Billy Sindoro Tetap Divonis Tiga Tahun Penjara
Putusan MA:

Billy Sindoro Tetap Divonis Tiga Tahun Penjara

Majelis Hakim Agung menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Billy Sindoro.

Ali
Bacaan 2 Menit
Billy Sindoro Tetap Divonis Tiga Tahun Penjara
Hukumonline

Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh mantan Direktur PT First Media, Billy Sindoro. Berdasarkan informasi perkara dalam situs resmi MA, perkara itu diputus oleh majelis hakim agung yang terdiri dari Timur Manurung, Imam Harjadi, dan Artidjo Alkostar. Ketiga hakim agung ini dibantu oleh Panitera Pengganti Mariana Sondang. Permohonan PK itu sudah diputus pada 1 Juli 2009 lalu.

 

Juru Bicara MA, Hatta Ali membenarkan informasi ditolaknya permohonan pelaku suap kepada Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Mohammad Iqbal. “Benar. Permohonan PK terpidana itu ditolak. Pokoknya informasi dalam website MA itu benar,” tegas Hatta kepada hukumonline melalui sambungan telepon, Selasa (27/10).

 

Dengan ditolaknya permohonan PK ini, maka yang berlaku adalah Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Billy tetap harus menjalani hukuman penjara selama tiga tahun penjara. Di tingkat pertama, Billy memang divonis tiga tahun dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Billy dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan.

 

Begitu divonis tiga tahun penjara, Billy sebenarnya sempat mengutarakan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, niatnya itu diurungkan. Billy tidak menandatangani akta banding sampai tenggat waktu yang ditentukan.

 

Meski terkesan menerima Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi itu, Billy melalui kuasa hukumnya ternyata menyiapkan langkah hukum yang lain. Langkah yang diambil adalah upaya hukum luar biasa dengan mengajukan permohonan PK ke Mahkamah Agung.

 

Dalam permohonan PK-nya, Billy beralasan majelis hakim Pengadilan Tipikor telah melakukan kekhilafan dan kekeliruan yang nyata dalam merumuskan putusan yang dijatuhkan kepada dirinya. Alasan terjadinya kekhilafan dan kekeliruan yang nyata ini sesuai dengan alasan pengajuan PK yang diatur Pasal 263 ayat (2) huruf c KUHAP.

 

Billy beranggapan bahwa majelis hakim judex facti mengabaikan keadilan karena tidak menindahkan keberatan penasihat hukum atas pelanggaran hukum acara yang nyata-nyata dilakukan oleh penyelidik KPK. Majelis hakim malah menyatakan pelanggaran hukum acara seperti yang dituduh oleh pengacara Billy adalah wilayah pra peradilan.

 

Selain itu, Penasihat Hukum Billy juga berargumen perkara yang menimpa Billy ini bukan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Tipikor dengan beberapa alasan. Yakni, kedudukan Iqbal bukan sebagai penyelenggara negara dan perkara ini tidak mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat atau menyangkut kerugian paling sedikit satu miliar rupiah.

 

Namun, seluruh argumen Penasihat Hukum Billy ini dibantah mentah-mentah oleh Jaksa Penuntut Umum Sarjono Turin. Majelis Hakim Agung pun juga menolak seluruh argumen pengacara Billy ini dengan menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Billy.

 

Sekedar mengingatkan, kasus ini berawal dari penangkapan Billy oleh petugas KPK di Hotel Aryaduta Jakarta, pertengahan September 2008 lalu. Billy ditangkap sesaat setelah petugas KPK menangkap Komisioner KPPU M Iqbal. Waktu itu, Iqbal ditangkap ketika ia hendak keluar hotel sambil membawa tas hitam berisi uang Rp 500 juta. Uang itu disebut berasal dari Billy sebagai bentuk suap karena Billy sedang memiliki kasus di KPPU yang sedang ditangani Iqbal.

 

Tags:

Berita Terkait