Bila Peraturan Menteri Menambah Norma Hukum Baru
Berita

Bila Peraturan Menteri Menambah Norma Hukum Baru

Sebuah pelajaran dari Permen ESDM No. 07 Tahun 2012. Menilik pertimbangan Mahkamah Agung.

CR-14
Bacaan 2 Menit
Ketua Umum ANI, Shelby Ihsan Saleh (tengah). Foto: Sgp
Ketua Umum ANI, Shelby Ihsan Saleh (tengah). Foto: Sgp

Salinan putusan Mahkamah Agung No. 09P/HUM/2012 akhirnya sampai juga kepada Asosiasi Nikel Indonesia (ANI). Melalui surat tertanggal 26 Desember 2012, Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Ashadi juga sudah mengirimkan salinan serupa ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Sejak diucapkan sejak 12 September lalu, penelusuran terhadap putusan terus dilakukan. Laman Mahkamah Agung (MA) juga tak memuat langsung salinan putusan meskipun perkara ini menarik perhatian para kepala daerah dan pengusaha. Namun hingga awal tahun 2013, penelusuran atas salinan putusan tak berhasil.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM,  Thamrin Sihite, pun tak pernah merespon telepon dan pesan singkat yang dilayangkan hukumonline untuk menanyakan kepastian putusan MA. Padahal putusan MA ini telah membatalkan beberapa pasal dari Keputusan Menteri ESDM No. 07 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengelolaan dan Pemurnian Mineral.

Ada empat pasal yang dinyatakan MA tidak sah dan tidak berlaku untuk umum, yaitu Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 21. Pasal-pasal itu melahirkan norma baru, berupa kewenangan baru kepada Dirjen, dalam rangka rencana kerjasama dan kemitraan pengolahan/pemurnian mineral. Juga mengenai larangan penjualan bijih mineral ke uar negeri. Pasal-pasal tersebut dinilai bertentangan dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

Pada intinya, Mahkamah Agung menilai penambahan norma hukum baru dalam beberapa pasal Permen ESDM No. 07 Tahun 2012 tidak sesuai hukum. Dalam pertimbangannya, majelis hakim agung juga menegaskan tidak bermaksud mengintervensi diskresi pemerintah. Tetapi demi tertib norma hukum, seharusnya larangan penjualan bijih mineral ke luar negeri diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), bukan Peraturan Menteri (Permen).

Ketua Umum ANI, Shelby Ihsan Saleh menilai putusan MA ini cukup adil untuk keberlangsungan dunia usaha indsutri sektor mineral karena mendasarkan pertimbangannya pada realitas ketidakadilan yang diderita para pengusaha dan pekerja di sektor ini. Selain itu, putusan ini juga banyak mengacu kepada produk hukum termasuk UU Minerba sendiri sebagai alas putusannya. “Kami senang, karena ini cukup adil”, ungkapnya kepada hukumonline disela acara konperensi pers KADIN, di Jakarta, Kamis, (10/1).  

Menurutnya, dari empat pasal yang dibatalkan MA, satu pasal mengatur soal pelarangan ekspor, yaitu Pasal 21. Sehingga, aturan turunan atau revisi yang menyatakan melarang ekspor dan mengizinkan melakukan ekspor berdasarkan kuota, pajak maupun aturan-aturan lainnya secara mutatis mutandis batal demi hukum karena bertentangan dengan amanat UU Minerba.

Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Perindustrian, Riset dan Teknologi, Bambang Sujagad mengatakan segera mendiskusikan tindak lanjut putusan MA itu dengan Pemerintah, khususnya Kementerian ESDM. “Saya akan antarkan atas nama KADIN Indonesia yang mewakili seluruh asosiasi usaha yang nanti akan di dampingi oleh ANI. Jadi, nanti tidak ada alasan lagi bagi pemerintah bahwa putusan itu tidak ada”, katanya.

KADIN mengingatkan pemerintah untuk taat dan patuh terhadap putusan yang sudah tetapkan oleh MA. “Ini merupakan hal serius, satu keputusan dalam konteks negara hukum yang harus kita junjung bersama, karena keputusan MA”, tegas Bambang.

Terpisah, pengamat pertambangan, Witoro Soelarno, mengatakan industri minerba itu mutlak memerlukan kepastian. Tujuan utama Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 diberlakukan bukan untuk melarang pihak pengusaha untuk mengekspor bahan mentah mineral. Tujuan utamanya adalah penyediaan bahan baku yang cukup dan mendorong penyediaan smelter dalam negeri sebagaimana diamanatkan oleh UU Minerba. “Kalau itu dibiarkan ekspor seperti biasa, kita akan kehabisan sumber daya mineral untuk kebutuhan dalam negeri. (Kalau ini terjadi) maka yang salah adalah pemerintah”, ungkapnya.

Witoro mengingatkan, bahwa amanat UU Minerba harus dilaksananakan termasuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Ekspor boleh-boleh saja, tetapi harus diperhatikan upaya bagaimana menyediakan bahan baku di dalam negeri yang cukup”, papar mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Sesditjen Minerba) Kementerian ESDM ini.   

Ia juga berharap pemerintah mampu mengambil jalan tengah dari putusan tersebut sehingga tidak megorbankan kepentingan nasional atas ketersediaan bahan baku mineral mentah. Jangan sampai dimasa depan pemerintah disalahkan atas usahanya menyelamatkan ketersediaan sumber daya alam mineral. “Jangan sampai nanti pemerintah saling menyalahkan antara ESDM dengan MA”, tukasnya.

Tags: