tangkap yang dilakukan oleh aparat Densus 88. Program pemberantasan terorisme mestinya disinergikan antar lembaga. Tujuanya, ketika dilakukan evaluasi dan audit dapat selaras berkesinambungan. Ia menilai kerja-kerja pemberantasan terorisme menggunakan uang rakyat. Makanya, pemberantasan korupsi tak boleh melanggar hak asasi manusia.
“Nah kalau salah prosedur penangkapan, dijelaskan ke publik. Ini kan seolah-olah negara tidak menjaga dan abai,” kata politisi PAN itu.
Anggota Komisi III lainnya Herman Herry menambahkan cara kerja pemberantasan terrorisme kerap kali menonjolkan aksi kekerasan. Meskipun teroris yang berkembang di Indonesia mengatasnamakan agama dan ideologi tertentu, namun aparat mesti mengedepankan hak asasi manusia.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu berpandangan, penegakan hukum yang dilakukan Densus mapun BNPT kerap menimbulkan kegusaran masyarakat. Aksi tembak menembak dalam membekuk terduga teroris kerap menjadi tontonan publik. “Harus diingat, peran BNPT lebih ke deradikalisasi. Harud diaudit seluruh kinerja termasuk intelijen BNPT,” ujarnya.
Menanggapi desakan sejumlah anggota Komisi III, Kepala BNPT Komjen Tito Karnavian mempersilakan lembaga yang dipimpinnya diaudit. Menurutnya BNPT telah dilakukan audit pada 2015 lalu. Apalagi penilaian yang didapat wajar tanpa pengecualian (WTP). Ia menantang agar lembaganya diaudit. Tak saja kinerja, namun juga keuangan yang dimiliki BNPT.
Jenderal polisi bintang tiga itu mengatakan lembaganya tak pernah menerima uang sepeser pun dari negara luar sebagaimana tudingan dari pihak lain. Anggaran BNPT selama ini merupakan murni dari APBN. Termasuk tak pernah menerima dana hibah dari negara mana pun.
“Bahwa BNPT tidak menerima anggaran atau hibah dari luar negeri. BNPT hanya menerima anggaran dari APBN dan sudah diaudit setahun sekali oleh BPK dan penilaian wajar tanpa pengecualian dan audit sudah dilakukan oleh BPK terhadap semua aspek,” pungkas mantan Kapolda Metro Jaya itu.