Bila Presiden Tak Terbitkan Perppu, PSHTN FHUI Serukan Uji Materi UU Cipta Kerja
Utama

Bila Presiden Tak Terbitkan Perppu, PSHTN FHUI Serukan Uji Materi UU Cipta Kerja

PSHTN FHUI sebut proses legislasi UU Cipta Kerja ugal-ugalan yang diduga sudah luar biasa pelanggarannya. Menurut Jimly, kalau para anggota DPR bisa buktikan bahwa mereka belum dibagi naskah final RUU Cipta Kerja, sangat mungkin dinilai penetapan UU tersebut tidak sah dan bisa dibatalkan MK.

Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

“Padahal, masa reses anggota Dewan yang seharusnya digunakan untuk pertemuan dengan para konstituen di masing-masing daerah pemilihannya,” ujarnya.  

Keempat, rapat paripurna untuk mengesahkan RUU ini sangat kontroversial ini, juga terkesan terburu-buru. Sebab, awalnya rapat paripurna terjadwal pada 8 Oktober 2020. Namun, tanpa penjelasan yang cukup, tiba-tiba last minute, rapat dimajukan menjadi tanggal 5 Oktober 2020. “Yang paling menyedihkan, ada sebagian besar  anggota Dewan yang tidak memegang naskah final RUU Cipta Kerja. Proses pengesahan diwarnai aksi walk out oleh sejumlah anggota Fraksi Partai Demokrat lantaran pimpinan sidang tidak akomodatif.”

Kelima, puncak dari segala kontroversi ini adalah beredarnya beberapa versi naskah UU Cipta Kerja yang mencuat setelah RUU ini disetujui dalam rapat paripurna 5 Oktober 2020. Setidaknya, ada beberapa versi naskah draf UU Cipta Kerja yakni versi 1.028, 905, 1.052, 1.035, dan 812 halaman.

Menurut penuturan Aziz Syamsudin (Wakil Ketua DPR RI), draft final yang dikirim ke Presiden versi 812 halaman, termasuk penjelasan batang tubuhnya. Berdasarkan hasil penelusuran PSHTN FHUI, jika dibandingkan antara naskah RUU versi 812 halaman (filenya berjudul "ruu-cipta-kerja-12-oktober-2020-final") dengan versi 1.035 halaman (filenya berjudul "RUU Cipta Kerja - KIRIM KE PRESIDEN") terdapat beberapa penambahan substansi baru  yakni  di  antara  Bab VIA,  Bab VI,  dan  Bab VII. Bab ini mengatur tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Retribusi.

“Jika benar ini yang terjadi, maka ini sudah luar biasa pelanggarannya. Bahkan, perubahan titik koma saja sudah bisa mengubah makna dari suatu norma dalam UU. Apalagi, penambahan beberapa norma baru setelah sidang paripurna pengesahan,” bebernya.  

Atas dasar itu, PSHTN FHUI mendesak Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu untuk mencabut UU Cipta Kerja, segera setelah RUU tersebut resmi menjadi UU. Seraya memastikan agar partai koalisi pendukung pemerintah yang ada di DPR untuk tidak lagi melakukan proses legislasi yang ugal-ugalan macam saat ini, dan di masa yang akan datang.

Pihaknya juga mendukung penuh setiap penyampaian aspirasi dari berbagai elemen masyarakat dalam bentuk apapun sebagai perwujudan dari kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat secara lisan dan tulisan, dengan tetap memperhatikan koridor hukum yang berlaku.

Tags:

Berita Terkait