BKPM Akan Sesuaikan Sistem OSS dengan UU Cipta Kerja
Berita

BKPM Akan Sesuaikan Sistem OSS dengan UU Cipta Kerja

Akan digunakan juga oleh seluruh pemerintah daerah termasuk kabupaten/kota agar terintegrasi dalam kewenangan perizinan usaha sesuai Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dalam rangka melakukan penyederhanan birokrasi perizinan berusaha.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah disetujui oleh DPR pada Senin, (05/10) lalu menjadi undang-undang. Dalam undang-undang tersebut, pemerintah melakukan penyederhanaan sektor perizinan dan investasi. Terkait hal tersebut, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan, pihaknya sedang dalam proses membuat sistem Online Single Submission (OSS) versi Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Bahlil menyebut bahwa sistem itu akan digunakan juga oleh seluruh pemerintah daerah termasuk kabupaten/kota agar terintegrasi dalam kewenangan perizinan usaha sesuai Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dalam rangka melakukan penyederhanan birokrasi perizinan berusaha.

"Kami yang akan siapkan sistemnya sekaligus. Karena kalau tidak dibuat, nanti ada saja alasan. Tentunya kami akan siapkan pelatihan juga untuk pemerintah daerah," katanya, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (14/10), dilansir dari Antara.

Dalam kesempatan itu, mantan ketua umum Hipmi itu juga mengingatkan agar para bupati dapat segera membuat peraturan daerah terkait Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sehingga dapat dimasukkan dan dipetakan ke dalam sistem OSS. (Baca Juga: Penanganan Aksi Tolak UU Cipta Kerja Dinilai Langgar HAM)

"Jadi nanti dalam sistem OSS yang sudah terpetakan RDTR-nya dapat ditentukan izin yang ditolak dan diterima," katanya.

Ia menuturkan Omnibus Law UU Cipta Kerja memfasilitasi kebutuhan investasi dalam berinvestasi di Indonesia yang selama ini kerap terhambat. Kebutuhan itu yakni kemudahan, kecepatan, kepastian, dan efisiensi. Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah akan menyiapkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dalam rangka melakukan penyederhanan birokrasi perizinan berusaha.

NSPK itu nantinya akan memberikan kepastian dan efisiensi dalam pengajuan izin usaha. Bahlil menegaskan bahwa UU Cipta Kerja tidak sedikit pun menggugurkan kewenangan daerah yang ada saat ini. Pemerintah pusat hanya mengatur prosesnya saja, sedangkan kewenangan tetap ada di daerah.

"Di pasal 174 poin B, tidak ada satu pun izin usaha yang ditarik ke pusat. Izin tetap di daerah, tetapi disertai dengan NSPK dan prosesnya melalui online dengan sistem Online Single Submission (OSS). Tidak ada lagi izin-izin manual. Tapi jika waktu prosesnya melanggar NSPK, maka secara otomatis dianggap menyetujui. Ini agar pengusaha mendapatkan kepastian dan efisiensi," jelasnya.

Selanjutnya, dia juga menegaskan UU Cipta Kerja merupakan regulasi pro UMKM. Pemerintah mempunyai kewajiban melakukan penguatan UMKM, salah satunya dengan mengatur proses perizinan UMKM, khususnya Usaha Mikro dan Kecil yang akan menjadi lebih cepat dan mudah.

"UMK hanya perlu mendaftar di sistem OSS untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) yang dapat dijadikan sebagai izin usaha, di mana NIB tersebut dapat diperoleh dengan waktu tiga jam," katanya.

Bahlil menambahkan, dalam rangka menindaklanjuti kemudahan perizinan yang diatur dalam UU Cipta Kerja, pemerintah akan menyiapkan Peraturan Pemerintah dan juga Peraturan Kepala BKPM lengkap dengan persyaratan di dalamnya, sehingga akan memperkecil penyalahgunaan dari izin yang diterbitkan.

Sementara itu, Penasihat Khusus Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Ryaas Rasyid, menegaskan penyederhanaan perizinan berusaha merupakan kepentingan semua pihak. Ia berharap agar konsultasi proses izin dapat lebih terbuka sehingga penyederhanaan pelayanan bisa terwujud.

"Bagi pemerintah di kabupaten, apa pun garis yang diberikan oleh pusat, sepanjang bisa dilaksanakan, mereka akan laksanakan. Saya percaya loyalitas para bupati dengan pemerintah pusat sampai saat ini masih terjamin dan bisa diandalkan. Jadi tidak usah ragu. Kita tinggal memberikan arahan saja kepada beliau-beliau itu, sehingga mereka mengerti apa saja yang bisa dikerjakan dan di mana batas kewenangan dan tanggung jawabnya," ujar pelopor otonomi daerah itu.

Di sisi lain, Ketua Umum Apkasi Abdullah Azwar Anas mengharapkan Undang-Undang UU Cipta Kerja mampu mendukung kemudahan investasi dan perizinan daerah saat diterapkan di lapangan.

“Kami juga mengharap pemerintah pusat bisa memberikan arahan yang jelas mengenai batas kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah,” kata Bupati Banyuwangi itu melalui keterangan tertulis, Rabu (14/10).

Ia mengatakan respons dari Kepala Daerah terkait UU Ciptakerja masih beragam lantaran sampai saat ini masih banyak versi draf UU Cipta Kerja yang beredar. “Harapan kami, BKPM dapat membangun pemahaman positif dari para kepala daerah. Bagi kami bukan masalah berapa halaman Undang-Undang Cipta Kerja, tapi bagaimana kewenangan daerahnya,” ujar Azwar.

Tags:

Berita Terkait